25 April 2008

Stasiun Gas Bumi Direlokasi

Stasiun Gas Bumi Direlokasi

Friday, 25 April 2008
SIDOARJO - Khawatir diterjang lumpur panas, dan terimbas subsidence (penurunan tanah), PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Tbk berencana merelokasi stasiun penerima gas bumi (Offtake Station Porong) yang ada di Desa Besuki Kecamatan Jabon. Lokasi baru OSP (Offtake Station Porong), itu rencananya berada di Desa Kalisogo Kecamatan Jabon, yang berjarak sekitar 3,5 Km dari lokasi awal.
Hal ini dikemukakan General Manager PT PGN (Persero) SBU II Jawa Bagian Timur Ir Mashadi kepada Bupati Win Hendraso, di Pendapa Delta Wibawa Sidoarjo, Kamis (24/4).
Alasan lain pemindahan OSP itu, untuk mengamankan penyaluran gas bumi melalui jaringan pipa distribusi ke seluruh pelanggan di wilayah Jawa Timur.

Menurutnya dari kajian dan analisa Geohazard Monitoring yang dilakukan oleh PGN bersama LPPM - ITB kawasan tersebut merupakan Medium High Risk.
Saat ini, kata Mashadi, sedikitnya 272 pelanggan industri, 78 pelanggan komersial dan 10.941 pelanggan rumah tangga yang membutuhkan pasokan gas bumi, pasca ledakan ledakan pipa milik PT. Pertamina.

Untuk pemindahan OSP itu, sejumlah peralatan juga ikut dipindahkan Metering Station, Regulation Station dan Scada System. “Kami membutuhkan lahan seluas 7.412 M2 di Desa Tambak Kalisogo, Jabon,” lanjutnya.
Bupati Win Hendrarso mengatakan, pemindahan OSP agar tidak menambah kekhwatiran warga. Apalagi, beberapa saat yang lalu di area semburan lumpur pernah terjadi ledakan pipa gas milik PT. Pertamina. “Kami minta ada pendekatan persuasif, mengingat warga mungkin masih traumatik dengan kejadian yang dulu,” ujar Bupati Win. iit

Beres Dua Wilayah Rencana Relokasi Infrastruktur

Beres Dua Wilayah Rencana Relokasi Infrastruktur

Friday, 25 April 2008
SIDOARJO - SURYA-Rencana relokasi sarana infrastruktur, yaitu Jl Raya Porong, jalan tol dan rel KA di Tanggulangin, tampaknya bisa segera terealisir. Pasalnya, Desa Kesambi dan Kelurahan Porong Kecamatan Porong, sudah sepakat dengan pembayaran ganti rugi.
“Sekarang tinggal menunggu administarasi, dan pembayarannya,” terang Zulkarnain, humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Kamis (24/4).
Menurut Zulkarnain, lahan di dua tempat itu merupakan lahan paling besar yang dibutuhkan untuk relokasi, hingga mencapai 30 persen. “Lahan yang ada di dua desa itu paling besar, dibanding kawasan lainnya,” katanya.

Terkait masalah harga ganti rugi, warga dan Panitia Pembebasan Tanah P2T, sudah dicapai kesepakatan. Untuk tanah sawah dipatok Rp 120.000 meter persegi, lebih tinggi dari harga yang pernah ditawarkan Rp 60.000 meter persegi.
Wakil Ketua P2T, Joko Saptono menambahkan, pihaknya dalam minggu-minggu ini akan melakukan sosialisasi bersama BPLS. Sebelumnya P2T pernah menerima penawaran yang diajukan warga, lebih dari Rp 120.000 meter perseginya. BPLS bersama P2T, akhirnya menawar lagi harga yang diajukan warga hingga ada kesepakatan.

Ia menambahkan, harga yang sudah disepakati itu akan juga ditawarkan ke desa lainnya, dengan harapan relokasi infrastruktur segera terlaksana.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Amrullah mengatakan, seharusnya P2T yang sudah dibentuk itu tidak membuang waktu lebih banyak. “Selama harga yang diajukan masih wajar, sebaiknya pemerintah langsung mengambilnya,” kata Amrullah. iit

15 April 2008

Lapindo Hentikan Jatah Makan Pemkab Lempar Handuk

Lapindo Hentikan Jatah Makan Pemkab Lempar Handuk

Tuesday, 15 April 2008
SIDOARJO - SURYA-Nasib ribuan jiwa yang menjadi korban luapan lumpur Lapindo, yang sekarang mengungsi di Pasar Porong baru (PPB) benar-benar apes luar dalam. Setelah harta bendanya ditenggelamkan lumpur Lapindo, kini raga mereka juga tidak bakal mendapat jatah makan yang selama ini disuplai gratis PT Lapindo Brantas Inc (LBI).
Pasalnya, terhitung sejak 1 Mei 2008 mendatang, PT LBI secara resmi akan menghentikan seluruh jatah makan bagi pengungi yang tinggal di PPB.

Ironisnya, Pemkab Sidoarjo langsung 'lempar handuk' alias menyerah, menghadapi masalah serius yang bakal menghadang ribuan pengungsi tersebut.
Kadiskessos Pemkab Sidoarjo Muslikh Jassin, mengakui, pemkab sudah mengetahui rencana PT LBI yang akan menghentikan jatah makan pengungsi, dari surat yang dikirim ke bupati. “Kami sudah menerima tembusan suratnya,” katanya.

Muslikh Jassin juga mengakui, kalau menghadapi masalah ini Pemkab Sidoarjo angkat tangan. “Kami tidak mempunyai anggaran, kalaupun ada itu sifatnya hanya bantuan spontanitas dan natura, seperti yang kami lakukan pada warga Besuki, ” paparnya.

Sementara itu, Vice President Relations LBI, Yuniwati Teryana, mengatakan penghentian jatah makan ini merupakan jalan terbaik, agar korban lumpur yang mayoritas warga Desa Renokenongo Kecamatan Porong ini mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan. Seperti uang kontrak, uang jaminan hidup (Jadup) maupun skema jual beli aset yang terkena dampak luberan lumpur
“Kami pikir ini jalan terbaik, agar pengungsi di Pasar Porong Baru memanfaatkan skema dan fasilitas yang sudah ada,” katanya, kemarin.

Yuniwati juga berdalih, penghentian jatah makan tersebut dikarenakan kondisi penampungan pengunsi di PPB sudah tidak layak huni. “Salah satu alasannya, kondisi PPB yang sudah tidak layak,” tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Pagar Rekontrak H Sunarto, mengatakan pihaknya sudah mau menerima skema yang ditawarkan LBI. Yakni pembayaran aset lahan terdampak lumpur 20 persen - 80 persen. “Tetapi kami minta, agar Lapindo jangan menghentikan jatah makan, sebelum ada kepastian tentang pembayaran aset milik kami,” kata Sunarto.

Menurutnya, dari delapan kali pertemuan dengan pemkab, Minarak ataupun Lapindo, warga sudah menurunkan posisi tawar hingga 20 persen - 80 persen. “Tapi Lapindo belum meresponnya,” ujarnya.

Skema 20 persen - 80 persen itu, tambah Sunarto, disepakati dengan catatan. Penyediaan lahan relokasi, yang dananya untuk membeli lahan relokasi itu dari uang kontrak dan jadup warga yang tergabung. “Kami sudah menghitung untuk uang kontrak, jadup dan biaya evakuasi warga Pagar Rekontrak, sebesar Rp 7 miliar, cukup untuk membeli lahan 15 hektar,” ujarnya.

Sementara Lapindo, kata Sunarto, belum menyepakati dan masih bertahan untuk berpedoman sesuai Perpres 14 Tahun 2007. “Ini yang kami belum ketemu dan belum ada kata sepakat dengan Lapindo,” pungkasnya. iit

14 April 2008

Komnas HAM: Cabut Perpres 14/2006, Ganti Rugi Langgar HAM

Komnas HAM: Cabut Perpres 14/2006, Ganti Rugi Langgar HAM

Monday, 14 April 2008
Sidoarjo - Surya-Komisi Nasiona Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menilai, pemerintah pusat secara tak langsung melakukan pelanggaran HAM terhadap korban lumpur Lapindo. Indikasinya, pemerintah lewat Perpres nomor 14/2006 melegalkan PT Lapindo Brantas Inc untuk melakukan jual beli, bukan memberi ganti rugi, kepada masyarakat yang menjadi korban lumpur. Hal tersebut diungkapkan anggota Komnas HAM, Syafrudin Ngulma Simelue, saat bertemu dengan puluhan warga pengungsi lumpur Desa Renokenongo di Pasar Porong Baru, Minggu (13/4).

Menurutnya, dengan Perpres itu maka secara tak langsung korban lumpur tak punya hak menentukan harga, lahan milikinya yang terendam lumpur. “Isi Perpres yang cacat adalah, melegalkan Lapindo untuk jual beli tanah, bukan ganti rugi. Itu sudah melakukan pelanggaran HAM, karena hak korban lumpur adalah ganti rugi bukan jual beli,” tutur Ketua Tim Investivigasi Lumpur Komnas HAM.

Terkait hal ini, pihaknya meminta Presiden SBY segera mencabut Perpres tersebut, dan menggantinya dengan aturan baru yang mengatur ganti rugi. Sebab dalam Perpres itu, sudah terjadi kekacauan hukum. “Seharusnya dari awal, Perpres itu berbunyi ganti rugi, bukannya jual beli,” tandasnya.

Syafrudin Ngulma Simelue menyatakan, kedatangannya ke lokasi pengungsian di Pasar Baru Porong, untuk menyelidiki lebih jauh, dugaan adanya pelanggaran HAM dalam kasus penanganan lumpur Lapindo. Tim yang bekerja sejak 26 Maret hingga 26 Mei itu, sudah bisa mengindikasikan adanya delapan peristiwa dalam kasus semburan lumpur ini.

Diantaranya, selain soal Perpres, adalah perbedaan perlakuan dari Lapindo terkait proses ganti rugi pada masing-masing desa yang masuk peta terdampak.
Hasil investigasi ini, tambahnya, akan diserahkan ke DPR dan pemerintah untuk ditindaklanjuti. Dia juga menambahkan, sudah menjadi tugas pemerintah menekan Lapindo untuk segera membayar ganti rugi. Sebab saat ini, masih banyak korban lumpur yang belum mendapatkan hak ganti rugi.
Ketua Paguyuban Rakyat Renokenongo Menolak Kontrak (Pagar Rekontrak), H Sunarto mengakui, berkirim surat ke Komnas HAM yang menyatakan Pagar Rekontrak sudah mau menerima pembayaran dengan sistem 20% dan 80%. Namun, sejauh ini Lapindo belum juga merespon.
Mereka juga mengadu, terkait informasi Lapindo yang akan menghentian jatah makan untuk pengungsi di PBP. “Lapindo akan menghentikan jatah makan untuk pengungsi. Kami khawatir tentang hal ini, sehingga kami berkirim surat ke Komnas HAM,” ujar Sunarto. sda

10 April 2008

PT MJL Siap Bayar Lunas 100%

PT MJL Siap Membayar Lunas 100%
Ditulis Oleh riz
Kamis, 10 April 2008

Sidoarjo - PT Minarak Lapindo Jaya menyatakan siap melunasi sisa ganti rugi aset korban lumpur sesuai jadwal di bulan Mei mendatang. Berkas warga akan di verifikasi ulang untuk menentukan penerima pelunasan sesuai dengan pembayaran uang muka 20% lalu.

Direktur Utama PT Minarak Lapindo Jaya, Bambang Mahargyanto mengungkapkan bahwa Minarak tetap konsisten memenuhi kewajiban membayar ganti rugi. Warga di minta tidak perlu khawatir akan hak mereka tidak dipenuhi. Komitmen tersebut akan di penuhi sebelum masa kontrak rumah warga habis.

“Uang sudah kami siapkan, tinggal pembayaran, kemungkinan bulan Mei,” Bambang Mahargyanto.

Menanggapi hal tersebut, Choirul Huda, warga Jatirejo, menilai bahwa sudah menjadi keharusan bagi PT Minarak untuk segera melunasi sisa pembayaran, karena komitmen tersebut telah lama ditunggu oleh warga.

“Sudah seharusnya pelunasan dilakukan,” Choirul Huda, warga Jatirejo.

Bambang Mahargyanto juga menjelaskan, PT Minarak juga akan memverifikasi ulang berkas-berkas penerima uang muka ganti rugi 20% lalu. Langkah tersebut dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan selama proses pembayaran. “Jadi, yang dulu menerima pertama, akan dilunasi pertama,” Bambang Mahargyanto, Direktur Utama PT Minarak

Kembalikan Uang Rp 380 Juta, Pak Waras yang Berfikir Waras

Kembalikan Uang Rp 380 Juta, Pak Waras yang Berfikir Waras

Sidoarjo-Waras, 56 korban lumpur dari Desa Siring Kecamatan Porong, mungkin adalah satu diantara ribuan orang yang menjadi korban lumpur yang masih berfikir waras. Kini, ia
memetik buah dari kejujurannya. Tanpa bersusah payah, ia mendapat sebuah rumah, lengkap dengan perabotannya serta sertifikat atas namanya.
Penampilan Waras kemarin tak ada yang berubah. Lelaki bertubuh jangkung ini, masih tetap lugu. Sama seperti saat pertama kali menyerahan berkas kepada PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) setengah tahun lalu.

Tapi sekarang, Waras tidak lagi pusing mengurus agar mendapat ganti rugi berupa rumah. Sebab, tanpa harus meminta apalagi membeli, PT MLJ telah memberinya secara cuma-cuma sebuah rumah tipe 40/90 di Tanggulangin. Selain sudah bersertifikat atas namanya, rumah itu juga telah diisi perabotan. Seperti lemari es, tempat tidur, sofa ruang tamu dan tentu saja IMB rumah tersebut.

Selain istrinya Aisyah, Waras akan tinggal di rumah tersebut bersama dua anaknya. Sedangkan seorang anaknya yang sulung, tinggal bersama suaminya di tempat lain. Karena sudah tidak ada lagi sawah yang akan digarap, sehari-harinya Waras hanya di rumah saja. “Bapak sekarang menjadi pengangguran,” kata salah satu putrinya.

Kenapa MLJ begitu baik hati sampai memberi Waras sebuah rumah lengkap dengan sertifikatnya dan perabotannya? Ceritanya, Waras sangat berlaku jujur saat mengurus pembayaran uang muka 20 persen. Waktu itu, ia sebenarnya hanya mendapat Rp 49 juta dari MLJ. Namun saat ia mencek rekening banknya, ternyata ia mendapat transferan senilai Rp 429 juta atau terdapat kelebihan hingga Rp 380 juta.

Karena merasa bukan pemilik uang tersebut, meski sebenarnya sudah menjadi haknya, namun pak Waras berfikir waras. Ia dengan sukarela mengembalikan kelebihan uang sebesar Rp 380 juta tersebut ke MLJ.

Pihak MLJ mengakui, telah terjadi kesalahan dalam melakukan transfer.
Sebagai ungkapan terima kasih, MLJ saat itu sempat memberi hadiah kepada Waras berupa perhiasan senilai Rp 40 juta. Tidak cukup itu, kejujuran pak Waras kembali mendapat imbalan berupa rumah siap pakai dan sudah bersertifikat. ***

“Ini sertifikatnya, lengkap ada IMB, kwitasnsi jual beli dari notaris serta blue print, semua untuk Pak Waras,” kata Bambang Mahargianto, Dirut PT MLJ, saat menyerahkan berkas. Waras hanya tersenyum, lalu berucap, “Matur nuwun, pak,” katanya.

Rumah beserta surat-surat kepemilikan itu kini sah menjadi milik Waras, ia juga tak perlu risau lagi jika rumah itu akan diminta kembali oleh MLJ, karena semua bukti kepemilikan juga diatas namakan Waras. “Pak Waras bisa tidur nyenyak, hidup nyaman dan tidak perlu risau lagi dnegan rumahnya ini,” kata Bambang.

Selain istrinya Aisyah, di rumah tersebut juga tinggal dua anaknya, sementara seorang anaknya lagi yang paling besar sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Karena sudah tidak ada lagi sawah yang akan digarap, sehari-harinya Waras hanya dirumah saja. “Bapak menganggur dirumah,” kata salah satu putrinya.

Waras mendapat hadiah rumah dari MLJ, setelah ia mengembalikan uang jual beli pembayaran uang muka 20 persen. Saat itu sudah menerima uang jual beli sebesar Rp 49 juta dari MLJ. Namun tanpa diduga, di buku rekeningnya tiba-tiba bertambah lagi sebesar Rp 429 juta. Kejadian tersebut oleh Waras dilaporkan ke PT MLJ, dan ternyata memang ada salah transfer.

Karena dianggap jujur ia mendapat hadiah berupa sebuah rumah komplit beserta isinya. Sebelumnya ia juga mendapat hadiah berupa perhiasan dari MLJ yang nilainya sekitar Rp 40 jutaan./Wiwit Purwanto

Siring Barat Mengandung Gas Metana Warga Mulai Mual dan Sesak Nafas

Siring Barat Mengandung Gas Metana Warga Mulai Mual dan Sesak Nafas

Thursday, 10 April 2008
Sidoarjo - Surya-Penyebab lantai rumah warga di Desa Siring Barat, di tepi Jalan Raya Porong - Surabaya dekat jembatan tol menjadi panas, ternyata terbukti disebabkan adanya kandungan gas yang muncul dari saluran air di depan rumah warga. Dan gas yang beredar, adalah jenis metana yang mudah terbakar.
Saluran air yang mengandung gas metana itu, panjangnya sekitar 400 meter. Lokasinya setelah Masjid Nurul Azhar Jatirejo hingga ke Tugu Kuning.

Hal itu diakui Dodie Ernawan, petugas PT Fergaco, selaku pemantau dan analisa gas berbahaya. Menurut Dodie, saluran air yang berada di depan rumah warga Siring Barat, mempunyai kandungan Hidrokarbon (HC) yang tinggi. HC ini merupakan kandungan gas yang mudah terbakar, selain itu juga mengandung gas metana. "Posisi gas metana ini bisa meledak atau terbakar, tapi melihat posisi di mana gas itu berada," katanya.

Pada pengecekan kadar gas sebelumnya, kata Dodie, kawasan Siring Barat merupakan kawasan yang direkomendasi untuk dikosongkan. Sebab di sana, terdapat sejumlah kandungan gas berbahaya yang mudah terbakar.
Menurutnya, saluran air di Siring Barat kemungkinan kecil meledak karena masih banyak celah yang mengakibatkan gas bisa bercampur dengan udara bebas. "Lain lagi ceritanya, kalau posisinya tertutup rapat," jelasnya.

Meski tidak meledak, namun Dodie mengakui besar kemungkinan sungai itu terbakar. Sebab dari hasil pemantauan, kandungan HC sudah over range atau LEL (Low Ekplosiv Limit) di atas 100 persen, yang berarti gas metana terpenuhi untuk dapat terbakar.
Selain HC, kandungan gas lainnya yang ditemukan adalah Hidrogen Sulfida (H2S) ayau dikenal gas telur busuk. Gas ini lebih berbahaya, karena dapat menyebabkan kelumpuhan dengan tanda awal sesak napas, muntah, mual, pusing dan pingsan.

Namun gas H2S itu berbahaya, jika posisinya sudah mencapai 100 ppm (part permilion). "Yang kami temukan hanya 1 ppm, jadi cuma bau menyengat saja yang menusuk hidung," paparnya.
Selain lantai rumah menjadi panas, beredarnya gas metana tersebut sudah mulai memakan korban. Sejak kemarin, sejumlah warga terutama anak-anak mulai merasakan sesak nafas, karena menghirup bau gas yang menyengat.

Ny Anti, warga RT12/RW2, Desa Siring Barat mengungkapkan, bau menyengat itu muncul dari saluran air di depan rumah. "Bila malam hari, baunya sangat menyengat, anak saya yang kecil sampai sesak napas," katanya sambil menunjuk anaknya, Haggul, 6, yang mengalami sesak nafas, Rabu (9/4).

Bahkan, kata Ny Anti, bau itu sudah masuk ke dalam rumah melalui lubang kamar mandi dan dapur. Kini ia harus membeli keramik, hanya untuk menutup lubang tersebut.
Mahmud, salah satu koordinator warga Desa Siring Barat mengatakan, masalah ini sebenarnya sudah seringkali dilaporkan ke pemkab dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). "Katanya kalau ada yang mengalami sesak napas karena bau disuruh membawa ke puskesmas, tapi sepulang dari puskesmas warga kambuh lagi," paparnya.
Menurut Mahmud, di RT12 RW2 terdapat 70 KK, sedangkan yang menghadap langsung dengan saluran air tersebut sebanyak 40 rumah. “Sekarang penghuni rumah itu sekarang resah, karena selalu mencium bau menyengat apalagi gasnya mudah terbakar,” katanya.
Humas BPLS Akhmad Zulkarnain mengatakan, untuk sementara waktu pihaknya akan mengajak musyawarah warga untuk membuka tutup gorong-gorong itu. Tujuannya agar kandungan gas itu berbaur dengan udara bebas, dan menjadi netral.
Sementara itu, untuk mengantisipasi jatuh korban pada pengendara jalan, Satlantas Polres Sidoarjo memasang garis polisi di sepanjang saluran air sejauh hampir 400 meter, Rabu (9/4).
Kasatlantas Polres Sidoarjo AKP Andi Yudianto, mengatakan, antisipasi ini dilakukan agar kendaraan tidak berhenti di area sekitar saluran air yang mengeluarkan kandungan gas mudah terbakar itu. "Kami beri garis polisi, agar pengendara lebih hati-hati dan tidak berhenti di sini," papar AKP Andi.. iit

09 April 2008

Gedung DPRD Disandera Warga

Gedung DPRD Disandera Warga

Tuesday, 08 April 2008
Sidoarjo - Surya-Setelah lima hari menginap di Gedung DPRD Sidoarjo, kekecewaan ratusan warga korban lumpur dari Desa Besuki, Kedungcangkring dan Desa Pejarakan Kecamatan Jabon, akhirnya memuncak. Secara serempak, warga yang kesal dan kecewa karena tuntutan realisasi ganti rugi terhadap rumah dan lahannya yang terendam lumpur tidak segera dipenuhi, akhirnya meluapkan kesalnya dengan menyegel semua pintu masuk kantor DPRD, Senin (7/4).

Aksi dimulai ketika ratusan warga yang mengendarai motor memasuki halaman gedung sekitar pukul 06.00 WIB. Karena masih pagi, mereka dengan leluasa masuk ke halaman kantor tersebut. Begitu berhasil masuk, warga yang sudah merencanakan aksi itu, langsung mengunci semua pintu masuk yang ada di Gedung DPRD. Empat titik pintu masuk di gedung dewan, semuanya digembok dan dijaga ketat puluhan warga.

Mereka meminta agar seluruh anggota DPRD ikut memperjuangkan nasib warga dari 3 desa yang belum jelas. “Kami meminta agar anggota DPRD memperjuangkan nasib kami, termasuk ke Jakarta,” Ali Mursyid koordinator warga.
Karena digembok itu, sekitar 70 pegawai dan anngota DPRD terpaksa tidak dapat masuk kantor. “Bahkan kami tadi tidak bisa melakukan apel pagi, karena tidak bisa masuk,” terang Pono Soebiyanto, Sekretariat DPRD Sidoarjo.
Namun pihaknya menyadari, latar belakang yang dilakukan korban lumpur tersebut, dan menunggu hingga pintu dibuka kembali.

Setelah dilakukan nego, sekitar pukul 09.00 WIB akhirnya warga mau membuka pintu. Dari pertemuan antara perwakilan waga dan Pansus Lumpur, disepakti 10 perwakilan warga dan anggota DPRD akan berangkat ke Jakarta untuk meminta kejelasan ganti rugi korban lumpur.

Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Jalaludin Alham menjelaskan, dari pertemuan itu 5 perwakilan warga dan 5 anggota Pansus Lumpur akan berangkat ke Jakarta. “Sore nanti (kemarin sore, red) perwakilan warga dan serta sejumlah anggota dan pimpinan Pansus Lumpur akan ke Jakarta, dananya secara swadaya,” ujarnya.

Dari hasil konfirmasi sekretariat DPRD Sidoarjo , para perwakilan warga ini akan menemui Menkeu, Menteri PU BPK serta Panitan Anggaran (Panggar) DPR RI. Karena menurutnya, apapun keputusan pemerintah jika Panggar tidak menyetujui maka hasilnya juga tidak ada. “Kami sudah kirim suratnya ke masing-masing instansi itu untuk meminta bertemu dan penjelasan terkait ganti rugi korban lumpur,” jelas Jalaludin. iit

08 April 2008

Pemerintah Sediakan Anggaran Rp 1,1 Trilyun

08 April 2008, 11:46:24, Laporan Arif Pribadi

Kasus Lapindo
Pemerintah Sediakan Anggaran Rp 1,1 Trilyun

suarasurabaya.net| Dalam Pos APBN-Perubahan 2008, Pemerintah menyediakan anggaran Rp 1,1 trilyun untuk BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) termasuk 3 desa yakni Besuki, Pejarakan, dan Kedung Cangkring

Untuk pengesahannya, menunggu APBN-P 2008, yang selanjutnya nanti diserahkan ke BPLS. Demikian dijelaskan ABDULLAH AZWAR ANAS Anggota Panitia Anggaran dari Fraksi Kebangkitan Bangsa sesudah bertemu dengan perwakilan warga tiga desa diluar peta terdampak, yang didampingi anggota DPRD Sidoarjo.

Menurut ANAS, seperti dilaporkan FAIZ reporter Suara Surabaya di Jakarta, Selasa (08/04), mekanisme pencairan dananya akan diatur BPLS. “Nah, kita tunggu setelah pengesahan APBN-Perubahan 2008. Setelah itu baru bisa diproses, mekanismenya oleh BPLS,” kata ANAS.

Kata ANAS, dana sebesar Rp 1,1 trilyun untuk BPLS dan tiga desa di luar peta terdampak, disepakati tidak dipotong 10 %.

Sementara perwakilan tiga desa yang didampingi oleh anggota DPRD Sidoarjo, hari ini rencananya juga akan menemui Menteri Keuangan untuk memastikan realisasi anggaran yang sudah disetujui di APBN-Perubahan 2008. (rif/tin)

Setelah Tutup Gerbang, Warga Tiga Desa Ditemui Dewan

07 April 2008, 10:00:31, Laporan Arif Pribadi

Kasus Lapindo
Setelah Tutup Gerbang, Warga Tiga Desa Ditemui Dewan

suarasurabaya.net| Warga tiga desa dari Besuki, Pejarakan, dan Kedung Cangkring, sempat menutup semua pintu gerbang gedung DPRD Sidoarjo, Senin (07/04) pagi. Akibatnya, ratusan karyawan dan staf DPRD sempat terancam tidak bisa masuk ke ruang kerja mereka.

Kata ROFIQ Staf Humas DPRD Kabupaten Sidoarjo, setelah dilakukan komunikasi dengan warga korban lumpur, akhirnya mereka mau membuka gerbang-gerbang gedung.

Menurut ROFIQ, setiap malam sekitar 300 warga selalu menginap di gedung DPRD sampai tuntutan ganti rugi mereka terpenuhi. “Nah ketika semua staf sudah pulang, mereka masih nginep disana. Paginya mereka ternyata mengunci setiap pintu gerbang,” jelas ROFIQ.

Staf DPRD Kabupaten Sidoarjo akhirnya bisa masuk ke ruang kerja mereka sekitar pukul 09.00 WIB. Warga tiga desa yang jumlahnya sekitar 500 orang akhirnya difasilitasi dewan di gedung belakang DPRD.

Sepuluh orang perwakilan warga, ditemui oleh H DJALALUDIN ALHAM Wakil Ketua DPRD Sidoarjo yang siap mengakomodir tuntutan mereka, serta perwakilan dan Polres Sidoarjo.

Kata ROFIQ, hari ini di DPRD ada kegiatan pendaftaran calon anggota Panwas Kabupaten Sidoarjo yang akan bertugas dalam Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008. ”Untung gerbangnya dibuka, soalnya pendaftaran anggota Panwas ini besok hari terakhir,” tegasnya. (rif/tin)

Disiapkan, Lahan Rumah Korban Lumpur

Disiapkan, Lahan Rumah Korban Lumpur

Monday, 07 April 2008
Sidoarjo -Rumah untuk warga korban lumpur, yang memilih relokasi terus bertambah. Selain di Kecamatan Sukodono, kini tengah dipersiapkan lahan serupa di Desa Jati Kecamatan Sidoarjo. Bambang Prasetyo Widodo, Direktur Operasional PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), mengatakan lahan di kawasan Jati, yang berada di sebelah Barat Jalan Tol Sidoarjo Porong, itu sudah dipesan sebanyak 31 kavling. “Itu sudah dipesan, ada PIJB (Perjanjian Ikatan Jual Beli) dan sudah siap” katanya, Minggu (6/4).

Nantinya, di sana akan dibangun sebanyak 1.018 unit, rinciannya tipe 36/108 sebanyak 718 unit. Tipe 54/120 sebanyak 200 unit dan untuk tipe 36/90 sebanyak 100 unit.
Chamim Putra Ghofur, Ketua Forum Korban Luapan Lumpur Bangkit dan Bersatu, mengatakan setiap harinya sudah ada warga korban lumpur yang melakukan transaksi. “Untuk pembangunan tahap I dan II sudah dimulai, dan setiap hari paling tidak ada sekitar 50 warga yang melakukan transaksi untuk relokasi tersebut,” jelasnya. iit
Comments

06 April 2008

Jalan Masuk Pusat Semburan Diblokade

Jalan Masuk Pusat Semburan Diblokade

Saturday, 05 April 2008
Sidoarjo - Surya-Unjuk rasa warga Siring Kecamatan Porong berlanjut. Setelah Kamis (3/4) lalu menutup jalan akses tanggul yang menuju ke Desa Ketapang, kini warga memblokade jalan masuk menuju pusat semburan, Jumat (4/4). Penutupan jalan masuk tersebut, dilakukan sekitar 20 warga dengan menggunakan bangku panjang dan bambu. Tuntutan aksi ini masih tetap, agar PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) segera membayar uang muka ganti rugi sebesar 20 persen yang sampai sekarang belum terealisasi.
“Kami akan menutup jalan masuk ke pusat semburan ini hingga ada realisasi pembayaran dari Lapindo,” kata H Rozi, warga setempat.

Aksi tersebut, membuat sejumlah petugas BPLS kalang kabut. Sebab jika akses masuk ke pusat semburan diblokade, praktis aktivitas penguatan dan peninggian tanggul cincin di pusat semburan tidak dapat optimal. Satu-satunya jalan masuk ke pusat semburan, hanya melalui titik 41 di Desa Besuki Kecamatan Jabon.

“Secara teknis, kami tidak bisa mentoleransi kondisi tanggul cincin di pusat semburan jika aktivitas penanggulan terkendala,” ujar Akhmad Khusairi, staf Humas BPLS yang kemarin menemui warga.
Namun pihaknya tidak dapat berbuat banyak, hanya saja ia meminta agar masalah ini tidak berlarut-larut dan segera dapat diselesaikan

Menurut H Rozi, sebelum memblokade jalan warga sudah beberapa kali menanyakan masalah ini ke tim verifikasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Namun selalu mendapat jawaban tidak memuaskan. “Kami hanya disuruh menunggu,” ujarnya.
Terakhir, tambahnya, saat warga bersama Humas BPLS Akhmad Zulkarnain ke kantor verifikasi BPLS di Jalan Diponegoro Sidoarjo, mereka sempat ditemui Basori Alwi, salah satu staf tim verifikasi BPLS.

Waktu itu, Alwi mengatakan kalau proses berkas saat ini sudah ada di MLJ. “Tetapi waktu kita tanya ke BPLS, jawabannya malah membingungkan. BPLS bilang, berkas tersebut sudah bukan menjadi tanggungan BPLS, “ jelasnya.

Dari penjelasan tim verifikasi, ada tiga kategori berkas yang saat ini belum dibayar. Antara lain kategori I, ada 81 berkas, sudah melakukan Perjanjian Ikatan Jual Beli (PIJB). Kategori II ada 202 berkas sudah diverifikasi BPLS, menunggu verifikasi MLJ, dan kategori III ada 107 berkas, berita acara sudah selesai, dan menunggu verifikasi MLJ.. iit

04 April 2008

Korban Lumpur Ngemis Massal

Korban Lumpur Ngemis Massal

Friday, 04 April 2008
Sidoarjo - Surya-Warga Desa Besuki Kecamatan Jabon, yang sudah dua hari demo sekaligus menginap di gedung DPRD Sidoarjo, dengan terpaksa melakukan ngemis massal, Kamis (3/4). Warga mulai turun jalan sekitar pukul 08.00 WIB, dengan menyebar di perempatan Jalan A Yani, Jalan Untung Suropati, Jalan Sultan Agung dan sekitar alun -alun Sidoarjo. Bahkan sebagian warga juga meminta bantuan langsung ke sejumlah kantor-kantor dinas yang ada di Sidoarjo.
Aksi ini terpaksa dilakukan, karena selain tidak mendapat perhatian pemerintah atas nasib mereka, mereka juga butuh uang untuk beli makanan dan minuman. Apalagi selama menginap di DPRD, mereka juga mengajak serta anak-anak.

“Kami tidak puya apa-apa lagi, rumah sudah tenggelam untuk makan pun sudah tak punya uang. Karena itu bapak-bapak sekarang lagi cari uang, meski harus dengan mengemis,” kata Ny Tutik salah satu warga Besuki, kemarin.
Ali Mursyid, koordinator warga Besuki mengatakan, mereka terpaksa turun mengemis karena kehabisan bekal setelah sudah dua hari menginap di kantor DPRD.

Aksi demo dan menginap tersebut, kata Mursyid, dilakukan warga untuk mendesak pemerintah agar segera mencairkan ganti rugi karena rumah mereka terdampak lumpur.
Meskipun sampai sekarang belum ada kepastian, namun warga tambah Mursyid, masih berusaha sabar dengan bertahan di bekas jalan Tol Porong - Gempol.

Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Jalaludin Alham, menambahkan pihaknya tidak mempunyai anggaran khusus untuk penanganan pengungsi Besuki yang saat ini mengnap di DPRD. “Kalau secara pribadi kami akan membantu semampunya, tadi teman-teman dewan ikut memberikan sumbangan,” kata Jalaludin, yang sudah menyiapkan seratus nasi bungkus untuk warga Besuki.
Aparat kepolisian sebenarnya sudah berusaha membubarkan aksi tersebut, namun ditolak warga. Setelah negosiasi, akhirnya warga diberi kelonggaran hingga pukul 09.30 WIB. iit

Warga Blokade Tanggul

Warga Blokade Tanggul

Friday, 04 April 2008
* DP Belum Dibayar
Sidoarjo - Surya-Puluhan warga Desa Siring Kecamatan Porong, memblokade jalan tanggul di Desa Siring yang menghubungkan ke Desa Ketapang Tanggulangin, Kamis (3/4). Warga selanjutnya membentangkan spanduk, yang isinya meminta kepada Pemerintah Sidoarjo, Kapolres, Dandim dan pejabat lainnya ikut membantu menyelesaikan pembayaran ganti rugi uang muka 20 persen yang belum dibayarkan. “Kami akan menutup jalan tanggul ini, hingga pembayaran 20 persen diselesaikan,” kata Sulton, warga Siring.

Aksi itu dilakukan, karena pembayaran ganti rugi 20 persen sampai kemarin belum terealiasi. Namun aksi ini tidak mengganggu kendaraan yang lewat di Jalan Raya Porong, karena dilakukan di atas tanggul persis di depan bekas jembatan tol Porong.
“Warga meminta, agar pembayaran ganti rugi uang muka 20 persen segera dibayar Lapindo, apalagi sekarang sudah mendekati pembayaran yang 80 persen,” kata H Mursidi, warga Siring.

Menurutnya H Mursidi, sekitar 98 berkas milik warga yang sudah dibuatkan berita acara (BA) pembayaran, tetapi hingga kini belum dibayar. “Ada 98 bidang yang sudah ada berita acaranya, diantaranya milik warga Siring ada 14 bidang, dan belum dibayar,” kata Mursidi, yang sebagian lahan miliknya di RT9 RW2 Siring juga belum dibayar.

Sebenarnya, warga sudah beberapa kali menanyakan hal ini ke Lapindo. Baik di kantor pembayaran PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) di Jalan Sultan Agung Sidoarjo, maupun di kantor Surabaya. “Tapi selalu disuruh menungu, lalu sampai kapan kami menunggu,” tanya H Mursidi. iit

03 April 2008

Warga Korban Lumpur, Ngemis di Depan Alun-Alun

03 April 2008, 10:24:52, Laporan Arif Pribadi

Warga Korban Lumpur, Ngemis di Depan Alun-Alun

suarasurabaya.net| Setelah sebelumnya bermalam di gedung DPRD Sidoarjo, sekitar 300 orang warga tiga desa korban lumpur Lapindo Sidoarjo melakukan aksi mengemis di depan Alun-alun Sidoarjo, Kamis (03/04) ini.

Kata ALI MURSYID Koordinator Warga Besuki, aksi ini hanya ungkapan keprihatian dari warga yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah.

Selama ini, setelah rumah mereka terendam lumpur, warga mengungsi di bahu tol dekat Desa Besuki. Selama dalam pengungsian, pemerintah kata ALI, tidak menunjukkan kepeduliannya, seperti pemberian jatah makan. “Padahal selama dalam pengungsian, banyak warga yang menjadi Kepala Keluarga nganggur. Mereka kan butuh makan juga,” tegasnya pada suarasurabaya.net, Kamis (03/04) pagi.

Aksi ngemis ini diikuti sekitar 300 orang warga tiga desa yang semalam sudah menginap di DPRD Sidorajo. Menurut pengakuan ALI, kemarin hingga pagi ini warga juga sama sekali tidak mendapat jatah makan. “Dengan aksi ini, kita ingin pemerintah dan pihak terkait membuka mata, bahwa kami juga butuh makan,” tegas ALI MURSYID.

Warga yang berjejer di seputaran alun-alun hanya menunjukkan keprihatinan mereka. Warga tidak melakukan aksi penutupan jalan, sehingga lalu-lintas tidak terganggu.

Namun AKP ANDI YUDIANTO Kasatlantas Polres Sidoarjo mengaku, sedah menurunkan satu pleton untuk berjaga-jaga. “Mereka hanya untuk menjaga saja. Siapa tahu ada aksi-aksi yang diluar kendali kami,” ujar ANDI.(rif/ipg)

Ratusan Warga Menginap di DPRD Tuntut Pembayaran Ganti Rugi

Ratusan Warga Menginap di DPRD Tuntut Pembayaran Ganti Rugi

Thursday, 03 April 2008
Sidoarjo - Surya-Ratusan warga dari tiga desa di Kecamatan Jabon, yang masuk peta terdampak susulan, mengancam akan menginap di DPRD Sidoarjo, bila pembayaran ganti rugi tidak segera direalisasikan. "Kami akan tetap menunggu dan menginap di sini, karena kami sudah tidak punya rumah," kata salah satu warga yang bersiap-siap akan menginap di Gedung DPRD Sidoarjo.

Ancaman itu disampaikan warga dari Desa Kedungcangkring, Besuki dan Pejaarakan, saat mereka mendemo DPRD Sidoarjo, Rabu (2/4) siang. Aksi itu dilakukan, karena warga merasa kesal karena belum adanya kejelasan terkait mekanisme pembayaran ganti rugi yang pernah dijanjikan.
Warga mulai mendatangi DPRD sekitar pukul 08.00 WIB, dengan mengendarai puluhan truk dan sepeda motor setelah sebelumnya berkumpul di Desa Besuki.

Dalam orasinya, Abdul Rokhim warga Besuki mengatakan warga ingin pembayaran ganti rugi itu dilakukan. Sebab selama ini, mereka bertahan di bekas Jalan Tol porong - Gempol. "Pemerintah sudah memutuskan kami mendapat ganti rugi, tapi kapan pembayarannya," tanyanya.

Ia juga meminta, agar dibuatkan payung hukum terkait kondisi 3 desa tersebut. Seperti halnya desa lainnya yang masuk peta terdampak lebih dulu, yakni Perpres 14. "Seperti halnya desa lainnya yang dilindungi dengan Perpres 14, sementara kawasan 3 desa ini belum ada payung hukumnya yang pasti," tambahnya.

Setelah beorasi beberapa waktu, perwakilan warga akhirnya diterima Ketua Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Maimun Sirodj. Kepada perwakilan warga, Sirodj menjelaskan jika semua tuntutan dan permintaan warga itu sudah masuk rekomendasi pansus.
"Semua aspirasi warga sudah masuk dalam rekomendasi kami, jadi sekarang tinggal menunggu hasilnya," kata anggota DPRD dari PKB ini.

Bahkan, kata Maimun, selain rekomendasi payung hukum dan percepatan pembayaran, pansus juga memperjuangkan nasib sembilan desa lainnya agar bisa masuk peta terdampak. "Kami juga merekomendasikan, agar sembilan desa lainnya agar masuk dalam peta terdampak," jelasnya.

Sementara itu Wakil Ketua Pansus Lumpur, Tito Pradopo mengatakan, rekomendasi yang diajukan Pansus Lumpur ada 12 desa yang layak masuk dalam peta untuk mendapat ganti rugi. "Tapi kenyataannya, pemerintah hanya menyetujui hanya tiga desa saja yaitu Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring," katanya.
Meski sudah mendapat penjelasan dari pansus lumpur, namun warga tampaknya masih kurang percaya. Mereka mengaku enggan pulang, sebelum mendapat kepastian pembayaran ganti rugi.. iit

Warga 3 Desa Korban Lumpur Lapindo Minta Bayar Ganti Rugi

Warga 3 Desa Korban Lumpur Lapindo Minta Bayar Ganti Rugi

Suryalive | Sidoarjo - Ratusan warga korban lumpur dari tiga desa di Kecamatan Jabon, menggelar aksi unjuk rasa di DPRD Sidoarjo, Rabu (2/4).

Warga mendesak pemerintah untuk membayar ganti rugi yang telah dijanjikan akan diambilkan dari APBN-P. Mereka resah karena hingga kini belum ada kejelasan terkait kapan ganti rugi akan dibayarkan.

Tiga desa yang mengikuti aksi tersebut yaitu dari Desa Besuki, Pejarakan dan Kedungcangkring. Kericuhan sempat mewarnai aksi tersebut karena warga memaksa masuk ke gedung dewan padahal pada saat itu sedang digelar pula rapat paripurna dewan.

Namun, warga terus mendesak masuk dan minta diterima para anggota DPRD sesegera mungkin. Melihat gelagat itu, ratusan aparat yang memang disiapkan langsung bersiaga.

Saling dorong antara warga dan aparat pun terjadi. Bahkan, tiga warga nekad masuk dengan meloncati pagar, namun petugas langsung menghalanginya. Setelah negosiasi antar aparat dan warga, akhirnya perwakilan warga diperbolehkan masuk.

"Warga minta segera dibayar ganti rugi dan juga minta diterbitkannya SK sebagai payung hukum pembayaran ganti rugi tiga desa yang berbatasan lansung dengan tanggul penahan lumpur," kata koordinator aksi, Ali Mursyid. ant

02 April 2008

Anggaran Lapindo Ditambah Rp 223,4 M

Anggaran Lapindo Ditambah Rp 223,4 M

Wednesday, 02 April 2008
JAKARTA, RABU - Negara kembali menggelontorkan dana segar untuk korban lumpur panas Lapindo. Melalui Panitia Anggaran DPR disetujui tambahan dana untuk Lapindo sebesar Rp 223,4 miliar.

"Kesepakatan Sidang Paripurna sebelumnya, itu bagian dari bencana yang harus ditangani APBNP 2008," kata Wakil Ketua Panggar DPR Harry Azhar Azis di Jakarta, Rabu (2/4).

Tambahan dana tersebut disetujui dalam rapat interen Panggar B di Gedung DPR, Selasa (1/4), malam. Ditambah dana sebelumnya, negara telah mengucurkan dana sekitar Rp 1,4 triliun.

"Soal teknis penggunaan dana ini kita serahkan ke pelaksana lapangan," katanya.
Menurut dia sampai ada penelitian selanjutnya soal status Lapindo maka pemerintah akan terus menggelontorkan dana untuk Lapindo.

"Harusnya pemerintah menuntut kepada siapa yang bersalah.Bagaimana Lapindo mengembalikan uang ini itu urusan berikutnya. Sekarang yang penting bagaimana urusi masyarakat korban Lapindo," jelasnya.

Ketua Panggar DPR Emir Moeis mengakui ada tambahan dana untuk Lapindo. "Dana itu harus diawasi. Jangan disalahgunakan, " katanya. Menurut dia masalah Lapindo harus diselesaikan pemerintahan sekarang sebab kelak akan diminta pertanggungjawabannya.

"Rencana tambahan dana Lapindo itu kan juga sebelumnya atas usul pemerintah," katanya.