28 Desember 2008

Pindahkan Pompa Untuk Optimalkan Pengaliran Lumpur

Pindahkan Pompa Untuk Optimalkan Pengaliran Lumpur

Sidoarjo- Untuk mengoptimalkan pembuangan lumpur ke selatan atau ke kali Porong, PT Minarak Lapindo Jaya memindahkan 3 unit pompa yang sebelumnya berada di titik 41 menuju ke titik 43, Desa renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo.

Sebelumnya 11 unit pompa lumpur dikosentrasikan di titik 41, Desa Besuki, Kecamatan Jabon untuk mengalirkan lumpur dari pusat semburan menuju ke kali porong dengan melewatkan pipa

“Karena lumpur sulit mengalir kearah selatan karena elevasi yang rendah, makanya pompa kita akan pindahkan ke daerah yang lebih dekat dengan pusat semburan,” terang Dedi, Kabag Pelaksana Pengaliran Lumpur MLJ.

Saat ini pompa yang dipindahkan adalah jenis Sumptech dan Sakuragawa dengan ditarik 2 unit excaponton, rencananya MLJ akan memindahkan 5 unit pompa lagi di titik 43.

Pemindahan pompa di titik 43 ini menurut Dedi lebih efisien dan efektif disaat lumpur sulit mengalir ke selatan.

“Pompa bisa langsung menyedot lumpur yang tertampung dititik 43 yang selanjutnya akan dialirkan melewati 2 unit pipa 20 inch,” pungkas Dedi.
Selain menggunakan mesin pompa, pihaknya mengaku masih menggunakan alat-alat berat untuk membantu pengaliran lumpur dari pusat semburan ke titik 43.

“3-4 unit excavator longarm masih dioperasikan untuk mengayuh dan mengeruk lumpur untuk menurunkan elevasi dititik 43, selanjutnya jika elevasi didapatkan jauh lebih rendah maka lumpur akan mengalir dengan sendirinya,” ujar Dedi.

Pemerintah Siapkan Rp 82 Miliar, Untuk Warga di Luar Peta Terdampak Lumpur

Pemerintah Siapkan Rp 82 Miliar, Untuk Warga di Luar Peta Terdampak Lumpur

Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sedikitnya Rp 82 miliar bagi warga di luar peta terdampak lumpur Sidoarjo. Dana itu khusus empat desa, yakni Siring Barat, Jatirejo Barat dan Mindi Kecamatan Porong, serta Desa Besuki bagian Timur Kecamatan Jabon.

Menurut Ketua Tim Pelaksana Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Priyo Budi Santoso, dana yang disiapkan itu bersumber dari APBN. Dana itu bisa dicairkan jika pemerintah pusat memasukkan keempat desa itu dalam peta terdampak baru, atau dimasukkan dalam daftar desa yang ganti ruginya dibayar melalui APBN.

“Kami sangat menghargai upaya pemerintah dalam mengambil langkah tersebut. Tapi secepatnya keempat desa itu dimasukkan dalam peta terdampak, sehingga dana bisa dicairkan. Itu kan sudah keputusan bersama pada 11 November lalu,” kata Priyo saat berada di Surabaya, Sabtu (20/12/2008) malam.

Priyo menambahkan, kondisi empat desa itu sudah sangat kritis. Banyak bubble baru keluar dengan mengeluarkan bau gas sangat menyengat. “Secepatnya lah mereka direlokasi. Kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk ditempati. Saya tahu karena saya meninjau langsung ke sana,” beber ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu.

Tentang pembayaran transaksi jual beli atas warga di dalam peta terdampak, untuk proses pembayaran sisa 80 persen ada beberapa mekanisme yang telah disepakati antara warga, pemerintah dan Lapindo.

Mekanisme pertama, warga menyetujui pembayaran sisa ganti rugi dengan cara resettlement plus pengembalian uang (susuk). “Warga dapat rumah, kalau uangnya masih lebih ya dikembalikan dalam bentuk susuk,” jelasnya.

Mekanisme kedua, dibayar cash secara bertahap. Di mana setiap bulan Lapindo diwajiibkan membayar Rp 30 juta/berkas ditambah Rp 2,5 juta bagi warga yang masa kontrak rumahnya sudah habis. “Mekanisme ini telah disetujui tim 16. Ribuan warga yang sepakat dengan mekanisme pembayaran ini,” tukasnya.

Mekanisme ketiga, sambung Priyo, ada 41 berkas yang tidak ingin melaksanakan dua mekanisme tersebut. Mereka masih ngotot ingin pembayaran sisa ganti rugi secara cash and carry. “Tapi yang jelas, semua mekanisme yang mereka sepakati harus dilindungi dan dicarikan jalan keluar,” urainya.

Politisi asal Trenggalek itu mengakui, ada kesulitan cash flow yang dihadapi Lapindo Brantas. Inc sebagai imbas dari krisis ekonomi global. Sehingga Lapindo keberatan membayar jual beli dengan mekanisme dicicil Rp 30 juta/berkas/bulan. Karena itu, dia berharap pemerintah bisa membantu memberikan dana talangan untuk mempercepat proses pembayaran tersebut.

“Lapindo mengaku tersengal-sengal membayar ganti rugi itu, meski dengan cara dicicil. Mestinya pemerintah bisa nalangi dulu, kemudian baru itung-itungan dengan Lapindo. Yang penting jangan sampai warga disia-siakan,” paparnya. (*)

19 Desember 2008

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur
Ditulis Oleh (*)
Kamis, 18 Desember 2008

RAPAT dengar pendapat antara Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Lapindo Brantas, Inc/Minarak Lapindo Jaya berlangsung panas. Pasalnya, rapat yang berakhir hingga Kamis (18/12) dini hari itu, TP2LS menilai pemerintah kurang tanggap terhadap kondisi para korban terdampak. Padahal dalam struktur dewan pengarah BPLS terdapat beberapa menteri terkait dimaksudkan agar tanggap terhadap kondisi warga terdampak.

Ketua TP2LS Priyo Budi Santoso melampiaskan kekesalannya pada Menteri PU Djoko Kirmanto dan Menneg LH Rachmat Witoelar yang hadir dalam kapasitas sebagai dewan pengarah BPLS. Sebab dewan pengarah dinilai kurang serius menanggulangi penderitaan rakyat akibat semburan lumpur Sidoarjo.

Anggota TP2LS Alvin Lie tidak kalah sengit. Menurut Alvin Lie, pada saat perusahaan keluarga Bakrie mengalami kesulitan uang akibat dampak krisis finansial global, mestinya pemerintah mengambil alih tanggung jawab untuk menyelamatkan rakyatnya. ”Seharusnya pemerintah cepat tanggap. Jangan membebankan tanggung jawab itu semata-mata kepada Lapindo yang sedang mengalami krisis finansial global. Terlepas pemerintah menagih Lapindo di kemudian hari, itu urusan lain. Yang penting saat ini, negara segera menyelamatkan rakyatnya,” kata Alvin Lie.

Ia menambahkan, sesuai UU Penanggulangan Bencana, tanggung jawab penyelamatan warga adalah pemerintah. Karena itu, para menteri yang masuk dalam dewan pengarah BPLS harus action menolong rakyat. Alvin juga membandingkan peranan pemerintah yang begitu cepat saat menyelamatkan Bank Century.

”Rakyat yang sudah menderita jangan ditambah lagi bebannya. Pemerintah begitu cepat menyelamatkan Bank Century dengan dana yang sangat besar, padahal berapa sih yang jadi korban Bank Century. Yang punya saham berapa? Untuk kasus Bank Century, pemerintah bisa sediakan uang, menteri-menterinya langsung action menolong. Tapi kalau urusan dengan warga terdampak lumpur, kok nggak kelihatan perannya. Ini kan nggak adil,” tandasnya.

Anggota TP2LS lainnya, Marcus Silano, juga angkat bicara. Menurutnya, para menteri itu tugasnya membantu presiden untuk menyelesaikan masalah. Tetapi untuk kasus lumpur, para menteri terkesan diam. ”Kok Anda diam saja? Lihat rakyat jadi korban begini, mestinya para menteri segera action,’’ kata Marcus.

Anggota TP2LS dari Fraksi PDI-P, Effendi Simbolon justru menaruh iba kepada Lapindo Brantas, Inc yang sudah mengucurkan dana lebih dari Rp 4 triliun untuk mengatasi warga terdampak lumpur Sidoarjo. Padahal hingga saat ini belum ada suatu keputusan hukum tetap yang menyatakan Lapindo bersalah.

”Kalau dulu mungkin saja nggak terasa karena memiliki banyak uang. Tapi saat ini, kondisinya sedang terpuruk. Jadi bagaimana, apa cetak uang palsu? Kita harus jelaskan kepada rakyat kondisi yang sebenarnya. Tapi saya minta pemerintah konsisten,” ujar Effendi Simbolon.

Setya Novanto anggota Timwas TP2LS DPR RI menyampaikan bahwa dalam kondisi yang sulit seperti ini, Lapindo masih harus menyediakan dana untuk membeli tanah warga sebesar Rp 200 miliar per bulan. Timwas TP2LS DPR RI juga mendesak pemerintah agar segera merealisasikan pembangunan jalan tol, sehingga permasalahan ekonomi menjadi lancar dan tidak menimbulkan gejolak sosial ekonomi yang berkepanjangan. Sedangkan soal pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol yang masih terkendala, Timwas merekomendasikan menggunakan mekanisme hukum pembebasan lahan untuk kepentingan publik.

Sementara itu, menjawab kritikan anggota DPR, Menteri PU Djoko Kirmanto menyatakan bahwa pihaknya ditunjuk sebagai dewan Pengarah BPLS berdasarkan Keppres. Tugas BPLS adalah membuang lumpur ke laut, membangun dan memperbaiki infrastruktur jalan arteri dan jalan tol pengannti jalan tol Porong-Gempol yang kini tidak dapat difungsikan lagi.

”Itu adalah tugas-tugas kami sesuai Keppres 14/2007. Saya tak mau kalau dikatakan sebagai menteri yang tak membantu presiden. Saya sudah berbuat, tapi kalau dikatakan demikian ya nggak apa-apa,” tegas Djoko Kirmanto.



Hampir Rp 5 T

Dalam rapat dengar pendapar tersebut juga terungkap bahwa hingga Oktober 2008 lalu, Lapindo Brantas telah mengeluarkan anggaran mencapai Rp 4,855 triliun. Menurut General Manager Lapindo Brantas, Inc., Imam P Agustino, biaya tersebut untuk upaya penanggulangan semburan lumpur, penanganan lumpur permukaan dan penanganan sosial.

Khusus penanganan masalah sosial, hingga 12 Desember 2008 Lapindo Brantas telah merealisasikan pembayaran/pembelian tanah warga, dengan rincian pembayaran 20 persen telah selesai semuanya, yakni sebanyak 12.865 berkas dengan nilai Rp 718,28 miliar. Sedangkan pembayaran 80 persen telah dilakukan pada 2.356 berkas dengan nilai Rp 419,404 miliar.

Imam Agustino menambahkan, sesuai dengan Perpres 14/2007 khususnya pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Lapindo Brantas membeli tanah & bangunan warga korban terdampak lumpur dengan pembayaran secara bertahap melalui akta jual beli (AJB) dengan menyertakan bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah yang disahkan oleh pemerintah.

Dengan dasar tersebut, Lapindo Brantas melaksanakan transaksi Akta Jual beli untuk berkas yang bisa ditransaksikan sebanyak 8.157 berkas, dengan rincian warga yg melakukan pembelian rumah di KNV sebanyak 2.303 berkas. Sedangkan 5.813 berkas menyetujui dengan mekanisme cash bertahap yang ditandatangani melalui kesepakatan 3 Desember 2008, dengan ketentuan diangsur Rp 30 juta/bulan/berkas , ditambah bantuan uang kontrak sebesar Rp. 2,5 juta/KK.

Di sisi lain, berkas warga yang tidak dapat dilakukan AJB sebanyak 4.729 berkas. Untuk berkas ini, Lapindo Brantas/PT Minarak Lapindo Jaya telah melakukan kesepakatan mekanisne cash & resettlement dengan warga pada 25 Juni 2008.

”Kami juga mengacu pada rekomendasi rapat paripurna DPR RI pada 19 Februari 2008. Dimana Lapindo menyiapkan pemukiman kembali/resettlement di kawasan Kahuripan Nirwana Village (KNV) berikut fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warga tersebut,” kata Imam Agustino.

Hingga saat ini, kelompok warga yang telah menyatakan keinginannya untuk mengambil skema cash & resettlement dengan melakukan penandatanganan perjanjian sebanyak 1.835 berkas. Di samping itu, sebanyak 2.832 berkas lainnya juga menyatakan berminat mengikuti skema tersebut, meski belum melakukan penandatanganan. (*)

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur
Ditulis Oleh (*)
Kamis, 18 Desember 2008

RAPAT dengar pendapat antara Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Lapindo Brantas, Inc/Minarak Lapindo Jaya berlangsung panas. Pasalnya, rapat yang berakhir hingga Kamis (18/12) dini hari itu, TP2LS menilai pemerintah kurang tanggap terhadap kondisi para korban terdampak. Padahal dalam struktur dewan pengarah BPLS terdapat beberapa menteri terkait dimaksudkan agar tanggap terhadap kondisi warga terdampak.

Ketua TP2LS Priyo Budi Santoso melampiaskan kekesalannya pada Menteri PU Djoko Kirmanto dan Menneg LH Rachmat Witoelar yang hadir dalam kapasitas sebagai dewan pengarah BPLS. Sebab dewan pengarah dinilai kurang serius menanggulangi penderitaan rakyat akibat semburan lumpur Sidoarjo.

Anggota TP2LS Alvin Lie tidak kalah sengit. Menurut Alvin Lie, pada saat perusahaan keluarga Bakrie mengalami kesulitan uang akibat dampak krisis finansial global, mestinya pemerintah mengambil alih tanggung jawab untuk menyelamatkan rakyatnya. ”Seharusnya pemerintah cepat tanggap. Jangan membebankan tanggung jawab itu semata-mata kepada Lapindo yang sedang mengalami krisis finansial global. Terlepas pemerintah menagih Lapindo di kemudian hari, itu urusan lain. Yang penting saat ini, negara segera menyelamatkan rakyatnya,” kata Alvin Lie.

Ia menambahkan, sesuai UU Penanggulangan Bencana, tanggung jawab penyelamatan warga adalah pemerintah. Karena itu, para menteri yang masuk dalam dewan pengarah BPLS harus action menolong rakyat. Alvin juga membandingkan peranan pemerintah yang begitu cepat saat menyelamatkan Bank Century.

”Rakyat yang sudah menderita jangan ditambah lagi bebannya. Pemerintah begitu cepat menyelamatkan Bank Century dengan dana yang sangat besar, padahal berapa sih yang jadi korban Bank Century. Yang punya saham berapa? Untuk kasus Bank Century, pemerintah bisa sediakan uang, menteri-menterinya langsung action menolong. Tapi kalau urusan dengan warga terdampak lumpur, kok nggak kelihatan perannya. Ini kan nggak adil,” tandasnya.

Anggota TP2LS lainnya, Marcus Silano, juga angkat bicara. Menurutnya, para menteri itu tugasnya membantu presiden untuk menyelesaikan masalah. Tetapi untuk kasus lumpur, para menteri terkesan diam. ”Kok Anda diam saja? Lihat rakyat jadi korban begini, mestinya para menteri segera action,’’ kata Marcus.

Anggota TP2LS dari Fraksi PDI-P, Effendi Simbolon justru menaruh iba kepada Lapindo Brantas, Inc yang sudah mengucurkan dana lebih dari Rp 4 triliun untuk mengatasi warga terdampak lumpur Sidoarjo. Padahal hingga saat ini belum ada suatu keputusan hukum tetap yang menyatakan Lapindo bersalah.

”Kalau dulu mungkin saja nggak terasa karena memiliki banyak uang. Tapi saat ini, kondisinya sedang terpuruk. Jadi bagaimana, apa cetak uang palsu? Kita harus jelaskan kepada rakyat kondisi yang sebenarnya. Tapi saya minta pemerintah konsisten,” ujar Effendi Simbolon.

Setya Novanto anggota Timwas TP2LS DPR RI menyampaikan bahwa dalam kondisi yang sulit seperti ini, Lapindo masih harus menyediakan dana untuk membeli tanah warga sebesar Rp 200 miliar per bulan. Timwas TP2LS DPR RI juga mendesak pemerintah agar segera merealisasikan pembangunan jalan tol, sehingga permasalahan ekonomi menjadi lancar dan tidak menimbulkan gejolak sosial ekonomi yang berkepanjangan. Sedangkan soal pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol yang masih terkendala, Timwas merekomendasikan menggunakan mekanisme hukum pembebasan lahan untuk kepentingan publik.

Sementara itu, menjawab kritikan anggota DPR, Menteri PU Djoko Kirmanto menyatakan bahwa pihaknya ditunjuk sebagai dewan Pengarah BPLS berdasarkan Keppres. Tugas BPLS adalah membuang lumpur ke laut, membangun dan memperbaiki infrastruktur jalan arteri dan jalan tol pengannti jalan tol Porong-Gempol yang kini tidak dapat difungsikan lagi.

”Itu adalah tugas-tugas kami sesuai Keppres 14/2007. Saya tak mau kalau dikatakan sebagai menteri yang tak membantu presiden. Saya sudah berbuat, tapi kalau dikatakan demikian ya nggak apa-apa,” tegas Djoko Kirmanto.



Hampir Rp 5 T

Dalam rapat dengar pendapar tersebut juga terungkap bahwa hingga Oktober 2008 lalu, Lapindo Brantas telah mengeluarkan anggaran mencapai Rp 4,855 triliun. Menurut General Manager Lapindo Brantas, Inc., Imam P Agustino, biaya tersebut untuk upaya penanggulangan semburan lumpur, penanganan lumpur permukaan dan penanganan sosial.

Khusus penanganan masalah sosial, hingga 12 Desember 2008 Lapindo Brantas telah merealisasikan pembayaran/pembelian tanah warga, dengan rincian pembayaran 20 persen telah selesai semuanya, yakni sebanyak 12.865 berkas dengan nilai Rp 718,28 miliar. Sedangkan pembayaran 80 persen telah dilakukan pada 2.356 berkas dengan nilai Rp 419,404 miliar.

Imam Agustino menambahkan, sesuai dengan Perpres 14/2007 khususnya pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Lapindo Brantas membeli tanah & bangunan warga korban terdampak lumpur dengan pembayaran secara bertahap melalui akta jual beli (AJB) dengan menyertakan bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah yang disahkan oleh pemerintah.

Dengan dasar tersebut, Lapindo Brantas melaksanakan transaksi Akta Jual beli untuk berkas yang bisa ditransaksikan sebanyak 8.157 berkas, dengan rincian warga yg melakukan pembelian rumah di KNV sebanyak 2.303 berkas. Sedangkan 5.813 berkas menyetujui dengan mekanisme cash bertahap yang ditandatangani melalui kesepakatan 3 Desember 2008, dengan ketentuan diangsur Rp 30 juta/bulan/berkas , ditambah bantuan uang kontrak sebesar Rp. 2,5 juta/KK.

Di sisi lain, berkas warga yang tidak dapat dilakukan AJB sebanyak 4.729 berkas. Untuk berkas ini, Lapindo Brantas/PT Minarak Lapindo Jaya telah melakukan kesepakatan mekanisne cash & resettlement dengan warga pada 25 Juni 2008.

”Kami juga mengacu pada rekomendasi rapat paripurna DPR RI pada 19 Februari 2008. Dimana Lapindo menyiapkan pemukiman kembali/resettlement di kawasan Kahuripan Nirwana Village (KNV) berikut fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warga tersebut,” kata Imam Agustino.

Hingga saat ini, kelompok warga yang telah menyatakan keinginannya untuk mengambil skema cash & resettlement dengan melakukan penandatanganan perjanjian sebanyak 1.835 berkas. Di samping itu, sebanyak 2.832 berkas lainnya juga menyatakan berminat mengikuti skema tersebut, meski belum melakukan penandatanganan. (*)

Cash and Resetllement Solusi Non-Sertifikat

Cash and Resetllement Solusi Non-Sertifikat
Ditulis Oleh dad
Selasa, 16 Desember 2008

Sidoarjo- PT. Minarak Lapindo Jaya (MLJ) tetap berpegang tidak bisa melakukan pembayaran secara cash and carry bagi aset non sertifikat, Jalan tengahnya adalah pembayaran dengan skema cash and resettlement.

Alasan MLJ tidak dapat merealisasikan pembayaran secara cash and carry berkas non sertifikat yakni letter C dan pethok D dikarenakan tidak bisa di AJB kan (Akta Jual Beli) sesuai yang sudah tertuang dalam perpres 14/2007.

“Kita bisa membayar secara cash and carry bagi berkas yang bisa di AJB kan,” pungkas Andi Darussalam Tabusalla, Vice President Minarak MLJ.(16-12-2008)

Meski demikian MLJ tetap membuka bagi warga yang memiliki aset non sertifikat untuk menerima skema pembayaran secara cash and resettlement. Luas tanah warga akan diganti dengan luas tanah dilahan yang baru sedangkan jika ada sisa maka akan dikembalikan secara tunai.

“Cash and Resetllement merupakan jalan tengah antara cash and carry dan Resetlllement, dan ini adalah solusi untuk berkas non-sertifikat,” terangnya.

Sampai saat ini warga yang sudah menerima pembayaran dengan cash and resettlement sebanyak 1.381 dengan nilai 573.617.523.000. Sedangkan pembayaran secara cash and carry, sampai 15 Desember 2008 mencapai 2495 bidang.

Hari ini (Selasa, 16-12-2008) tengah dilakukan pembayaran secra cash and carry bagi warga yang bukti kepemlikannya sertifikat di gedung ex BTPN Sidoarjo sebanyak 82 bidang dengan nilai Rp. 9.567.200.000.

“Kita tetap pegang komitmen untuk menyelesaikan permasalahan sosial sesuai dengan arahan perpres 14-2007,” Ujar Andi.

05 Desember 2008

Tiga Ribu Korban Lapindo akan Datangi Jakarta Pasca Idul Adha

Tiga Ribu Korban Lapindo akan Datangi Jakarta Pasca Idul Adha
Nograhany Widhi K - detikNews

Jakarta - Jika ganti rugi 80 persen tunai tak dikabulkan pemerintah, warga korban lumpur Lapindo akan membawa massa yang lebih besar. Setidaknya 3 ribu warga akan datang ke Jakarta setelah Idul Adha.

"Kita akan mendatangkan massa 3 ribu lagi dari Sidoarjo setelah Lebaran," ujar salah satu koordinator yang juga warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) I, Sumitro, kepada detikcom, Jumat (5/12/2008).

Cara itu, imbuh dia, akan dilakukan jika permintaan mereka untuk pembayaran ganti rugi 80 persen tidak dilakukan secara tunai.

"Kita menolak dicicil Rp 30 juta per bulan yang kemarin telah disepakati. Kita minta pemerintah mencari cara lain yang bijaksana," pinta dia.

Hari ini selain istighotsah di depan Istana Negara, imbuh dia, para korban akan melakukan salat Jumat berjaamaah di Masjid Istiqlal. Jumlah massa 80 orang.

"Sebagian juga mulai pulang untuk koordinasi lagi setelah Lebaran," kata dia.

Sumitro dkk merupakan salah satu faksi korban lumpur Lapindo. Mereka menolak kesepakatan terakhir antara Lapindo dan korban yang digelar di gedung Setneg pada Rabu malam. Sedangkan faksi lainnya setuju pada negosiasi baru itu. Selama di Jakarta, Sumitro dkk menginap di kantor Kontras, tak jauh dari Jl Diponegoro.(nwk/nrl)

Korban Lumpur Lapindo Zikir di Depan Istana

Korban Lumpur Lapindo Zikir di Depan Istana

Jakarta - Puluhan warga korban lumpur Lapindo, yang menuntut pembayaran sisa ganti rugi sebesar 80 persen dibayar tunai, menyambangi Istana Negara. Dengan dipimpin oleh seorang kiai, mereka menggelar zikir dan tahlil.

Warga yang menamakan diri Gerakan Pendukung Keputusan Presiden No 14/2007 (Gepres) tersebut tiba di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2008), sekitar pukul 09.30 WIB.

Mereka merupakan perwakilan dari lima desa di Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), yang menjadi korban lumpur Lapindo yakni Kedung Bendo, Ketapang, Siring, Jati Rejo, Reno Kenongo.

KH Abdul Fatah selaku koordinator Gerpres mengatakan, warga lima desa itu mendesak sisa ganti rugi diberikan sesuai dengan Keppres, yakni secara tunai. Mereka takut terjadi ingkar janji apabila ganti rugi tersebut dicicil, seperti yang sudah disepakati oleh PT Minarak Lapindo Jaya dengan Tim 16.

"Kalau SBY tidak menjadi presiden lagi, siapa yang bertanggung jawab? Mengingat warga kami ini ada yang bersertifikat ada yang tidak," kata Fatah.

Fatah mencium adanya permainan dalam kesepakatan antara Tim 16 dan Minarak. Sebab, saat negosiasi keduanya berlangsung, pihaknya tidak diikutkan.

"Waktu pertemuan, kami tidak dihubungi oleh Menteri PU, padahal Menteri PU tahu kami ada di sini," jelasnya.

Menurut Fatah, bila dalam seminggu ini tuntutan mereka tidak dipenuhi, maka pihaknya akan mendatangkan sekitar 3.000 orang ke Jakarta.

Aksi warga ini berjalan sekitar 1 jam. Mereka meninggalkan jalan di depan Istana pukul 10.30 WIB.(irw/nrl)

Korban Lapindo Diimbau Terima Ganti Rugi Dibayar Bertahap

Korban Lapindo Diimbau Terima Ganti Rugi Dibayar Bertahap

Jakarta - Ganti rugi yang dicicil Rp 30 juta per bulan menjadi kesepakatan PT Minarak Lapindo Jaya dengan warga Perumtas Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim). Namun, pemerintah akan memberlakukan hasil kesepakatan itu kepada semua warga korban lumpur Lapindo.

"Semuanya akan diberlakukan sama. Dan kita imbau agar masyarakat tidak menolak," ujar Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto.

Hal itu disampaikan dia usai mengikuti peringatan Hari Penyandang Cacat Internasional di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2008).

Menurut Djoko, tidak ada lagi negosiasi baik dengan pemerintah maupun Minarak untuk menentukan besaran cicilan yang diberikan.

"Itulah maksimalnya. Tidak ada lagi negosiasi. Ini sudah habis-habisan," jelasnya.

Djoko menambahkan, pihak Lapindo mengakui bahwa kondisi keuangan mereka saat ini memang sedang krisis.

"Memang mereka sudah buka kartu dan inilah kemampuan mereka," pungkasnya.

Seperti diketahui, perwakilan warga Perumtas (Tim 16) sepakat dengan pembayaran sisa 80 persen ganti rugi dengan Minarak. Minarak akan mencicil ganti rugi itu Rp 30 juta per bulan dan memberikan uang kontrak rumah Rp 2,5 kepada warga. Kesepatakan ini ditolak oleh korban lumpur Lapindo di luar warga Perumtas. Mereka menuntut ganti rugi itu dibayar tunai sesuai denan Keputusan Presiden No 14/2007.(irw/nrl)

Tidak Puas, Korban Lapindo 'Faksi' GPPP Akan Datangi Istana

Tidak Puas, Korban Lapindo 'Faksi' GPPP Akan Datangi Istana

Jakarta - Korban Lapindo yang beraksi di Jakarta terpecah menjadi dua faksi. Faksi pertama adalah Tim 16 yang menyetujui negosiasi baru di gedung Setneg semalam. Sedang faksi kedua dikenal sebagai Gerakan Pendukung Peraturan Presiden (GPPP), yang meminta suaka ke Kedubes Belanda.

Faksi GPPP yang tersisa 85 orang mengaku tidak menyetujui kesepakatan baru yang dilansir semalam. Mereka akan melanjutkan aksi demo di depan Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, hari ini.

"Kami tidak puas dengan hasil pertemuan kemarin. Oleh karenanya kami akan melanjutkan perjuangan kami dengan berdemonstrasi di depan Istana," ujar salah satu korban Lapindo dari GPPP, Sumitro, pada detikcom, Kamis (4/12/2008).

Sumitro dkk merupakan warga dari empat desa yakni Desa Jatirejo, Siring, Reno Kenongo dan Kedung Bendo, Sidoarjo, Jatim. Mereka tidak menyetujui keputusan PT Minarak Lapindo Jaya yang membayar mereka dengan cara mencicil sebesar Rp 30 juta per bulan dan uang sewa rumah Rp 2,5 juta/tahun.

Sumitro mengatakan, jika PT Minarak Lapindo memutuskan cara tersebut, maka pemerintah harus membayar lunas sisa 80 persen pembayaran ganti rugi tersebut.

"Pemerintah yang harus bayar lunas. Dan sebagai gantinya, PT Minarak Lapindo Jaya yang harus mencicil kepada pemerintah," katanya.

Pembayaran sisa 80 persen ganti rugi dengan cara diangsur, dikhawatirkan Sumitro, uang tidak akan diterima secara utuh oleh korban Lapindo, sehingga warga tidak akan mampu membangun kembali rumahnya yang telah tenggelam.

Sumitro menuturkan, meskipun pemerintah sudah menetapkan sanksi yang tegas apabila PT Minarak Lapindo Jaya tidak menepati janjinya namun pada kenyataannya janji itu hanya teori semata.

"Dulu juga dikenakan sanksi denda sebesar Rp 10.000 per hari jika telat bayar. Namun hingga berbulan-bulan mereka tidak bayar, denda itu tidak ada implementasinya. Ini dipastikan akan menimbulkan gejolak," ujarnya.

Selama di Jakarta, Sumitro dkk menginap di kantor Kontras, tak jauh dari Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. Sedangkan massa Tim 16 yang jumlahnya lebih 1.000 orang menginap di Masjid Istiqlal dan selama 2 hari berdemo di depan Istana Presiden. (mei/nrl)

Kejagung Tetapkan Kasus Lapindo Masih P19

Kejagung Tetapkan Kasus Lapindo Masih P19
Novia Chandra Dewi - detikNews

Jakarta - Kejaksaan Agung tetapkan kasus Lapindo masih dalam tahap P19. Sehingga kasus tersebut masih berada di tingkat kepolisian.

"Mengenai Lapindo, kami sudah menjelaskan sekarang perkaranya masih dalam tahap P19. Berarti ada di tingkat kepolisian," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di SMAN 3 Jakarta, Jl Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Ritonga menjelaskan, mengenai tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak lumpur lapindo merupakan sisi lain dari penyelesaian perkara pidana lapindo.

"Secara umum terbuka pun sudah saya katakan kelemahannya disini, kita akan lengkapi," jelas Ritonga.

Kelemahannya itu menurut Ritonga belum adanya penjelasan rinci mengenai penyelesaian kasus Lapindo.

"Kelemahan itulah yang pada waktu rapat kerja kejaksaan nanti akan dibahas. Ke depan akan kita pecahkan," imbuhnya.

Apakah ini berarti tugas polisi untuk mencari pendapat ahli dan hal lainnya? "Iya dong" pungkasnya.

Jakarta - Kejaksaan Agung tetapkan kasus Lapindo masih dalam tahap P19. Sehingga kasus tersebut masih berada di tingkat kepolisian.

"Mengenai Lapindo, kami sudah menjelaskan sekarang perkaranya masih dalam tahap P19. Berarti ada di tingkat kepolisian," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di SMAN 3 Jakarta, Jl Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Ritonga menjelaskan, mengenai tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak lumpur lapindo merupakan sisi lain dari penyelesaian perkara pidana lapindo.

"Secara umum terbuka pun sudah saya katakan kelemahannya disini, kita akan lengkapi," jelas Ritonga.

Kelemahannya itu menurut Ritonga belum adanya penjelasan rinci mengenai penyelesaian kasus Lapindo.

"Kelemahan itulah yang pada waktu rapat kerja kejaksaan nanti akan dibahas. Ke depan akan kita pecahkan," imbuhnya.

Apakah ini berarti tugas polisi untuk mencari pendapat ahli dan hal lainnya? "Iya dong" pungkasnya.

Jakarta - Kejaksaan Agung tetapkan kasus Lapindo masih dalam tahap P19. Sehingga kasus tersebut masih berada di tingkat kepolisian.

"Mengenai Lapindo, kami sudah menjelaskan sekarang perkaranya masih dalam tahap P19. Berarti ada di tingkat kepolisian," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di SMAN 3 Jakarta, Jl Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Ritonga menjelaskan, mengenai tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak lumpur lapindo merupakan sisi lain dari penyelesaian perkara pidana lapindo.

"Secara umum terbuka pun sudah saya katakan kelemahannya disini, kita akan lengkapi," jelas Ritonga.

Kelemahannya itu menurut Ritonga belum adanya penjelasan rinci mengenai penyelesaian kasus Lapindo.

"Kelemahan itulah yang pada waktu rapat kerja kejaksaan nanti akan dibahas. Ke depan akan kita pecahkan," imbuhnya.

Apakah ini berarti tugas polisi untuk mencari pendapat ahli dan hal lainnya? "Iya dong" pungkasnya.

Korban Lapindo Sepakat Ganti Rugi Dibayar Nyicil

Korban Lapindo Sepakat Ganti Rugi Dibayar Nyicil

Jakarta - Akhirnya PT Minarak Lapindo Jaya mencapai kesepakatan dengan warga korban luapan lumpur Lapindo, khususnya warga Perumtas Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) untuk membayar kekurangan 80 persen ganti rugi secara bertahap. Mereka dibayar Rp 30 juta setiap tahapnya dan disesuaikan dengan jatuh tempo masing-masing.

"80 persen disepakati pembayaran secara bertahap. Begitu jatuh tempo pembayaran pertama 30 juta sampai selesai," ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

Hal tersebut disampaikan Djoko saat jumpa pers usai menggelar pertemuan dengan korban Lapindo, PT Minarak Lapindo Jaya dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)di Istana Negara, Jl. Medan Merdeka Barat, Rabu (3/12/2008).

Menurut Djoko, kesepakatan membayar dengan cara menyicil ini lantaran pihak Lapindo Brantas tidak bisa bayar sepenuhnya akibat goncangan krisis yang juga berimbas pada keuangan PT Minarak Lapindo Jaya. Dia menambahkan, jatuh tempo dari masing-masing korban Lapindo berbeda-beda, ada yang jatuh temponya pada Desember 2008, Januari 2009, Maret 2009, dan April 2009.

Dia menambahkan setelah disepakatinya pembayaran secara bertahap ini semua pihak harus menyepakatinya termasuk korban lapindo. Sementara itu, pihak korban lapindo dan ketua Tim 16 yang membawahi 4.000 Kepala Keluarga, Koes Sulassono mengatakan pihaknya menerima usulan tersebut setelah melalui proses negosiasi yang sangat alot.

"Kami sudah komunikasi dengan baik dan kami memaklumi karena saat ini kondisi krisis, jadi tidak bisa dibayar secara tunai," ujarnya. (anw/mei)

Jika Ingkari Janji, PT Lapindo Akan Dikenai Sanksi

Jika Ingkari Janji, PT Lapindo Akan Dikenai Sanksi

Jakarta - Korban luapan lumpur Lapindo dari Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera
(Perumtas) Sidoarjo akhirnya menyetujui pembayaran ganti rugi dilakukan secara nyicil perbulan Rp 30 juta. Jika PT Lapindo Brantas tidak menepati janji, sanksi siap diberikan.

"Itu kan sudah ada perjanjian di atas materai, jadi kita semua harus disiplin" ujar Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (3/12/2008).

Namun Djoko tidak menjelaskan secara rinci sanksi yang diberikan. "Di
situ ada sanksi, harus mau diproses secara hukum, itu bunyinya," ujarnya.

Sekitar 5 orang korban lumpur Lapindo dari Tim 16 telah melakukan negosiasi
dengan BPLS dan PT Lapindo Barantas. Setelah melalui proses alot, akhirnya disepakati pembayaran dilakukan secara bertahap Rp 30 juta tiap bulannya.

Ketua TIM 16, Koes Sulassono yakin, warga Perumtas Sidoarjo sepakat dengan hasil negosiasi tersebut. Namun dirinya tidak menjamin, korban lumpur Lapindo lainnya tidak akan kembali ke Jakarta.

"Kami tidak bisa menjamin mereka tidak akan lagi ke Jakarta, ujar Koes saat
dihubungi via telepon.(anw/irw)

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Rabu, 03/12/2008 17:05 WIB
Jakarta - Kemarahan warga korban lumpur Lapindo tampaknya sudah mencapai puncaknya. Karena berbagai upaya mereka tidak mempan, mereka mengancam menduduki Bandara Juanda, Surabaya, dan menutup jalur Porong.

"Rencananya akan kita gerakkan ke Bandara Juanda dan penutupan jalur Porong. Massa kita dari empat desa berjumlah ribuan," ujar Sumitro, salah seorang koordinator warga korban Lapindo yang menduduki Kedubes Kerajaan Belanda di JL HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (3/12/2008).

Menurut Sumitro, hal itu mereka lakukan untuk mendesak pemerintah agar bersungguh-sungguh menangani persoalan korban lumpur Lapindo. "Karena kalau nggak gitu pemerintah nggak sungguh-sugguh, harus menunggu marahnya korban Lapindo yang sudah menderita ini," katanya.

Sumitro mengungkapkan, saat ini massa di Porong, Sidoarjo, sudah diorganisir. Pihaknya telah mengirim pulang 5 orang koordinator lapangan yang kemarin ikut ke Jakarta. "Korlap di Porong sudah siap," tandasnya.

Jalur Porong merupakan salah satu jalur transportasi utama di Jawa Timur. Jika jalur ini ditutup, maka aktivitas perekonomian di Jatim akan terganggu.

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Rabu, 03/12/2008 17:05 WIB
Jakarta - Kemarahan warga korban lumpur Lapindo tampaknya sudah mencapai puncaknya. Karena berbagai upaya mereka tidak mempan, mereka mengancam menduduki Bandara Juanda, Surabaya, dan menutup jalur Porong.

"Rencananya akan kita gerakkan ke Bandara Juanda dan penutupan jalur Porong. Massa kita dari empat desa berjumlah ribuan," ujar Sumitro, salah seorang koordinator warga korban Lapindo yang menduduki Kedubes Kerajaan Belanda di JL HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (3/12/2008).

Menurut Sumitro, hal itu mereka lakukan untuk mendesak pemerintah agar bersungguh-sungguh menangani persoalan korban lumpur Lapindo. "Karena kalau nggak gitu pemerintah nggak sungguh-sugguh, harus menunggu marahnya korban Lapindo yang sudah menderita ini," katanya.

Sumitro mengungkapkan, saat ini massa di Porong, Sidoarjo, sudah diorganisir. Pihaknya telah mengirim pulang 5 orang koordinator lapangan yang kemarin ikut ke Jakarta. "Korlap di Porong sudah siap," tandasnya.

Jalur Porong merupakan salah satu jalur transportasi utama di Jawa Timur. Jika jalur ini ditutup, maka aktivitas perekonomian di Jatim akan terganggu.

22 November 2008

Seminggu, 2 Plengsengan Ambrol, Berumur Setahun dan Baru Disidak

Seminggu, 2 Plengsengan Ambrol, Berumur Setahun dan Baru Disidak

Saturday, 22 November 2008
SIDOARJO-SURYA-Pembangunan plengsengan di Kabupaten Sidoarjo terkesan main-main. Dalam waktu sepekan ada dua proyek plengsengan ambrol. Yakni plengsengan Desa Durung Bedug, Kecamatan Candi dan plengsengan sungai Desa Boro, Kecamatan Tangulangin. Plengsengan Durung Bedug didanai APBD senilai Rp 1 miliar itu dikerjakan PT Semangat Joyoboyo dengan konsultan pengawas CV Mitra Academia Engineering sudah tidak beberupa lagi. Batu sungai yang dipakai sebagai bahan material tenggelam sepanjang 10 meter. Padahal sebulan sebelum ambrol, proyek itu sempat diinspeksi Ketua DPRD Sidoarjo Arly Fauzi.

Dari informasi yang diperoleh di lapangan, plengsengan itu ambrol diduga pondasinya kurang dalam. Bahkan warga meyakini pondasi tidak diberi penyangga (trucuk) supaya tanah di bagian bawah tidak bergerak. “Seingat saya pondasi plengsengan tidak dipasangi gedhek untuk menahan tanah,” ungkap Huda warga Durung Bedug, Jumat (21/11).

Berbeda dengan plengsengan Desa Boro, ambrolnya sepanjang lima meter. Proyek itu baru berusia setahun. Menariknya lagi bangunan yang ambrol tepat berada di belakang toko milik Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo Sungkono.

Dari pantauan Surya, sekilas plengsengan berdiri kokoh lantaran menggunakan material batu kali. Namun setelah dicermati plengesengan yang baru dibangun dengan ketinggian satu meter itu ternyata bertumpu pada bangunan lama yang sudah mulai rapuh. “Sudah seminggu plengsengan Boro ambrol. Sampai sekarang dibiarkan tidak terurus,” tutur Ahyat, salah seorang warga saat mengamati plengsengan itu.

Ambrolnya plengsengan Boro dibenarkan anggota dewan Sungkono. Menurutnya hal itu akibat pengerukan sungai yang mengakibatkan posisi bantalan plengsengan menggantung. “Karena tidak kuat menahan konstruksi akhirnya ambrol,” ucapnya.

Atas ambrolnya dua plengsengan itu, pihak PU Bina Marga mengaku masih belum mengetahuinya. Untuk plengsengan Boro, Humas PU Pengairan Saiful Hosen berjanji akan mengecek ke lokasi.
Sedangkan Kadis PU Bina Marga Bambang Joelianto menjelaskan proyek plengsengan Desa Durung Bedug belum diserahkan ke Pemkab sehingga harus diperbaiki pihak kontraktor.

“Posisi tanah di bagian timur kan lebih rendah dari pada bagian yang di plengseng. Begitu tanah turun. Otomatis plengsengan bagian atas ikut turun dan pondasinya masih stabil,” ujarnya. mif


Sementara Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo Tito Pradopo sempat tidak percaya jika baru setahun dibangun sudah ambrol. “Dalam waktu dekat akan kami cek karena uang yang dipakai membangun adalah dana APBD,” jelasnya. mif

BI Waspadai Kondisi Perbankan

BI Waspadai Kondisi Perbankan
Bank Century diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Boediono mengatakan pengambilalihan PT Bank Century Tbk oleh Lembaga Penjamin Simpanan demi meningkatkan kualitas pelayanan serta ketahanan bank.

Boediono juga menegaskan, secara umum kondisi perbankan nasional cukup mantap dan stabil. "Meski begitu, Bank Indonesia akan terus waspada dengan memonitor perbankan di Tanah Air," ujarnya saat menjelaskan perihal pengambilalihan Century kemarin.

Pemerintah dan Bank Indonesia melalui Lembaga Penjamin Simpanan kemarin mengambil alih Century. Keputusan ini dibuat setelah Kamis pekan lalu Century mengalami gagal kliring karena kesulitan likuiditas.

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Rudjito menambahkan, seluruh awak manajemen lama telah diganti dengan manajemen baru. "Kami taruh bankir yang profesional dari bank ternama, Maryono (Group Head Jakarta Network Bank Mandiri), dibantu oleh beberapa rekan bankir dari bank yang sama," katanya.

Menghadapi keputusan itu, kantor pusat Bank Century di gedung Sentral, Senayan, Jakarta, kemarin terlihat sepi-sepi saja. Hanya ada beberapa orang nasabah yang datang. Namun, mereka pergi dengan tangan kosong karena tidak bisa mencairkan tabungan atau depositonya.

Walau demikian, Andriyani, salah satu nasabah, mengaku lebih tenang setelah Lembaga Penjamin mengambil alih Century. Ia mengatakan punya dua deposito di Century yang belum bisa dicairkan. Salah satunya jatuh tempo pada 19 November senilai US$ 25 ribu. "Jika sudah dijamin, saya masih mau menaruh duit di sini," ujarnya.

Di Bandung, kantor cabang Century juga ditutup sementara. "Kami meminta nasabah tidak panik. Ini bukan penutupan, hanya pengambilalihan," ucap Kepala Kantor Bank Indonesia Bandung. Century dipastikan beroperasi kembali pada Senin nanti.

Ketua Perhimpunan Bank-bank Nasional Swasta Sigit Pramono kemarin juga mengatakan persoalan likuiditas yang melilit Century belum tentu akan menghadang bank-bank menengah dan kecil lainnya. Ia menilai krisis finansial kali ini tak ubahnya sebuah seleksi alam bagi perbankan

Menurut Sigit, nasabah bank menengah dan kecil mestinya tetap tenang karena simpanan mereka hingga sejumlah Rp 2 miliar dijamin pemerintah.

Dia mengungkapkan pula, hingga September lalu indikator perbankan Indonesia masih sehat. Rasio kredit bermasalah bertengger di bawah lima persen, rasio kecukupan modal mencapai 17,26 persen, rasio pinjaman terhadap simpanan 77,7 persen, dana pihak ketiga Rp 1.603 triliun, dan kredit yang disalurkan Rp 1.246 triliun. "Jadi seharusnya perbankan kita bisa bertahan," tutur Sigit.

Felia Salim, Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk, juga tidak melihat ada pergerakan yang mengkhawatirkan di sistem perbankan. Ia hanya mengajak masyarakat supaya lebih mengenali banknya. "Ini sama seperti investasi, kita harus kenal betul banknya," kata dia. EFRI | GUNANTO | EKO NOPIANSYAH | HARUN | BUNGA | ALWAN | ROCHMI

Mencoba Jurus Pamungkas

Bank Century hanya bertahan sepekan setelah gagal kliring pada 13 November lalu. Melalui Lembaga Penjaminan Simpanan, pemerintah kemarin mengambil alih bank tersebut.

Dasar hukum pengambilalihan adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Dalam skema penyelamatan keuangan nasional, perpu ini baru dipakai ketika kondisi keuangan nasional memang sudah kritis.

Sebagai jurus pamungkas, perpu ini dirancang, antara lain, untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan solvabilitas (kecukupan modal) sebuah bank yang bisa berdampak sistemik. Artinya, jika tidak diatasi, kesulitan bank tersebut bisa merembet ke bank lain dan memicu lunturnya kepercayaan atas sistem keuangan nasional.

Berujung Buntung

Bank Century bukan pemain baru. Cikal-bakal bank ini, Bank CIC Internasional, berdiri pada 30 Mei 1989. Berawal dari bank umum, pada 2003 Bank CIC jadi bank devisa. Empat tahun kemudian, Bank CIC jadi bank publik dan mencatatkan sahamnya di bursa.

Oktober 2004, Bank Danpac dan Bank Pikko melebur ke Bank CIC, lalu bersalin nama jadi PT Bank Century Tbk. Setelah merger, total aset bank Rp 8,11 triliun, dengan rasio kecukupan modal 12,82 persen. Berikut ini babak akhir perjalanan Bank Century.

Maret 2008
Laporan keuangan Bank Century masih positif. Bank membukukan total aset Rp 14,74 triliun, dana pihak ketiga Rp 10,22 triliun, penyaluran kredit Rp 4,29 triliun, dan laba berjalan Rp 13,61 miliar.

13 November 2008
Bank Century mengalami gagal kliring. Manajemen mengklaim kegagalan bukan karena bank kesulitan likuiditas, melainkan terlambat menyetor dana syarat kliring (pre-fund) ke Bank Indonesia. Hari itu juga perdagangan saham Bank Century di bursa ditahan.

14 November 2008
Bank Century mengikuti kliring secara normal. Perdagangan sahamnya dibuka kembali. Tapi bank mengajukan pendanaan darurat ke pemerintah. Bank Indonesia mengawasi Bank Century lebih ketat.

16 November 2008
Grup Sinar Mas menyatakan akan mengambil alih 70 persen saham Bank Century. Nota kesepahaman diteken di Jakarta.

17 November 2008
Mendengar rencana akuisisi itu, Bursa Efek Indonesia menghentikan sementara perdagangan saham Bank Century dan Sinar Mas untuk mencegah perdagangan yang tidak wajar.

18 November 2008
Bursa Efek kembali memperdagangkan saham Bank Century dan Sinar Mas.

21 November 2008
Pemerintah mengambil alih Bank Century.

20 November 2008

Tanggul Cuma 'Dikanibal', Ancaman Jebol Masih Hantui Warga

Tanggul Cuma 'Dikanibal', Ancaman Jebol Masih Hantui Warga

Thursday, 20 November 2008
SIDOARJO-SURYA-Masyarakat Desa Glagah Arum dan sekitarnya masih dihantui dengan jebolnya tanggul di kolam penampungan air Reno Kenongo. Pasalnya, penutupan tanggul yang jebol dari hasil kanibal. Artinya tanggul jebol diurug dengan sirtu dari sisi tanggul di sebelah timur yang tidak terpakai. Akibatnya tanggul Reno Kenongo menjadi menipis tidak seperti sebelumnya yang lebarnya sekitar 10 meter.

Eskavator yang bekerja di tanggul Reno Kenongo kelihatan sibuk menutup air yang sudah mencapai bibir tanggul. Tinggi tanggul yang membentang dari selatan ke utara itu sekitar 1 meter dan lebarnya 2 meter. Tanggul baru yang dipakai menutup itu jika hujan terus menerus mengguyur Porong diperkirakan akan jebol lagi, karena debit air yang ada di dalam kolam penampungan sangat banyak.

Bahkan Selasa malam sempat ada perselisihan antara warga Glagah Arum dan sekitarnya dengan beberapa orang yang melarang pembangunan tanggul. Tenda yang dipakai warga yang melarang pembangunan tanggul dibongkar. Selain itu, tersebar informasi jika warga yang ada di sebelah timur Glagah Arum akan berkumpul di tanggul Reno Kenongo. Mereka merasa dirugikan karena daerahnya kemasukan air akibat jebolnya tanggul itu. Hingga siang kemarin, warga tidak ada yang datang ke tanggul.

Staf Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Akhmad Kusairi menjelaskan, ini murni kesalahan Lapindo. Karena sejak sepekan lalu sudah diingatkan agar membuang lumpur panas ke selatan supaya bisa mengalir ke Sungai Porong yang kini debitnya besar. Namun Lapindo justru membuang lumpur ke utara.
“Malah di dalam tanggul dipasang tujuh unit over flow dengan ukuran besar untuk pembuangan ke utara,” ujar Ari, sapaan akrab Akhmad Kusairi.mif

Rel KA Terendam 4 Jam Glagah Arum Terancam

Rel KA Terendam 4 Jam Glagah Arum Terancam

Wednesday, 19 November 2008
SIDOARJO-SURYA-Perjalanan kereta api (KA) dari Surabaya ke arah selatan terhambat selama empat jam, mulai pukul 20.05 WIB hingga 23.35 WIB, akibat rel di KM 32.500 - KM 33.500 tepatnya di daerah Siring, Porong, terendam air.
Saat itu KA barang yang berangkat dari Surabaya tidak bisa melanjutkan perjalanan. KA itu berhenti karena ketinggian air hingga 30 sentimeter dari rel. Sementara KA Pentaran jurusan Blitar-Surabaya harus menunggu di Stasiun Bangil, Pasuruan.

“Mesin KA barang langsung dimatikan untuk menghindari dinamo yang ada di bawah KA terbakar. Kalau dipaksakan berjalan akibatnya bisa fatal,” ujar Humas PT KA Daop VIII Surabaya Sugeng Priyono di lokasi, Selasa (18/11).

Menurut Sugeng, rel KA yang tergenang air itu sepanjang satu kilometer. Di sisi timur rel terendam akibat luberan dari Jl Raya Porong yang sebelumnya ditinggikan 60 cm. Di sisi barat, akibat luapan air dari tanggul Siring. Jalur KA itu layaknya sungai yang sedang menampung air hujan. “Kalau begini terus paling enak ya diingoni lele,” guraunya.

Dijelaskan Sugeng, sebelum Lebaran lalu, PT KA sudah mengajukan ke Dirjen Perkeretaapian agar posisi rel ditinggikan satu meter. Tujuannya untuk mengimbangi Jl Raya Porong. Namun hingga kini usulan itu masih belum ada realisasinya. “KA tidak bisa tergantung cuaca. Kalau hujan berhenti. Pelayanan harus berjalan supaya masyarakat yang menggujakan jasa KA tidak kecewa,” ungkapnya.

Berdasarkan pantauan Surya, air yang menggenangi rel KA sudah sedikit berkurang dibanding, Senin malam. Air masih tampak di bagian tengah, sisi kiri dan kanan bantalan rel. Meski demikian, KA masih bisa berjalan tapi tidak bisa dengan kecepatan tinggi. “Kecepatan rata-rata 5-10 km/jam. Kondisi tanah sini (Siring) kan labil. Takutnya bantalan rel ambles,” ujar Sugeng.

Di sisi lain, Desa Glagah Arum, Kecamatan Porong, kondisinya memprihatinkan. Desa itu terancam luberan air kolam penampungan Reno Kenongo yang sudah melewati tanggul. Bahkan kini sudah mengalir ke permukiman. Jalur alternatif Surabaya-Malang yang melewati Glagah Arum pun, juga terancam putus.

Air yang sudah meluap ke pekarangan warga Glagah Arum RT 01 warnanya kecokelatan karena bercampur gerusan sirtu. “Kalau sampai terus begini (tidak ditanggulangi) Glagah Arum akan ikut terendam seperti Reno Kenongo,” tutur Majid, salah seorang warga saat ditemui di tanggul Reno Kenongo.

Menurut Majid, air yang sudah mengalir ke Glagah Arum tidak bisa lagi mengalir ke sungai Reno Kenongo. “Jalan satu-satunya agar air tidak sampai meluap harus segera ditanggul. Kalau tidak, Glagah arum kukut (habis) bahkan jalur alternatif juga akan terputus akibat genangan air dan lumpur,” ujarnya.

Dijelaskan Majid, meluapnya air ke Glagah Arum sangat ironis, karena PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) sendiri yang tidak konsekwen terhadap pembayaran warga Reno Kenongo sebesar 20 persen. “Jika sudah dibayar, air tidak akan meluap. Ya yang menanggung risikonya masyarakat kecil. Lapindo hanya melihat saja,” terang Majid sambil menggelengkan kepala. mif

Dampak Pengalihan Aliran Lumpur

MELUBERNYA air tanggul Reno Kenongo ke Glagah Arum merupakan dampak pengaliran lumpur ke sisi utara. Akibatnya aliran air terkonsentrasi mencari lokasi yang lebih rendah. Salah satunya menuju kolam penampungan Reno Kenongo.

Penjelasan ini disampaikan Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Ahmad Zulkarnaen. Ia mengungkapkan pengaliran lumpur ke arah utara oleh PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) itu dilaksanakan pada pekan kemarin.

“Tanggul cincin harus ditinggikan dan aliran lumpur dibuang ke selatan,” jelasnya.
Meski di titik 42 sudah disiapkan mesin penyedot sebanyak sembilan unit, namun tidak akan mampu menopang air yang demikian banyak. Karena air dan Lumpur yang keluar dari semburan utama cukup banyak ditambah dengan debit air hujan.

“Terlebih penting lagi PT MLJ harus menyelesaikan pembayaran 20 persen supaya proses penanggulan bisa berjalan,” tegas Zulkarnaen. mif

Tanggul Renokenongo Tidak Mampu Tampung Air Lumpur

Tanggul Renokenongo Tidak Mampu Tampung Air Lumpur
Ditulis Oleh dad
Rabu, 19 November 2008

Sidoarjo – Tanggul yang tengah digarap BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) di Desa Renokenongo tidak mampu menahan air hujan akibatnya genangan air dari kolam Renokenongo meluber ke kawasan Glagaharum.

Penyebab melubernya air ke kawasan Desa Glagah arum karena tanggul yang digarap BPLS belum tuntas karena adanya hadangan warga Desa Renokenongo yang masih tinggal di Pasar Baru Porong meminta menghentikan upaya penanggulan.

“Gimana lagi, warga meminta agar upaya penanggulan dihentikan,” terang Achmad Zulkarnaen, Humas BPLS.

Air dari kolam penampungan di Desa Renokenongo mengalir deras di dua titik, dan salah satunya menyebabkan tanggul longsor, air sudah memasuki kawasan kampong Risen Desa Glagah arum.

Sebagaian warga Desa Glagaharum mengemasi barang-barangnya untuk evakuasi karena mereka takut kawasan mereka terkena dampak lumpur bilamana tanggul terluar jebol.

“yang menggenangi sekarang airnya, pasti tidak lama lagi lumpurnya,” Pungkas Solikin warga Desa Glagaharum.

Dari pantauan lapangan, tinggi air di kolam reno menyamai tinggi permukaan di sepanjang tanggul.

Untuk mengatasi volume air yang tinggi di kolam penampungan Lumpur di Renokenongo, BPLS mengupayakan mengerahkan 6 unit pompa untuk menyedot air.

“Kita upayakan penyedotan air secara maksimal, agar air bisa berkurang signifikan dan tidak merusak tanggul yang kini masih berhenti penggarapannya,” ujar Izul sapaan Achmad Zulkarnaen.

Pemilik KPR Mulai Terkena Dampak Krisis Ekonomi

Pemilik KPR Mulai Terkena Dampak Krisis Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta: Bank Indonesia beberapa waktu lalu menaikkan suku bunga Bank Indonesia 9,5 persen. Keputusan ini diambil untuk menahan rupiah karena krisis keuangan global. Namun kebijakan ini bukan tanpa risiko karena perbankan juga mulai menyesuaikan bunga kredit, seperti kredit pemilikan rumah dan kredit usaha mikro.

Pada akhirnya beban masyarakat makin berat. Rinto, salah seorang warga yang tinggal di kawasan Depok, Jawa Barat, misalnya. Ia kini harus menghitung ulang pengeluaran yang dirasa tambah besar. Tahun pertama ia dijanjikan bunga kreditnya tetap. Namun tahun ini ia cukup kaget ketika penyesuaian bunga yang harus dibayar pada cicilan ke depan cukup besar.

Perbankan memang tidak bisa berbuat banyak ketika BI menaikkan SBI. Sebagai dampaknya, perbankan juga harus menyesuaikan bunga kredit. Bila tidak, perbankan akan rugi karena suku bunga deposito juga ikut naik.

Inilah dampak krisis keuangan global yang mulai menyentuh kehidupan masyarakat. Bukan hanya bunga KPR yang terus naik, kredit usaha seperti usaha kecil juga melonjak. Tentu ini mempersempit ruang gerak usaha kecil. Bagi perbankan, potensi gagal bayar akan makin besar karena kenaikan bunga kredit tidak diikuti kenaikan penghasilan masyarakat.(YNI/Ido Sitompul dan Eko Purwanto)

17 November 2008

Korban Lumpur Lapindo Bertemu Menteri PU Selasa

Korban Lumpur Lapindo Bertemu Menteri PU Selasa
Shohib Masykur - detikNews

Jakarta - Setelah menunggu cukup lama, akhirnya warga korban lumpur Lapindo akan bertemu Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Djoko akan menemui mereka Selasa besok pukul 20.00 WIB.

"Bapak Ibu akan diterima Bapak Menteri PU hari selasa besok pukul 20.00 WIB, di kantor beliau di Jl Pattimura, Jakarta. Bapak Ibu akan ketemu langsung dengan beliau," ujar komisioner Komnas HAM Makbul Supriyadhie saat menemui perwakilan dari warga korban Lapindo dan perwakilan pemerintah di Kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/11/2008).

Warga pun menyanggupi waktu yang telah ditentukan itu. Hanya saja mereka meminta agar Komnas HAM diikutkan dalam pertemuan tersebut.

"Kami sepakat. Namun kami meminta agar Menteri PU juga mengundang Komnas HAM. Kami ingin didampingi," ujar Paring Waluyo yang mendampingi warga.

Selain itu mereka juga meminta agar pertemuan itu sedapat mungkin dihadiri oleh Menteri Sosial dan Badan Pertanahan Nasional. Warga tidak mau jika nantinya dalam pertemuan itu Menteri PU hanya melempar tanggung jawab ke Mensos jika Mensos tidak hadir. Selain itu jika terdapat persoalan yang berkaitan dengan pengurusan tanah supaya langsung terjelaskan dengan hadirnya BPN.

Jika memang dalam pertemuan malam besok Mensos maupun BPN berhalangan hadir, warga meminta agar dijadwalkan ulang pertemuan berikutnya di mana mereka semua bisa hadir. Warga bersedia menunggu meski telah terkatung-katung di Ibu Kota selama seminggu.

15 November 2008

Mulai Minggu Depan, Lumpur Dialirkan ke Kali Porong Lagi

Mulai Minggu Depan, Lumpur Dialirkan ke Kali Porong Lagi

suarasurabaya.net| Setelah sempat mengalami fase kritis selama hampir sebulan lamanya, proyek pengerjaan tanggul cincin di pusat semburan kini memasuki tahap normal. Namun penurunan tanah yang signifikan membuat kontraktor proyek harus mengejar elevasi tanggul cincin sampai 17 meter dari 15 meter yang kini ada.

Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (Bapel BPLS) menginstruksikan PT. Minarak Lapindo Jaya selaku penanggungjawab proyek di wilayah terdampak lumpur untuk meninggikan elevasi tanggul cincin dan mengalirkan lumpur ke Selatan mulai minggu depan.

Menurut ACHMAD ZULKARNAIN Humas Bapel BPLS, setelah bulan puasa lalu, proyek pengerjaan tanggul lumpur sempat terkendala krisis finansial. Pasokan sirtu yang biasanya mencapai 200 rit, merosot menjadi 30 rit saja perharinya. Ini membuat tanggul-tanggul mengalami kondisi kritis. Akibatnya, terpaksa sejumlah tanggul yang dinilai kuat, dikanibal untuk memperkuat tanggul-tanggul yang rawan.

Kondisi yang berlangsung hampir sebulan ini membuat proyek pengerjaan tanggul sempat ‘kalah’ dengan penurunan tanah yang ada di tanggul cincin. “Pernah tanggul cincin turun elevasinya menjadi 12 meter dari yang biasanya 17 meter. Ini membuat lumpur mengalir ke Utara,” ujarnya.

Hal tersebut diperparah dengan turunnya hujan akhir-akhir ini dan blokade warga Renokenongo yang melarang pembangunan tanggul Reno untuk menahan lumpur agar tidak mengalir ke daerah Desa Kebo Guyang dan wilayah Timur Desa Renokenongo.

Minggu ini, kelas ZULKARNAIN, pasokan sirtu sudah normal dikisaran 200 rit perhari dan ditargetkan mulai minggu depan elevasi tanggul cincin bisa ditingkatkan ke angka semula yakni 17 meter. Ini akan membuat lumpur bisa lancar mengalir ke Selatan menuju Kali Porong untuk ditransportasikan ke laut.

Dengan pengalihan lumpur dari Utara ke Selatan, ujar ZULKARNAIN, maka pond Reno yang selama ini menampung limpahan lumpur ke Utara, akan dikeringkan dan difungsikan sebagai kolam penampung air hujan saja sekaligus pond lumpur cadangan.(edy)

Jalan Berliku Pertahankan Tanah Reno

Jalan Berliku Pertahankan Tanah Reno

suarasurabaya.net| Pandangan FATKUROHMAN menerawang jauh di sebuah bangunan yang telah terendam separuhnya. Dinding bangunan itu tak lagi utuh. Atapnya yang tertutup genting tanah coklat sudah raib entah kemana.

Bersama sekitar 10 pemuda desa Renokenongo, ia berganti giliran menggunakan sampan sederhana menyeberang ke rumahnya yang kini sudah berada di tengah danau air bercampur lumpur.

Setelah lebih dari 2,5 tahun bertahan, akhirnya pertahanan Desa Renokenongo itu jebol juga di awal Oktober lalu. Hantaman lumpur itu seakan palu godam kesekian kalinya yang diterima FATKUROHMAN dan 500 KK lainnya warga Reno. Selama ini mereka masih bertahan di Pasar Baru Porong dengan keteguhan tuntutan berbeda dengan lebih dari 90% korban lumpur lainnya.

Selama 2 tahun keukeh dengan pendirian itu, akhirnya sikap rakyat RENO di bawah pimpinan SUNARTO itu luluh juga. Medio 2008, mereka akhirnya menerima skema ganti rugi 20-80 yang ditawarkan Minarak Lapindo Jaya.

Prosedur perjanjian ikatan jual beli (PIJB)pun dijalankan, dan dijanjikan dalam 2 bulan aka nada realisasi. Namun hingga awal Nopember 2008, hanya tabungan tanpa isi yang mereka terima.

Pada momentum bersamaan, Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (Bapel BPLS) telah menyiapkan rancangan penanggulangan lumpur berupa pembangunan tanggul yang membelah Desa Renokenongo. Ini untuk menyelamatkan Desa Glagah Arum dan bagian Timur Desa Renokenongo, kata ACHMAD ZULKARNAIN Humas Bapel BPLS.

Pembangunan tanggul itu pun sempat maju mundur lantaran warga Reno menggunakannya sebagai penguat posisi tawar. Beberapa kali pembuatan tanggul dihadang warga Reno. Sampai akhirnya perjanjian pun dibuat melibatkan tokoh masyarakat Reno. Isinya, warga memberikan kesempatan bagi Bapel BPLS membangun tanggul, dan di sisi lain Bapel BPLS akan mendorong percepatan proses PIJB.

“Mulai tanggal 10 Oktober lalu sebenarnya kita sudah berjalan lancar. Tapi tanggal 6 Nopember lalu kita dihadang warga lagi karena tiba-tiba proses pencairan macet,” ujar IJUL, panggilan akrab ZULKARNAIN.

SUDARTO satu diantara pentolan warga reno yang ditemui suarasurabaya.net di atas tanggul Reno mengatakan saat ini pendudukan tanggul adalah satu-satunya cara agar PT Minarak mau mempercepat pencairan PIJB.

“Kalau tidak diginikan, mereka tidak cepat memproses. Padahal kami sudah menunggu sangat lama. Kita dijanjikan dalam tempo 2 minggu sebenarnya sudah bisa cair, ternyata 2 bulan belum cair-cair juga,” katanya.

Bagaimanapun juga langkah warga Reno ini menurut IJUL cukup beresiko membuat lumpur meluber kemana-mana. “Dengan cuaca yang bersahabat, mungkin tanggul-tanggul yang ada bisa menahan lumpur selama sekitar 2 minggu. Tapi kalau sudah hujan, kita tidak bisa prediksi lagi,” paparnya.

Menurut FATKUR, saat ini warga Reno hanya memikirkan bagaimana uang ganti rugi berupa uang muka 20 % itu bisa cair. “Kita harus menata hidup lagi, mas. Sudah 2 tahun lebih kita hidup tidak menentu. Mudah-mudahan dengan uang ganti rugi ini, kita bisa tetap bertahan meskipun tanpa tanah kelahiran kita,” ucapnya.(edy)

Korban Lapindo Desak Pembayaran 80 Persen

Korban Lapindo Desak Pembayaran 80 Persen

Kamis, 13 November 2008 | 15:16 WIB

TEMPO Interaktif, Sidoarjo: Puluhan warga korban semburan lumpur Lapindo dari Desa Kedungbendo, Jatirejo dan Siring, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, melakukan unjuk rasa di bawah Tol Buntung Porong pada Kamis (13/11).

Mereka menuntut agar PT Minarak Lapindo Jaya segera membayar sisa ganti rugi sebesar 80 persen. "Mereka harus segera menyelesaikan ganti rugi pembayaran," kata Sapiri, warga Desa Kedungbendo, saat menggelar unjuk rasa.

Unjuk rasa ini, kata dia, juga sebagai bentuk dukungan terhadap perwakilan korban lumpur yang sedang berjuang di Jakarta, sekaligus mengingatkan atas janji-janji terhadap korban lumpur.

Ia mengatakan, persepsi tentang kondisi korban lumpur yang hidup nyaman dan tenteram tidak benar dan hanya bertujuan untuk mengurangi dukungan terhadap korban lumpur. "Apa yang kami lakukan menuntut hak, bukan kejahatan," ujar dia.

Dalam unjuk rasa tersebut, selain melakukan orasi dan membawa sejumlah poster, puluhan warga juga membagi-bagikan selebaran yang berisi tuntutan realisasi pembayaran kepada para pengguna jalan yang keluar dari Tol Porong.

Bila pembayaran tidak segera direaliasasikan, maka warga akan menggelar unjuk rasa dengan massa yang lebih besar. "Kami tidak ingin PT Lapindo Minarak Jaya melepaskan tanggung jawab," ucap dia.

Rudi Persilahkan Pemerintah Gunakan Kesimpulan Geolog Dunia

Rudi Persilahkan Pemerintah Gunakan Kesimpulan Geolog Dunia

Rabu, 29 Oktober 2008 | 12:50 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung, Rudi Rubiandini, mempersilahkan pemerintah Indonesia menggunakan hasil konferensi American Association of Petroleum Geologists (AAPG) di Cape Town, Afrika Selatan, sebagai pertimbangan untuk menyelesaikan kasus lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Konferensi American Association of Petroleum Geologists pada Selasa (28/10) waktu setempat mengadakan pemungutan suara terkait penyebab lumpur Lapindo. Menurut Rudi, Rabu (29/10), pemungutan suara tersebut menghasilkan 42 ahli geologi menyatakan lumpur Lapindo terjadi karena pengeboran; 13 ahli geologi menyatakan lumpur Lapindo terjadi karena pengeboran dan gempa di Yogyakarta; 16 ahli geologi menyatakan belum bisa menyimpulkan penyebab; serta tiga ahli geologi menyatakan lumpur Lapindo terjadi karena gempa di Yogyakarta.

"Kalau ini (hasil kesimpulan AAPG) dijadikan referensi, itu 100 persen hak pemerintah," ujar Rudi. "Kalau saya dari dulu pun memiliki kesimpulan yang kebetulan sama yaitu akibat pengeboran."

Rudi sendiri menegaskan kembali sikapnya bahwa institusi yang menyebabkan lumpur Lapindo harus bertanggung jawab. Proses hukum kasus Lapindo sendiri mentok di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur karena tidak cukup bukti. Sementara, gugatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan pertimbangan semburan lumpur adalah bencana alam.

Rudi juga menanggapi berita di media massa yang merilis siaran pers PT Lapindo Brantas pada 22 Oktober lalu. Dalam siaran pers itu, PT Lapindo Brantas menyebutkan bahwa para geolog dalam The Geological Society di London, Rabu (22/10) menyepakati bahwa semburan lumpur Lapindo adalah "mud volcano".

Menurut Rudi, pertemuan The Geological Society tidak menghasilkan kesimpulan. "Di London itu ahli geologi yang umum hanya berdiskusi tidak menghasilkan kesimpulan," ujar Rudi.

Rudi menambahkan bahwa pertemuan The Geological Society memutuskan bahwa pembicaraan mengenai penyebab lumpur Lapindo harus menggunakan data pengeboran. Sementara, saat pertemuan The Geological Society tidak dibeberkan data pengeboran.

Rudi mengaku pertemuan American Association of Petroleum Geologists membahas lebih lanjut soal penyebab lumpur Lapindo dan diskusi tersebut memakai data pengeboran. Selain itu, lanjut Rudi, American Association of Petroleum merupakan pertemuan para ahli geologi petroleum secara khusus. Itu berbeda dengan The Geological Society yang merupakan pertemuan ahli geologi secara umum.

American Association of Petroleum Geologists sendiri digelar di Cape Town, Afrika Selatan, dari Senin (27/10) sampai Rabu (29/10). Lumpur Lapindo menjadi salah satu dari enam highlight dalam pertemuan tersebut.

Pemerintah Desak Minarak Segera Bayar Korban Lumpur Lapindo

Pemerintah Desak Minarak Segera Bayar Korban Lumpur Lapindo

Senin, 10 November 2008 | 15:47 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah pusat mendesak PT Minarak Lapindo Jaya untuk segera membayarkan ganti rugi 20 persen kepada warga semburan lumpur Lapindo di Desa Reno Kenongo. Pembayaran ganti rugi di desa ini masih terkatung-katung.


Menurut Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto soal ini dibahas dalam rapat yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden Senin (10/11). Hal ini juga diungkapkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil.

Menurut Djoko Kirmanto, Pemerintah juga sudah menegaskan tidak mau menalangi pembayaran ganti rugi 20 persen kepada warga Reno Kenongo karena hal ini sudah mejadi komitmen Minarak

"Tidak ada dana talangan. Minarak masih sanggup. pemerintah akan dorong terus," Ujar Djoko Kirmanto seusai rapat."Kalau urusan dengan pemerintah sudah selesai," kata dia.

Jumat pekan lalu warga Desa Reno Kenongo, penghuni lokasi penampungan di Pasar Baru Porong (PBP) habis kesabarannya. Ekspresi kemarahan mereka ditumpahkan dengan memblokir jalan masuk tanggul di titik 42 dan menanami badan tanggul dengan belasan pohon pisang.

12 November 2008

Dana Tak Cair, Warga Mengadu

Dana Tak Cair, Warga Mengadu

Friday, 07 November 2008
SIDOARJO-SURYA-Korban semburan lumpur panas Sidoarjo yang tergabung dalam Paguyuban Warga Korban Lumpur Lapindo (Pager Rekorlap) mendatangi Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, Kamis (6/11). Mereka menanyakan hak uang muka ganti rugi sebesar 20 persen yang hingga kini belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ).

“Ikatan jual beli sudah diteken dua bulan lalu tapi rekening kami masih kosong,” ungkap Sunarto, salah seorang juru bicara warga dihadapan Bupati Win, Jalaludin Alham (Wakil Ketua DPRD), Ahmad Zulkarnaen (BPLS) dan Sabastian Djafar (pihak PT MLJ).

Warga mendesak kepastian jadwal pembayaran 20 persen. Mereka tidak peduli dengan krisis keuangan Bakrie Grup. Lantaran sudah 2,5 tahun hidup menderita di tenda penampungan. “Bakrie yang seharusnya peduli dengan penderitaan kami selama ini,” ketus Sunarto.

Perwakilan PT MLJ Sabastian Djafar mengatakan krisis global memaksa Bakrie menjual sejumlah anak perusahaan ke pihak lain. “Komitmen tetap akan diselesaikan,hanya saja perlu ada penjadwalan ulang,” usul Sabastian.

Sementara itu Humas BPLS Zulkarnaen mengatakan, kondisi tersebut sudah dilakukan langkah-langkah yang dilakukan oleh Dewan Pengarah BPLS. Saat ini, Dewan Pengarah yang dipegang Menteri PU Djoko Kirmanto sudah menyampaikan kondisi itu ke Presiden RI.

Bupati Win menambahkan PT MLJ sudah mengirim surat ke Dewan Pengarah perihal kesulitan keuangan. Harapannya pemerintah melalui BPLS memberikan dana talangan lebih dahulu kepada 800 warga korban lumpur Rekorlap. “Dewan Pengarah sudah mengajukan dana talangan untuk 20 persen ganti rugi sebesar Rp 50 miliar kepada Presiden RI,” tukasnya. mif

08 November 2008

Dana Tak Cair, Warga Mengadu

Dana Tak Cair, Warga Mengadu

Friday, 07 November 2008
SIDOARJO-SURYA-Korban semburan lumpur panas Sidoarjo yang tergabung dalam Paguyuban Warga Korban Lumpur Lapindo (Pager Rekorlap) mendatangi Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, Kamis (6/11). Mereka menanyakan hak uang muka ganti rugi sebesar 20 persen yang hingga kini belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ).

“Ikatan jual beli sudah diteken dua bulan lalu tapi rekening kami masih kosong,” ungkap Sunarto, salah seorang juru bicara warga dihadapan Bupati Win, Jalaludin Alham (Wakil Ketua DPRD), Ahmad Zulkarnaen (BPLS) dan Sabastian Djafar (pihak PT MLJ).

Warga mendesak kepastian jadwal pembayaran 20 persen. Mereka tidak peduli dengan krisis keuangan Bakrie Grup. Lantaran sudah 2,5 tahun hidup menderita di tenda penampungan. “Bakrie yang seharusnya peduli dengan penderitaan kami selama ini,” ketus Sunarto.

Perwakilan PT MLJ Sabastian Djafar mengatakan krisis global memaksa Bakrie menjual sejumlah anak perusahaan ke pihak lain. “Komitmen tetap akan diselesaikan,hanya saja perlu ada penjadwalan ulang,” usul Sabastian.

Sementara itu Humas BPLS Zulkarnaen mengatakan, kondisi tersebut sudah dilakukan langkah-langkah yang dilakukan oleh Dewan Pengarah BPLS. Saat ini, Dewan Pengarah yang dipegang Menteri PU Djoko Kirmanto sudah menyampaikan kondisi itu ke Presiden RI.

Bupati Win menambahkan PT MLJ sudah mengirim surat ke Dewan Pengarah perihal kesulitan keuangan. Harapannya pemerintah melalui BPLS memberikan dana talangan lebih dahulu kepada 800 warga korban lumpur Rekorlap. “Dewan Pengarah sudah mengajukan dana talangan untuk 20 persen ganti rugi sebesar Rp 50 miliar kepada Presiden RI,” tukasnya. mif

Koran Tempo - Jangan Hambat Kasus Lapindo

Koran Tempo - Jangan Hambat Kasus Lapindo
Jumat, 31 Oktober 2008 12:23 Koran Tempo
E-mail Cetak PDF

editorial koran Tempo (31/10)

Bukan tanpa alasan jika khalayak menilai pemerintah tak serius menangani kasus lumpur Lapindo. Sudah dua tahun lebih kasus semburan lumpur di Sidoarjo ini diusut oleh penegak hukum, tapi hingga kini belum tuntas. Padahal masalah ini amat penting lantaran menyangkut hajat hidup orang banyak, dan negara pun terpaksa ikut menanggung akibatnya.

Sikap penegak hukum di Jawa Timur amat janggal. Walau berkas kasus itu telah berkali-kali diperbaiki polisi, tetap saja dikembalikan lagi oleh jaksa. Berkas tersebut memuat hasil pemeriksaan 13 tersangka, termasuk petinggi PT Lapindo Brantas, perusahaan yang bertanggung jawab atas pengeboran yang memicu malapetaka bagi ribuan warga Sidoarjo. Mereka belum dibawa ke meja hijau lantaran jaksa selalu menilai hasil pemeriksaan belum lengkap.



Polisi kukuh menyimpulkan bahwa semburan lumpur di Sidoarjo disebabkan oleh kelalaian dalam pengeboran. Pernyataan ini pernah disampaikan ke DPR oleh Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri, yang kini menjabat Kepala Kepolisian RI. Tapi, menurut Bambang, jaksa meminta tambahan saksi ahli yang menyatakan semburan itu sebagai bencana alam.

Itulah yang membuat berkas kasus lumpur Lapindo terombang-ambing. Polisi dan jaksa memiliki pandangan berbeda. Masalahnya, kompromi bukan pilihan terbaik karena hasilnya justru akan mengendurkan jerat hukum yang telah dipasang polisi.

Kengototan jaksa sungguh aneh karena para ahli geologi dunia pun cenderung menyatakan semburan lumpur dipicu oleh pengeboran. Inilah pandangan yang dominan dalam konferensi American Association of Petroleum Geologists di Cape Town, Afrika Selatan, baru-baru ini. Hanya sedikit ahli yang sepakat bahwa semburan itu merupakan dampak gempa di Yogyakarta.

Pengeboran yang dilakukan Lapindo berbahaya karena tidak menggunakan casing secara penuh. Badan Pemeriksa Keuangan, yang pernah mengaudit kasus ini, juga mendapat keterangan penting dari Dinas Survei dan Pengeboran BP Migas. Intinya, proses pencabutan pipa dan mata bor dari kedalaman 7.415 kaki, sehari sebelum semburan terjadi pada 29 Mei 2006, menyebabkan "well kick" terlambat diantisipasi. Peralatan pengeboran pun sering rusak. Menurut auditor BPK, kontraktor yang ditunjuk Lapindo diduga menggunakan beberapa peralatan bekas atau tidak memenuhi standar kualitas.

Jaksa mestinya berpegang pada fakta seperti itu. Mengarahkan kasus lumpur Lapindo ke perdebatan apakah semburan itu berkaitan dengan gempa atau tidak hanya akan mengaburkan persoalan. Sepanjang ditemukan bukti yang cukup adanya kelalaian dalam pengeboran, kasus ini layak dibawa ke pengadilan.

Persoalan ini tak akan berlarut-larut andaikata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera turun tangan. Perbedaan pendapat antara jaksa dan polisi seharusnya bisa diatasi karena kedua institusi ini di bawah kendali langsung Presiden. Jangan sampai khalayak menilai pemerintah sengaja membiarkan kasus ini menjadi terkesan rumit, sehingga akhirnya tak jelas siapa yang mesti bertanggung jawab atas penderitaan warga Sidoarjo.

Lapindo Tetap Memegang Komitmen

Lapindo Tetap Memegang Komitmen
Ditulis Oleh ty
Jumat, 07 November 2008

Surabaya – Keterlambatan pembayaran kompensasi warga korban semburan lumpur oleh PT Minarak Lapindo Jaya hendaknya tidak disikapi secara emosional.

Korban lumpur yang belum menerima pembayaran ganti rugi 20% diharap bersabar. Hal ini tidak lepas dari krisis yang menimpa Kelompok Usaha Bakrie Group.

Sebastian Dja’far, perwakilan dari PT Minarak Lapindo mengakui tersendatnya pembayaran kepada warga korban lumpur akibat kondisi keuangan Bakrie Group saat ini sedang kolaps. Krisis global yang melanda seluruh Negara juga berimbas pada kondisi keuangan Bakrie Group.

Sebastian juga mengungkapkan bahwa beberapa anak perusahaan yang ada di tubuh Bakrie Group dijual kepada pihak lain. Hal ini dilakukan untuk menutupi keuangan Bakrie Group agar bisa stabil seperti sebalumnya.

”Kami (Lapindo) tetap memegang komitmen untuk menyelesaikan seluruh masalah lumpur. Karena kami terkena dampak krisis global, perlu ada penjadwalan ulang pembayaran,” jelas Sebastian.

Untuk penjadwalan ulang pembayaran, kata Sebastian, sedang dilakukan konsolidasi ke dalam, yakni pada tubuh perusahaan Bakrie Group.

(Dikutip dari Sindo; hal. 17)

Hasil Voting Forum AAPG Tidak Logis

Tri Moelya : Hasil Voting Forum AAPG Tidak Logis
Ditulis Oleh ttk
Kamis, 06 November 2008

Surabaya,Hasil forum American Asso­ciation of Petroleum Geologist (AAPG) Conference 2008 di Cape Town, Afrika Selatan akhir Oktober lalu yang menyimpulkan bahwa kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo Jatim karena kesalahan pengeboran disesalkan beberapa pihak di antaranya pengacara senior Trimoelja D. Soerjadi.

Menurut dia, forum ilmiah tidak bisa langsung diselesaikan dengan pengambilan keputusan, tapi hanya sekadar berdiskusi dan tukar pendapat.

"Memang dalam tukar penda­pat selalu ada pro dan kontra, tetapi kebenaran tidak bisa dilakukan dengan voting. Ini aneh, sebab tidak pernah ada hal semacam itu dan merupakan langkah yang salah," ujarnya, Kamis (6/11) siang tadi.

ImageKarena itulah, pihaknya mengaku menyayangkan dengan terjadinya voting dan menuduh bahwa penyebab terjadinya lumpur Sidoarjo adalah kesala­han Lapindo. Bahkan, lanjut dia, keputusan tersebut bisa bisa menjadi tanda tanya, ada apa di balik keputusan itu? "Tidak ada dalam suatu forum ilmiah yang ditutup dengan vot­ing. Selain itu, didalam pertemuan ilmiah tidak pernah ada kesatuan pendapat. Tapi tidak berarti suara mayoritas bisa dijadikan dasar sebuah kebe­naran. Jadi itu namanya tidak logis," papar pengacara berusia 69 tahun tersebut.

Sementara itu, juru bicara PT. Minarak Lapindo Jaya, Sunaryo Suradi juga menyesalkan adanya voting dalam pertemuan tersebut. Kata dia, bukan merupakan tempatnya sebuah forum ilmiah diputuskan dengan pengambilan suara terbanyak untuk menentukan sesuatu. "Apalagi sebelumnya dijadwal konf erensi tidak ada agenda voting.Kok bisa langsung diputuskan. Inikan sudah bisa dikatakan menyalahi," tukasnya.

la juga menambahkan, pe­ngambilan suara terbanyak lazimnya dijadikan sebagai alat politik dan bukan sebuah kepu­tusan ilmiah. Disamping itu, pembuktian hasil sebuah forum ilmiah hanya dilakukan melalui kata ilmiah bukan lantas mengambil voting mendapatkan hasil. "Ini tidak bisa dijadikan dasar untuk memvonis Lapindo bersalah dan harus dibuktikan dengan cara ilmiah," jelasnya.

Sekedar diketahui, kesimpulan itu diambil setelah peserta konferensi menggelar voting, dimana 42 geologi setuju semburan akibat pengeboran, 3 lainnya menyebutkan karena gempa yogyakarta, dan 13 ge­ologi setuju karena pengeborsn dan gempa yogyakarta. Sedangkan 16 pakar geologi lain belum menyimpulkannya.

Di kutip : Surabaya Post

Minarak Tidak Lepas Tanggungjawab

Minarak Tidak Lepas Tanggungjawab
Ditulis Oleh dad
Rabu, 05 November 2008

Surabaya- Crisis Global yang terjadi berpengaruh terhadap kondisi financial grup Bakrie, secara tidak langsung ini juga berpengaruh terhadap kondisi keuangan Minarak Lapindo Jaya sebagai juru bayar aset warga terdampak lumpur. Meski demikian Minarak tidak akan lepas tanggung jawab.

Yuniwati teryana meyakini jika warga kecewa terhadap kinerja Minarak yang akhir-akhir ini dengan tidak adanya kegiatan realisasi pembelian aset warga Sidoarjo yang terkena dampak lumpur
“Kami berharap warga juga mengerti dengan posisi kita dan lebih bersabar” Ujar Yuniwati Teryana selaku Vice President Relation Lapindo Brantas, Inc.
Yuniwati menyatakan jika pihaknya akan tetap memgang komitmen dalam melaksanakan tanggung jawabnya sesuai arahan perpres 14/2007.
Ditempat lain, Direktur Operasional MLJ, Bambang Prasetyo widodo menyampaikan jika saat ini minarak sedang melakukan konsolidasi dengan pihak-pihak yang terkait agar upaya penanganan lumpur bisa tetap berjalan.
“Yang pasti kita tetap akan melaksanakan upaya penanggulangan musibah lumpur Sidoarjo, terutama dampak sosialnya,” ujarnya.

24 Oktober 2008

Demo, Warga Tutup Akses ke Tanggul

Demo, Warga Tutup Akses ke Tanggul

Friday, 24 October 2008
SIDOARJO-SURYA-Warga dari empat desa, yakni Desa Besuki Timur, Siring Barat, Jatirejo dan Mindi tumplek blek di bawah jembatan bekas jalan tol Porong-Gempol itu, Kamis (23/10). Mereka menuntut agar desanya dimasukkan dalam peta terdampak lumpur panas Lapindo. Unjuk rasa yang dilakukan mulai anak kecil, ibu dan bapak dikawal ketat aparat kepolisian dari Polres Sidoarjo. Ada beberapa polisi membawa senjata laras panjang mengawasi pendemo.

Selain membawa poster dan spanduk bernada protes, pendemo menggelar istighotsah di jalan akes menuju tanggul. Tak pelak, truk milik PT Lapindo Brantas yang mengangkut material pembuatan tanggul tidak dapat melewati jalan itu.

“Semua warga sangat kecewa kenapa desa kami dalam pembahasan RUU APBN 2009 tidak dimasukkan peta terdampak karena tidak layak huni,” ujar M Irsyad warga Besuki Timur.
Sementara Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Maimun Sirodj turun ke lapangan menemui warga. Ia berjanji akan menampung aspirasi dan menyampaikan ke pemerintah pusat dan DPR RI. “Pansus Lumpur sudah mengirim surat ke pemerintah pusat dan DPR RI mengenai kondisi empat desa,” katanya di hadapan warga empat desa.

Menurut Maimun, dalam sepekan sebelum RUU APBN digedok, DPR RI harus merevisi dan memasukkan anggaran ganti rugi terhadap empat desa. Maimun berjanji akan terus memperjuangkan agar empat desa masuk kawasan yang mendapat ganti rugi dari pemerintah. “Kasihan warga kalau tidak dimasukkan kawasan yang mendapatkan ganti rugi,” sambung Ketua DPRD Sidoarjo Arly Fauzi di ruangannya. mif

Pansus Lumpur Segera ke Senayan

Pansus Lumpur Segera ke Senayan

Thursday, 23 October 2008
SIDOARJO-SURYA-Kalangan DPRD Sidoarjo marah dan kecewa berat terhadap Panitia Anggaran DPR RI akibat empat desa di sekitar bencana lumpur panas Sidoarjo tidak masuk dalam kawasan peta terdampak. Padahal Desa Jatirejo Barat, Siring Barat, Mindi dan Besuki Barat sudah dinyatakan tidak layak huni karena sangat berisiko terhadap semburan lumpur dan gas Lapindo.

Pengarah Panitia Khusus Lumpur Sidoarjo DPRD Sidoarjo, Jalaluddin Alham kecewa berat kepada anggota DPR RI. Selama ini DPRD Sidoarjo sudah berupaya agar empat desa itu dimasukkan ke dalam kawasan peta terdampak.

“Kami akan menugaskan Panitia Khusus Lumpur untuk berangkat ke Jakarta mendesak DPR RI agar memasukkan empat desa itu ke dalam peta terdampak. Kami akan menunjukkan surat rekomendasi tim independen yang dibentuk gubernur jika desa-desa itu sudah tidak layak huni,” tegas Jalaluddin, Rabu (22/10)

Sementara itu Sekretaris Komisi A DPRD Sidoarjo, Helmi Musa, pada pasal 10 RUU APBN 2009 akan disahkan 30 Oktober 2008 mendatang tapi tidak dibahas soal anggaran empat desa itu. Pasal itu hanya membahas alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk tiga desa yang sudah dimasukkan dalam kawasan peta terdampak. Desa itu masing-masing Pejarakan, Besuki Timur dan Kedungcangkring.

“Alasan tidak dimasukkannya keempat desa itu karena Panitia Anggaran DPR RI belum menerima data dari BPLS soal besarnya dana untuk empat desa. Sisa waktu sekitar satu minggu sebelum RUU APBN 2009 disahkan, kami mendesak BPLS segera menyerahkan data-data itu,” ujar Helmi Musa. mif
Comments

21 Oktober 2008

Nasib Korban Lumpur Diluar Peta Ditentukan Bulan Ini

Nasib Korban Lumpur Diluar Peta Ditentukan Bulan Ini
Ditulis Oleh ttk
Senin, 20 Oktober 2008

Sidoarjo, Warga empat desa yakni Siring barat, Mindi, jatirejo barat dan Besuki timur mengunggu kepastian nasib yang mengalami mereka, sebab sampai hari ini keempat desa ini belum masuk peta terdampak.

Padahal pembahasan APBN 2009 di DPR RI dijadwalkan berakhir bulan ini. Apakah empat desa ini dimasukan peta terdampak, tergantung pambahasan DPR RI bulan ini. Kekhawatiran ini disampaikan oleh Helmi Musa, Sekertaris Komisi A DPRD Sidaorjo saat menerima pengaduan dari korban lumpur. Pihaknya akan mendesak pemerintah untuk tetap memprioritaskan masalah pembayaran ganti rugi yang dialami korban lumpur.

“Kami khawatir (jika tidak segera dimasukan dana APBN,red) akan ada pergeseran dana anggaran yeng menyebabkan prioritas korban lumpur jadi terlupakan. Padahal masyarakan akan menghadapi ancaman banjir lumpur saat musim penghujan tiba,” terang Helmi Musa, Sekertaris Komisi A DPRD-Sidoarjo ( Surya,20/10).



Hal senada diungkapkan oleh Jalaludin Alham, Dewan Pengarah Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo berharap dalam pembahasan APBN 2009 pemerintah segera memasukkan tiga desa tersebut, jika tidak, ada kemungkinan dimasukan pada APBN 2009.

“Berarti, ganti ruginya dilakukan akhir 2009 karena didasarkan pada APBNP 2009,”ujarnya Jalaludin Alham, Pansus Lumpur (Jawa Pos, 20/10).

Padahal, akhir 2009 sedang berlangsung pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden. Dikhawatirkan menganggu kosentrasi mereka. Jalaludin berharap juga kepada anggota DPR derah pemilihan Surabaya dan Sidoarjo lebih akltif memperjuangkan nasib rakyat yang diwakili.

Sementara itu Adib Rosadi, perwakilan warga desa Besuki Timur berencana akan pergi ke Jakarta. Tujuannya menemui anggota panitia anggaran (Panggar) DPR RI dan menagih janji untuk mengalokasi anggaran bagi penangganan korban lumpur terutama masalah gantirugi.

“Jika rapat Panggar hari Senin (hari ini,red) belum ada kepastian maka hari selasanya kami bersama perwakilan warga lain akan ke jakarta untuk mendesak Panggar mengalokasikan anggaran untuk ganti rugi,”kata Adib Roisadi

Relokasi Tol, Bendung Sungai Porong

Relokasi Tol, Bendung Sungai Porong
Ditulis Oleh ty
Jumat, 17 Oktober 2008

Sidoarjo - Proyek relokasi infrastruktur jalan arteri Porong dinilai rawan Banjir. Sebab, pembangunannya menggunakan metode pengurukan yang menyebabkan lebih dari separuh aliran Kali Porong terhambat.



Terkait hal ini, kemarin Bupati Sidoarjo melakukan rapat dengan BPLS, pelaksana dan konsultan proyek , Balai Besar Sungai Brantas, PT Jasa Tirta, perwakilan DPRD Sidoarjo, dan Dinas Bina Marga dan DPU Pengairan.

Rapat tertutup itu ditujukan untuk mencari solusi agar kekhawatiran terjadinya banjir tidak sampai terjadi.

Wakil Ketua DPRD Jalaluddin Alham seusai rapat mengatakan, kekhawatiran terjadinya banjir itu dikarenakan Kali Porong yang dilalui pembangunan dibendung untuk memasang tiang jembatan.

"Pembangunan jembatan bisa berdampak timbulnya banjir akibat dibendungnya Kali Porong. Untuk itu kita minta jaminan bahwa proyek itu aman dari banjir," kata Jalaluddin.

Kepala DPU Pengairan Pemkab Sidoarjo, Setyo Basukiono menambahkan, pihaknya juga khawatir pembendungan Kali Porong itu mengakibatkan banjir. Namun ia mengaku telah berkordinasi dengan BPLS dan pihak lainnya.

Kepala Humas BPLS, Achmad Zulkarnain menjelaskan, proyek pembangunan jalan tol tersebut memang membendung Sungai Porong untuk pemasangan tiang jembatan. Ia menargetkan, sebelum musim hujan tiba, proyek tersebut selesai dikerjakan. Jika belum selesai, proyek tersebut akan ditunda.

20 Oktober 2008

Dampak Pemasangan Tiang Pancang Tol Porong Terancam Banjir

Dampak Pemasangan Tiang Pancang Tol Porong Terancam Banjir

Friday, 17 October 2008
SIDOARJO-SURYA-Proyek relokasi jembatan tol Porong di sisi selatan Desa Kebonagung, Kecamatan Porong, mulai diusik. Lantaran, akses untuk memasang tiang pancang tersebut memakan separo badan Kali Porong.
Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Jalaludin Alham mengatakan kekhawatiran itu akan muncul ketika hujan deras datang dan bersamaan dengan pasang air laut. Padahal sebentar lagi musim hujan.
“Apa tidak meluap airnya, karena itu kami minta jaminan pada rekanan proyek, untuk menanggung segala akibat dari pembangunan tersebut,” pintanya usai mengikuti rapat koordinasi membahas permasalahan ini yang dipimpin langsung Bupati Win Hendrarso, Pendapa Delta Wibawa Pemkab Sidoarjo, Kamis (16/10).

Ia tidak ingin jika nantinya warga lagi yang menjadi korban. Bahkan tidak hanya warga Sidoarjo yang terancam banjir. Warga yang berada di hulu Kali Porong, seperti di Mojokerto dan sekitarnya yang juga terancam banjir bandang.

“Kami minta pihak rekanan bertanggungjawab kalau ada apa-apa dengan luapan di Kali Porong akibat proyek itu,” katanya lagi.

Bupati Win sendiri juga mengaku sependapat bahwa rekanan proyek harus menanggung semua masalah yang terjadi akibat proyek tersebut. “Pak Win juga mengingatkan, sebentar lagi musim hujan dan dikhawatirkan banjir bandang akan menimpa warga, jika aliran Kali Porong itu tersumbat,” tambah Jalaludin.

Sementara keterangan dari pihak rekanan, menurut Jalaludin, pengurukan sebagian badan kali itu hanya untuk sementara. Setalah penempatan tiang pancang selesai dikerjakan akan dipulihkan kembali seperti semula.
Humas BPLS Achmad Zulkarnain menjelaskan, pemancangan tiang penyangga jembatan itu ditargetkan sebelum musim hujan selesai. “Tapi kalau musim hujan belum tuntas rekanan bersedia menunda dulu, agar aliran Kali Porong tetap berjalan normal,” urainya. iit

Kawasan Lumpur Membingungkan RTRW

Kawasan Lumpur Membingungkan RTRW

Tuesday, 14 October 2008
SIDOARJO-SURYA-Pembahasan Perda Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) tidak kunjung selesai. Lantaran draft Perda RTRW hanya ditumpuk eksekutif setelah Pansus Perda RTRW DPRD Sidoarjo mengembalikan draft tersebut untuk dilakukan revisi. “Sampai sekarang revisi belum ada keputusan dari eksekutif, imbasnya pembahasan Perda RTRW menunggu,” ujar Biqintorin Musa, salah seoerang anggota Pansus RTRW, Senin (13/10).
Menurut Musa molornya pembahasan RT RW ini karena ditengarai banyaknya tarik ulur kepentingan untuk sinkronisasi Perda tersebut antara pemerintah pusat, provinsi Jatim dan Pemkab Sidoarjo. Salah satunya kepentingan dalam menentukan kawasan terendam lumpur.

“Pemerintah pusat menginginkan kawasan tersebut sebagai kawasan pertambangan padahal Pemkab Sidoarjo berkeinginan kawasan lumpur itu dijadikan sebagai kawasan konservasi geologi,” paparnya.

Hal lain yang membuat pembahasan Perda ini menjadi alot adalah peruntukkan lahan bagi korban lumpur Lapindo. “Kawasan peruntukkan korban lumpur belum ditentukan berapa luasnya dan dimana pusat lokasinya, ini juga belum ada keputusan,” lanjutnya.

Kendati Perda RTRW belum diputus, sejumlah pengembang yang akan masuk ke Sidoarjo sudah memplot sebagian kawasan pesisir pantai dan pertambakan untuk dijadikan pemukiman. “Harusnya memang ada sinkronisasi lebih dulu peruntukan kawasan itu,” kata Dhamroni, Ketua Pansus RTRW.
Selama Perda RTRW revisi ini belum disahkan, lanjut Dhamrono, maka Perda Nomor 16 Tahun 2003 tentang RTRW harusnya masih berlaku hingga 2013. Perda itu direvisi karena ada kejadian luar biasa semburan lumpur yang menenggelamkan desa-desa di Kecamatan Porong dan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. iit

Kadis Pengairan: Lucu BPLS Kesulitan Eskaponton

Kadis Pengairan: Lucu BPLS Kesulitan Eskaponton

Tuesday, 14 October 2008
SIDOARJO-SURYA-Kendala pengadaan alat berat eskaponton yang didalihkan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dalam normalisasi Kali Porong mendapat sorotan kalangan eksekutif dan legislatif. Menurut Kadis Pengairan Pemkab Sidoarjo Setyo Basukiono BPLS harus melaksanakan upaya normalisasi Kali Porong sesuai kesepakatan yang dibuat dalam pertemuan antara BPLS dengan Pemkab Sidoarjo.

“Dalam rapat, BPLS sepakat menambah eskaponton sedikitnya enam unit di Kali Porong. Apa pun kendalanya BPLS harus melaksanakan komitmennya itu,” kata Setyo Basukiono, Senin (13/10).

Soal alasan kesulitan mencari eskaponton, menurut Basukiono, hal itu semata-mata dalih saja. Lantaran banyak penyedia eskaponton yang sanggup mengadakan sesuai keinginan BPLS. “Lucu jika lembaga setingkat BPLS kesulitan mencari eskaponton. Saya rasa kami ami siap untuk menyediakan eskaponton, berapapun jumlahnya. Kalau kurang saya masih memiliki data para pemilik eskaponton yang bisa dihubungi,” tukas Basukiono.

Dalam beberapa pengecualian para pemilik eskaponton terkadang enggan alatnya disewa. Namun, lanjut Basukiono, hal itu bisa diatasi dengan memberikan jaminan dari biaya sewa yang sesuai dengan risiko. "Yang penting harga sewa sesuai, saya kira berapapun (eskaponton -Red) ada,” tutur Basukiono, “BPLS seharusnya lebih proaktif mengomunikasikan masalah tersebut dengan kami dan hendaknya jangan terlalu mempercayakan kepada pihak ketiga,” sarannya.

Di tempat terpisah Jalaludin Alham, dewan pengarah Pansus Lumpur Sidoarjo, mengatakan dalam rapat sudah disepakati, jika BPLS akan menambah eskaponton 12 unit hingga akhir Oktober sudah berada dilokasi."Ini sudah kesepakatan bersama, jadi harus dilaksanakan," katanya.

Pihaknya juga akan melakukan evaluasi setelah waktu dua minggu tersebut. Berdasarkan hasil laporan sidak Pansus Lumpur saat ini sudah ada 8 eskaponton dilokasi.

Sementara itu Humas BPLS Achmad Zulkarnain mengatakan kendala pengadaan eskaponton bukan pada dana, namun memang alatnya yang tidak ada. "Sekarang ini kita anggarkan sewa (eskaponton) seharga Rp 350 ribu perjam, masalahnya pontonnya yang tidak ada," kata Zulkarnain mengulang permasalahan yang dihadapinya selama ini. iit

11 Oktober 2008

Sedimentasi Harus di Gelontor

Sedimentasi Harus di Gelontor
Ditulis Oleh dad
Jumat, 10 Oktober 2008

Sidoarjo- Hujan yang terjadi dikawasan Sidoarjo kemarin (9-10-2008) ternyata tidak membantu mengurangi endapan yang terjadi di Kali Porong. Untuk menguranginya dibutuhkan penggelontoran air.

Menurut Design dan supervisi MLJ, Teguh menyebutkan untuk mengurangi endapan disungai Porong dibutuhkan penggelontoran air dari bendungan yang berada di Mojokerto atau di Kediri.

“Jika terjadinya di Sidoarjo, maka air tidak signifikan mengurangi endapan, Jika Hujan terjadi di Mojokerto atau kediri itu justru sangat membantu” terang Teguh.

Teguh menyebutkan, sedimentasi bisa mengalir bilamana ada kekuatan yang mendorong sedimentasi, “ paling tidak dibutuhkan 500 m3 air untuk mendorong sedimentasi,” terang teguh.

Sedangkan, kapan Kali Porong akan kembali normal, Teguh optimis jika penggelontoran dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu 2 minggu sedimentasi akan terbawa ke muara.

“Kejadian ini pernah terjadi satu tahun lalu, setelah di gerojok dengan air, sedimentasi sudah hilang dan sungai kembali normal,” terang Teguh.

MLJ Sudah Siap Hadapi Musim Hujan

MLJ Sudah Siap Hadapi Musim Hujan

Ditulis Oleh dad
Kamis, 09 Oktober 2008

Sidoarjo- Minarak Lapindo Jaya (MLJ) sudah siap untuk menghadapi musim hujan yang akan datang.Tanggul yang kuat dan pengaliran lumpur yang maksimal merupakan jaminan kesiapan MLJ.

“Yang menjadi perhatian kita adalah pengamanan tanggul pusat semburan, agar tidak jebol dan menyebabkan lumpur mengalir liar,” ujar Teguh, design dan supervisor pengaliran lumpur.

Tanggul ring 1 kini diperlebar, gunanya untuk memperkuat tanggul terhadap gemburan dan volume hujan yang bertambah, selain itu tanggul diluar ring-1 juga diperkuat dengan penambahan material dan dipadatkan.

“Kita sudah menguji kekuatan tanggul di laboratorium, dah hasilnya memuaskan, tapi penguatan tanggul masih tetap dilakukan” pungkas Teguh.

Meski demikian MLJ masih akan menyediakan persedian material, jika nantinya ada masalah di lapangan, ” kita tetap standby untuk mengantisipasi bilamana tanggul mengalami kerusakan,” tambah Teguh.

Selain penanggulan, Teguh juga menjamin jika pengaliran saat ini maksimal, 12 pompa siap untuk dioperasikan untuk mengurangi kenaikan volume air dan lumpur di kolam penampungan.

“kapasitas pompa saat ini adalah 3,6 m3/detik, dan smuanya dalam kondisi bagus,” pungkas teguh.

Selanjutnya untuk mengatasi debit volume air yang tinggi jika musim hujan tiba, pihak MLJ kini membuat open chaneling ke arah barat (section 35 dan 36) untuk mengalirkan air yang kemudian ke spillway, dan air bisa dipompa ke kali porong.

“Tapi air harus disisakan di kolam penampungan untuk upaya pengenceran lumpur,” tukas Teguh.

Ditempat yang sama, Sunaryo suradi selaku juru bicara teknik mengungkapkan jika datangnya musim hujan akan sangat membantu dalam upaya pengaliran lumpur ke Kali Porong.

“Lumpur akan semakin encer, dan lebih mudah untuk dipompakan, bisa jadi lumpur yang terbuang akan lebih banyak terbuang,” ucap Sunaryo saat ditemui di kantornya.

BPLS Ditenggat 2 Minggu

BPLS Ditenggat 2 Minggu
Ditulis Oleh ty
Kamis, 09 Oktober 2008

Sidoarjo – Bupati Sidoarjo Win Hendrarso memberikan tenggat waktu (deadline) dua minggu pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) segera menormalisasikan Kali Porong.

“Target normalisasi Kali Porong itu sebelum musim hujan selesai,” tegas Win Hendrarso kepada wartawan, Rabu (8/10).

Waku tersebut, kata Win, dianggap cukup agar warga yang berada di sepanjang Kali Porong tidak lagi was-was jelang musim hujan yang diprediksi akan dating pada awal bulan November mendatang. Target itu telah disampaikan pada BPLS dalam pertemua di Pendapa Delta Wibawa.

“Kemarin BPLS sudah berjanji akan menambah lima lagi ekskaponton, namun buat kami itu masih kurang dan haru ditambah lagi, kasihan warga Sidoarjo kalau harus menjadi korban banjir dari Kali Porong,” jelas Win. Target normalisasi tersebut lanjut Win tidak boleh meleset. “Pokoknya harus selesai,” tandasnya.

Selain memberi deadline, Bupati Win kemarin juga mengirim surat kepada Balai Besar Pengelola Brantas dan Perum Jasa Tirta I. Pihaknya menuntut kepada instansi pemegang kewenangan Kali Brantas itu untuk melakukan inventarisasi dan revitalisasi terhadap tanggul di Kali Porong yang dianggap rawan jebol.

Ada tiga item dalam surat tersebut, antara lain, inventarisasi kondisi tanggul kritis. Antara lain, tanggul sepanjang dua kilometer yang melintang di tiga dusun yakni Dusun Pohjejer, Pohlegi, dan Dusun Tanjunganom Desa Bulang Kecamatan Prambon.

Saat ini kondisi tanggul dengan permukaan air hanya bersisa sekitar 15 cm. kedua pemetaan dan leveling seluruh permukaan tanggul, dan ketiga, perbaikan dan revitalisasi Kali Porong. Hal ini dilakukan mengingat tupoksi yang diatur dalam Perpres penanganan semburan lumpur.

Selain tiga item, pihaknya juga meminta agar alur air yang dibuat BPLS di Kali Porong di sisi Selatan Kali Porong kini dipindah ke tengah. Alasannya jika terjadi sesuatu pada alur Kali Porong itu maka tidak akan berdampak pada tanggul yang ada.

“Ini secara khusus kami minta kepada BPLS untuk membuat aliran air di tengah Kali Porong saja jangan dipinggir,” tambahnya.

Sementara itu Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo Maimun Sirodj menyesalkan kenapa BPLS baru melakukan normalisasi ketika sudah terjadi endapan lumpur yang sangat parah di Kali Porong. Padahal kata Politisi dari PKB ini BPLS sudah diguyur dengan anggaran Rp 1,1 triliun untuk penanganan masalah ini.

“Harusnya ada antisipasi endapan lumpur di Kali Porong itu sudah dilakukan dari dulu, anggaran juga sudah siap,” ujarnya.

Sebelumnya staf BPLS yang khusus mengawasi normalisasi Kali Porong, Sujat Wiseso, menjelaskan normalisasi Kali Porong sudah dilakukan, namun pihaknya terkendala dengan curah air untuk mengalirkan dan mengurai endapan lumpur.

“Kami mengandalkan air dari atas (Mojokerto), serta air hujan untuk mengurai endapan lumpur,” katanya.

08 Oktober 2008

BPLS Lamban Tangani Kali Porong

BPLS Lamban Tangani Kali Porong
Ditulis Oleh ty
Rabu, 08 Oktober 2008


Sidoarjo - Tingginya endapan lumpur di Kali Porong membuat anggota dewan gerah. Mereka menuding kinerja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) lamban.




Ketua Pansus Lumpur DPRD, Maimun Sirodj, kemarin mengatakan harusnya BPLS mengantisipasi sedini mungkin agar endapan Lumpur di Kali Porong tidak seperti sekarang ini. BPLS, harusnya sudah memperkirakan endap­an pembuangan lumpur tidak segera dikeruk maka akan mendangkalkan Kali Porong.

"BPLS kan sudah diberi dana untuk menangani masalah Lumpur. Harusnya sebelum Lumpur mengendap sudah dilakukan pengerukan agar tidak sampai seperti sekarang ini," ujarnya.

Maimun menambahkan, endapan Lumpur di Kali Po­rong sudah sangat memprihatinkan. Bukan hanya menutupi permukaan sungai, tapi Lumpur sudah mengeras. Meski digelontor sekalipun kalau kondisi Lumpur sudah mengeras sangat sulit.

Kini endapan Lumpur di Kali Porong menjadi ancaman baru bagi warga yang tinggal di sepanjang sungai yang membelah Sidoarjo dan Pasuruan itu. Sebab, lanjut politikus dari PKB itu, jika hujan turun dikhawatirkan air akan meluap dan membanjiri pemukiman warga.

"Kalau permukaan su­ngai sudah tertutup Lumpur, saat hujan air akan meluap. Tidak salah kalau warga memprotes endapan Lum­pur dan minta segera dilaku­kan normalisasi Kali Porong," ujar Maimun.

Meski saat ini pem­buangan Lumpur ke Kali Po­rong sudah dihentikan, lan­jut dia, endapan Lumpur belum sepenuhnya dikeruk. Sehingga, hanya bagian.sebelah selatan sisi Kali Porong yang bisa dilewati arus air.

Sujat Wiseso, pengawas normalisasi Kali Porong me­ngatakan, endapan Lumpur di Kali Porong dikarenakan kurangnya air untuk menggelontor Lumpur. Meski demikian, pihaknya tetap mengeruk Lumpur terutama di sisi selatan agar ada alur air.

"Nanti kalau hujan turun, Lumpur akan tergerus air. Apalagi sudah ada alur air di sisi selatan. Kendalanya, saat ini tidak ada air untuk menggelontor endapan lumpur, sehingga kita hanya mengandalkan pengerukan," urai Sujat.

Bupati Win : BPLS Diminta Cepat Normalisasi Kali Porong

Bupati Win : BPLS Diminta Cepat Normalisasi Kali Porong
Ditulis Oleh ttk
Selasa, 07 Oktober 2008


Sidoarjo, Kondisi kali Porong yang sudah memperihatinkan mengetuk hati Win Hendarso, Bupati Sidoarjo untuk meninjau langsung ke lokasi. Pendangkalan kali Porong membuat Win Hendarso khawatir akan keselamatan warga disekitar kali porong, apalagi musim hujan segera datang.



Saat peninjauan kemarin (06/10) Win belum mendapatkan penjelasan secara teknis tentang penanganan kali Porong pada musim penghukan nantinya. Karena itu, Win meminta Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) menjelaskan permasalahan kali Porong dapat menjelaskan ke warga. Minimal memberikan jaminan bahwa tidak akan banjir atau luberan lumpur Kali Porong saat tiba musim hujan nantinya.

“Saya berharap secepatnya BPLS memberikan sosialisasi kepada masyarakat sekitarnya sehingga warga bisa melakukan langkah-langkah antisipasi mulai sekarang,” terang Win Hendarso, Bupati Sidoarjo.

Sudjat Waseso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BPLS Deputi Operasional menjelaskan, sst ini kali Porong kondisinya sangat membahayakan. Sebab meski terlihat kali porong mengering dan bisa diinjak kaki namun tetap bisa ambles. Tentang penanganan kali Porong, Sudjat tidak bisa menjelaskan saat dilokasi. Dia hanya mengatakan, guna normalisasi kali porong diperlukan air untuk menggelontorkan endapan Lumpur .

“Jika air semakin banyak, semakin mudah menggelontor endapan. Minimal diperlukan 200 kubik per detik,”kata Sudjat Waseso, PPK BPLS.

Sementara itu, Staff Pengamat Sungai Jabon PU Pengairan Pemkab. Sidoarjo Prapto menerangkan, dalam keadaan normal kali Porong hingga kecamatan Jabon memiliki ketinggian 610 meter. Akibat pendangkalan hingga kini ketinggianya tinggal 310 meter.

Yang dikhawatirkan pada musim penghujan adalah kembalinya arir dari barat ke timur, jika endapan lumpur tidak bisa ditanggulangi akan menimbulkan banjir didaerah sekitarnya, lanjutnya.