22 Februari 2008

Minarak Bersyukur Ganti Rugi Pakai Duit Negara

Minarak Bersyukur Ganti Rugi Pakai Duit Negara

Friday, 22 February 2008
Jakarta-Surya-Peraturan Presiden (Perpres) No. 14 tahun 2007 tentang Penanganan Lumpur Sidoarjo tak perlu direvisi, seperti kehendak sejumlah pihak dan para korban lumpur di luar peta terdampak. Meski begitu, warga korban lumpur di empat desa yang tak tercantum dalam peta terdampak di Perpres, akan mendapat ganti rugi juga. Tapi, dana ganti rugi kali ini tidak berasal dari PT Minarak Lapindo Jaya, melainkan dari duit pemerintah lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2008.

"Korban di luar peta terdampak dalam Perpres akan diberi bantuan. Pokoknya, layak sesuai dengan penderitaan yang telah mereka alami. Dananya diusahakan dari APBN-P 2008," kata Menteri Sosial (Mensos) Bachtiar Chamsyah di sela rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat (kesra) di Jakarta, Kamis (21/2).

Mensos menambahkan, dalam Perpres sebetulnya telah jelas diatur bahwa Minarak hanya bertanggungjawab pada daerah yang masuk dalam peta terdampak, dan di luar peta itu adalah tanggungjawab pemerintah.
Pembayaran ganti rugi terhadap warga daerah terdampak sendiri, kata dia, saat ini sebagian sudah selesai dan akan dilanjutkan lagi pada bulan Mei 2008 untuk tahap kedua.
"Yang 20 persen sudah beres, dan yang 80 persen pembayarannya akan mulai dilakukan bulan Mei nanti," imbuh Mensos.

Sebelumnya, terkait dengan meluasnya luapan lumpur yang berpusat di Porong, Sidoarjo, sejumlah pihak menuntut agar Perpres tersebut direvisi. Alasannya, wilayah yang terdampak lumpur makin bertambah, tidak terbatas pada tiga desa seperti yang diatur dalam Perpres, yaitu Desa Jatirejo, Desa Renokenongo dan Desa Kedungbendo.

Warga dari empat desa lain yang kini secara nyata juga terdampak lumpur, menuntut agar wilayah mereka dimasukkan dalam peta terdampak. Untuk itu, mereka menuntut Perpres 14/2007 yang juga mengatur pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) itu, direvisi. Bahkan, ada yang menuntut agar BPLS dibubarkan.

Empat desa terdampak yang tak tercantum di Perpres adalah Pejarakan, Besuki, Kedungcangkring (Kec Jabon), dan Mindi (Kec Porong). Terkait tuntutan tersebut, warga keempat desa itu sempat memblokir jalan raya Porong dan sekitarnya Selasa (19/2). Apalagi, ada kabar bahwa DPR menyatakan semburan lumpur Porong sebagai bencana alam, bukan bencana akibat kelalaian pengeboran minyak oleh PT Lapindo Brantas Inc.

Mensos mengatakan Dewan Pengarah BPLS akan membahas solusi penanganan perluasan daerah terdampak dan status Perpres, serta kemudian mengusulkan solusi itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pekan depan.

"Antara Senin sampai Jumat depan kami akan menghadap Presiden untuk menyampaikan usulan itu," kata Mensos yang juga wakil ketua Dewan Pengarah BPLS.
Menanggapi rencana pemerintah untuk menanggung ganti rugi, Vice President PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) Andi Darussalam mengaku lega. Itu berarti, kata Andi, pemerintah konsisten dengan isi Perpres.
“Perlu dicatat juga, meskipun nanti semburan lumpur dinyatakan sebagai bencana alam, kami tak bermaksud menuntut ke pemerintah agar mengembalikan dana ganti rugi yang telah kami keluarkan,” ujar Andi kepada Surya semalam.

Sementara itu, para warga korban lumpur di luar peta terdampak menuntut, apapun status semburan lumpur yang ditentukan pemerintah, apakah bencana alam atau bukan, mereka meminta nilai ganti rugi yang diberikan harus sama seperti yang diatur Perpres.

“Jangan setelah nanti dinyatakan sebagai bencana alam, lalu kami hanya menerima ganti rugi Rp 15 juta per KK sesuai undang-undang penanggulangan bencana alam,” ujar Achmad Zakaria, koordinator kelompok Gempur (Gerakan Masyarakat Korban Lumpur).ant/iit/sko

Tidak ada komentar: