28 Desember 2008

Pindahkan Pompa Untuk Optimalkan Pengaliran Lumpur

Pindahkan Pompa Untuk Optimalkan Pengaliran Lumpur

Sidoarjo- Untuk mengoptimalkan pembuangan lumpur ke selatan atau ke kali Porong, PT Minarak Lapindo Jaya memindahkan 3 unit pompa yang sebelumnya berada di titik 41 menuju ke titik 43, Desa renokenongo, Kecamatan Porong, Sidoarjo.

Sebelumnya 11 unit pompa lumpur dikosentrasikan di titik 41, Desa Besuki, Kecamatan Jabon untuk mengalirkan lumpur dari pusat semburan menuju ke kali porong dengan melewatkan pipa

“Karena lumpur sulit mengalir kearah selatan karena elevasi yang rendah, makanya pompa kita akan pindahkan ke daerah yang lebih dekat dengan pusat semburan,” terang Dedi, Kabag Pelaksana Pengaliran Lumpur MLJ.

Saat ini pompa yang dipindahkan adalah jenis Sumptech dan Sakuragawa dengan ditarik 2 unit excaponton, rencananya MLJ akan memindahkan 5 unit pompa lagi di titik 43.

Pemindahan pompa di titik 43 ini menurut Dedi lebih efisien dan efektif disaat lumpur sulit mengalir ke selatan.

“Pompa bisa langsung menyedot lumpur yang tertampung dititik 43 yang selanjutnya akan dialirkan melewati 2 unit pipa 20 inch,” pungkas Dedi.
Selain menggunakan mesin pompa, pihaknya mengaku masih menggunakan alat-alat berat untuk membantu pengaliran lumpur dari pusat semburan ke titik 43.

“3-4 unit excavator longarm masih dioperasikan untuk mengayuh dan mengeruk lumpur untuk menurunkan elevasi dititik 43, selanjutnya jika elevasi didapatkan jauh lebih rendah maka lumpur akan mengalir dengan sendirinya,” ujar Dedi.

Pemerintah Siapkan Rp 82 Miliar, Untuk Warga di Luar Peta Terdampak Lumpur

Pemerintah Siapkan Rp 82 Miliar, Untuk Warga di Luar Peta Terdampak Lumpur

Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sedikitnya Rp 82 miliar bagi warga di luar peta terdampak lumpur Sidoarjo. Dana itu khusus empat desa, yakni Siring Barat, Jatirejo Barat dan Mindi Kecamatan Porong, serta Desa Besuki bagian Timur Kecamatan Jabon.

Menurut Ketua Tim Pelaksana Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Priyo Budi Santoso, dana yang disiapkan itu bersumber dari APBN. Dana itu bisa dicairkan jika pemerintah pusat memasukkan keempat desa itu dalam peta terdampak baru, atau dimasukkan dalam daftar desa yang ganti ruginya dibayar melalui APBN.

“Kami sangat menghargai upaya pemerintah dalam mengambil langkah tersebut. Tapi secepatnya keempat desa itu dimasukkan dalam peta terdampak, sehingga dana bisa dicairkan. Itu kan sudah keputusan bersama pada 11 November lalu,” kata Priyo saat berada di Surabaya, Sabtu (20/12/2008) malam.

Priyo menambahkan, kondisi empat desa itu sudah sangat kritis. Banyak bubble baru keluar dengan mengeluarkan bau gas sangat menyengat. “Secepatnya lah mereka direlokasi. Kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk ditempati. Saya tahu karena saya meninjau langsung ke sana,” beber ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu.

Tentang pembayaran transaksi jual beli atas warga di dalam peta terdampak, untuk proses pembayaran sisa 80 persen ada beberapa mekanisme yang telah disepakati antara warga, pemerintah dan Lapindo.

Mekanisme pertama, warga menyetujui pembayaran sisa ganti rugi dengan cara resettlement plus pengembalian uang (susuk). “Warga dapat rumah, kalau uangnya masih lebih ya dikembalikan dalam bentuk susuk,” jelasnya.

Mekanisme kedua, dibayar cash secara bertahap. Di mana setiap bulan Lapindo diwajiibkan membayar Rp 30 juta/berkas ditambah Rp 2,5 juta bagi warga yang masa kontrak rumahnya sudah habis. “Mekanisme ini telah disetujui tim 16. Ribuan warga yang sepakat dengan mekanisme pembayaran ini,” tukasnya.

Mekanisme ketiga, sambung Priyo, ada 41 berkas yang tidak ingin melaksanakan dua mekanisme tersebut. Mereka masih ngotot ingin pembayaran sisa ganti rugi secara cash and carry. “Tapi yang jelas, semua mekanisme yang mereka sepakati harus dilindungi dan dicarikan jalan keluar,” urainya.

Politisi asal Trenggalek itu mengakui, ada kesulitan cash flow yang dihadapi Lapindo Brantas. Inc sebagai imbas dari krisis ekonomi global. Sehingga Lapindo keberatan membayar jual beli dengan mekanisme dicicil Rp 30 juta/berkas/bulan. Karena itu, dia berharap pemerintah bisa membantu memberikan dana talangan untuk mempercepat proses pembayaran tersebut.

“Lapindo mengaku tersengal-sengal membayar ganti rugi itu, meski dengan cara dicicil. Mestinya pemerintah bisa nalangi dulu, kemudian baru itung-itungan dengan Lapindo. Yang penting jangan sampai warga disia-siakan,” paparnya. (*)

19 Desember 2008

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur
Ditulis Oleh (*)
Kamis, 18 Desember 2008

RAPAT dengar pendapat antara Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Lapindo Brantas, Inc/Minarak Lapindo Jaya berlangsung panas. Pasalnya, rapat yang berakhir hingga Kamis (18/12) dini hari itu, TP2LS menilai pemerintah kurang tanggap terhadap kondisi para korban terdampak. Padahal dalam struktur dewan pengarah BPLS terdapat beberapa menteri terkait dimaksudkan agar tanggap terhadap kondisi warga terdampak.

Ketua TP2LS Priyo Budi Santoso melampiaskan kekesalannya pada Menteri PU Djoko Kirmanto dan Menneg LH Rachmat Witoelar yang hadir dalam kapasitas sebagai dewan pengarah BPLS. Sebab dewan pengarah dinilai kurang serius menanggulangi penderitaan rakyat akibat semburan lumpur Sidoarjo.

Anggota TP2LS Alvin Lie tidak kalah sengit. Menurut Alvin Lie, pada saat perusahaan keluarga Bakrie mengalami kesulitan uang akibat dampak krisis finansial global, mestinya pemerintah mengambil alih tanggung jawab untuk menyelamatkan rakyatnya. ”Seharusnya pemerintah cepat tanggap. Jangan membebankan tanggung jawab itu semata-mata kepada Lapindo yang sedang mengalami krisis finansial global. Terlepas pemerintah menagih Lapindo di kemudian hari, itu urusan lain. Yang penting saat ini, negara segera menyelamatkan rakyatnya,” kata Alvin Lie.

Ia menambahkan, sesuai UU Penanggulangan Bencana, tanggung jawab penyelamatan warga adalah pemerintah. Karena itu, para menteri yang masuk dalam dewan pengarah BPLS harus action menolong rakyat. Alvin juga membandingkan peranan pemerintah yang begitu cepat saat menyelamatkan Bank Century.

”Rakyat yang sudah menderita jangan ditambah lagi bebannya. Pemerintah begitu cepat menyelamatkan Bank Century dengan dana yang sangat besar, padahal berapa sih yang jadi korban Bank Century. Yang punya saham berapa? Untuk kasus Bank Century, pemerintah bisa sediakan uang, menteri-menterinya langsung action menolong. Tapi kalau urusan dengan warga terdampak lumpur, kok nggak kelihatan perannya. Ini kan nggak adil,” tandasnya.

Anggota TP2LS lainnya, Marcus Silano, juga angkat bicara. Menurutnya, para menteri itu tugasnya membantu presiden untuk menyelesaikan masalah. Tetapi untuk kasus lumpur, para menteri terkesan diam. ”Kok Anda diam saja? Lihat rakyat jadi korban begini, mestinya para menteri segera action,’’ kata Marcus.

Anggota TP2LS dari Fraksi PDI-P, Effendi Simbolon justru menaruh iba kepada Lapindo Brantas, Inc yang sudah mengucurkan dana lebih dari Rp 4 triliun untuk mengatasi warga terdampak lumpur Sidoarjo. Padahal hingga saat ini belum ada suatu keputusan hukum tetap yang menyatakan Lapindo bersalah.

”Kalau dulu mungkin saja nggak terasa karena memiliki banyak uang. Tapi saat ini, kondisinya sedang terpuruk. Jadi bagaimana, apa cetak uang palsu? Kita harus jelaskan kepada rakyat kondisi yang sebenarnya. Tapi saya minta pemerintah konsisten,” ujar Effendi Simbolon.

Setya Novanto anggota Timwas TP2LS DPR RI menyampaikan bahwa dalam kondisi yang sulit seperti ini, Lapindo masih harus menyediakan dana untuk membeli tanah warga sebesar Rp 200 miliar per bulan. Timwas TP2LS DPR RI juga mendesak pemerintah agar segera merealisasikan pembangunan jalan tol, sehingga permasalahan ekonomi menjadi lancar dan tidak menimbulkan gejolak sosial ekonomi yang berkepanjangan. Sedangkan soal pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol yang masih terkendala, Timwas merekomendasikan menggunakan mekanisme hukum pembebasan lahan untuk kepentingan publik.

Sementara itu, menjawab kritikan anggota DPR, Menteri PU Djoko Kirmanto menyatakan bahwa pihaknya ditunjuk sebagai dewan Pengarah BPLS berdasarkan Keppres. Tugas BPLS adalah membuang lumpur ke laut, membangun dan memperbaiki infrastruktur jalan arteri dan jalan tol pengannti jalan tol Porong-Gempol yang kini tidak dapat difungsikan lagi.

”Itu adalah tugas-tugas kami sesuai Keppres 14/2007. Saya tak mau kalau dikatakan sebagai menteri yang tak membantu presiden. Saya sudah berbuat, tapi kalau dikatakan demikian ya nggak apa-apa,” tegas Djoko Kirmanto.



Hampir Rp 5 T

Dalam rapat dengar pendapar tersebut juga terungkap bahwa hingga Oktober 2008 lalu, Lapindo Brantas telah mengeluarkan anggaran mencapai Rp 4,855 triliun. Menurut General Manager Lapindo Brantas, Inc., Imam P Agustino, biaya tersebut untuk upaya penanggulangan semburan lumpur, penanganan lumpur permukaan dan penanganan sosial.

Khusus penanganan masalah sosial, hingga 12 Desember 2008 Lapindo Brantas telah merealisasikan pembayaran/pembelian tanah warga, dengan rincian pembayaran 20 persen telah selesai semuanya, yakni sebanyak 12.865 berkas dengan nilai Rp 718,28 miliar. Sedangkan pembayaran 80 persen telah dilakukan pada 2.356 berkas dengan nilai Rp 419,404 miliar.

Imam Agustino menambahkan, sesuai dengan Perpres 14/2007 khususnya pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Lapindo Brantas membeli tanah & bangunan warga korban terdampak lumpur dengan pembayaran secara bertahap melalui akta jual beli (AJB) dengan menyertakan bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah yang disahkan oleh pemerintah.

Dengan dasar tersebut, Lapindo Brantas melaksanakan transaksi Akta Jual beli untuk berkas yang bisa ditransaksikan sebanyak 8.157 berkas, dengan rincian warga yg melakukan pembelian rumah di KNV sebanyak 2.303 berkas. Sedangkan 5.813 berkas menyetujui dengan mekanisme cash bertahap yang ditandatangani melalui kesepakatan 3 Desember 2008, dengan ketentuan diangsur Rp 30 juta/bulan/berkas , ditambah bantuan uang kontrak sebesar Rp. 2,5 juta/KK.

Di sisi lain, berkas warga yang tidak dapat dilakukan AJB sebanyak 4.729 berkas. Untuk berkas ini, Lapindo Brantas/PT Minarak Lapindo Jaya telah melakukan kesepakatan mekanisne cash & resettlement dengan warga pada 25 Juni 2008.

”Kami juga mengacu pada rekomendasi rapat paripurna DPR RI pada 19 Februari 2008. Dimana Lapindo menyiapkan pemukiman kembali/resettlement di kawasan Kahuripan Nirwana Village (KNV) berikut fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warga tersebut,” kata Imam Agustino.

Hingga saat ini, kelompok warga yang telah menyatakan keinginannya untuk mengambil skema cash & resettlement dengan melakukan penandatanganan perjanjian sebanyak 1.835 berkas. Di samping itu, sebanyak 2.832 berkas lainnya juga menyatakan berminat mengikuti skema tersebut, meski belum melakukan penandatanganan. (*)

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur

TP2LS Nilai Pemerintah Kurang Tanggap Persoalan Warga Terdampak Lumpur
Ditulis Oleh (*)
Kamis, 18 Desember 2008

RAPAT dengar pendapat antara Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dan Lapindo Brantas, Inc/Minarak Lapindo Jaya berlangsung panas. Pasalnya, rapat yang berakhir hingga Kamis (18/12) dini hari itu, TP2LS menilai pemerintah kurang tanggap terhadap kondisi para korban terdampak. Padahal dalam struktur dewan pengarah BPLS terdapat beberapa menteri terkait dimaksudkan agar tanggap terhadap kondisi warga terdampak.

Ketua TP2LS Priyo Budi Santoso melampiaskan kekesalannya pada Menteri PU Djoko Kirmanto dan Menneg LH Rachmat Witoelar yang hadir dalam kapasitas sebagai dewan pengarah BPLS. Sebab dewan pengarah dinilai kurang serius menanggulangi penderitaan rakyat akibat semburan lumpur Sidoarjo.

Anggota TP2LS Alvin Lie tidak kalah sengit. Menurut Alvin Lie, pada saat perusahaan keluarga Bakrie mengalami kesulitan uang akibat dampak krisis finansial global, mestinya pemerintah mengambil alih tanggung jawab untuk menyelamatkan rakyatnya. ”Seharusnya pemerintah cepat tanggap. Jangan membebankan tanggung jawab itu semata-mata kepada Lapindo yang sedang mengalami krisis finansial global. Terlepas pemerintah menagih Lapindo di kemudian hari, itu urusan lain. Yang penting saat ini, negara segera menyelamatkan rakyatnya,” kata Alvin Lie.

Ia menambahkan, sesuai UU Penanggulangan Bencana, tanggung jawab penyelamatan warga adalah pemerintah. Karena itu, para menteri yang masuk dalam dewan pengarah BPLS harus action menolong rakyat. Alvin juga membandingkan peranan pemerintah yang begitu cepat saat menyelamatkan Bank Century.

”Rakyat yang sudah menderita jangan ditambah lagi bebannya. Pemerintah begitu cepat menyelamatkan Bank Century dengan dana yang sangat besar, padahal berapa sih yang jadi korban Bank Century. Yang punya saham berapa? Untuk kasus Bank Century, pemerintah bisa sediakan uang, menteri-menterinya langsung action menolong. Tapi kalau urusan dengan warga terdampak lumpur, kok nggak kelihatan perannya. Ini kan nggak adil,” tandasnya.

Anggota TP2LS lainnya, Marcus Silano, juga angkat bicara. Menurutnya, para menteri itu tugasnya membantu presiden untuk menyelesaikan masalah. Tetapi untuk kasus lumpur, para menteri terkesan diam. ”Kok Anda diam saja? Lihat rakyat jadi korban begini, mestinya para menteri segera action,’’ kata Marcus.

Anggota TP2LS dari Fraksi PDI-P, Effendi Simbolon justru menaruh iba kepada Lapindo Brantas, Inc yang sudah mengucurkan dana lebih dari Rp 4 triliun untuk mengatasi warga terdampak lumpur Sidoarjo. Padahal hingga saat ini belum ada suatu keputusan hukum tetap yang menyatakan Lapindo bersalah.

”Kalau dulu mungkin saja nggak terasa karena memiliki banyak uang. Tapi saat ini, kondisinya sedang terpuruk. Jadi bagaimana, apa cetak uang palsu? Kita harus jelaskan kepada rakyat kondisi yang sebenarnya. Tapi saya minta pemerintah konsisten,” ujar Effendi Simbolon.

Setya Novanto anggota Timwas TP2LS DPR RI menyampaikan bahwa dalam kondisi yang sulit seperti ini, Lapindo masih harus menyediakan dana untuk membeli tanah warga sebesar Rp 200 miliar per bulan. Timwas TP2LS DPR RI juga mendesak pemerintah agar segera merealisasikan pembangunan jalan tol, sehingga permasalahan ekonomi menjadi lancar dan tidak menimbulkan gejolak sosial ekonomi yang berkepanjangan. Sedangkan soal pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol yang masih terkendala, Timwas merekomendasikan menggunakan mekanisme hukum pembebasan lahan untuk kepentingan publik.

Sementara itu, menjawab kritikan anggota DPR, Menteri PU Djoko Kirmanto menyatakan bahwa pihaknya ditunjuk sebagai dewan Pengarah BPLS berdasarkan Keppres. Tugas BPLS adalah membuang lumpur ke laut, membangun dan memperbaiki infrastruktur jalan arteri dan jalan tol pengannti jalan tol Porong-Gempol yang kini tidak dapat difungsikan lagi.

”Itu adalah tugas-tugas kami sesuai Keppres 14/2007. Saya tak mau kalau dikatakan sebagai menteri yang tak membantu presiden. Saya sudah berbuat, tapi kalau dikatakan demikian ya nggak apa-apa,” tegas Djoko Kirmanto.



Hampir Rp 5 T

Dalam rapat dengar pendapar tersebut juga terungkap bahwa hingga Oktober 2008 lalu, Lapindo Brantas telah mengeluarkan anggaran mencapai Rp 4,855 triliun. Menurut General Manager Lapindo Brantas, Inc., Imam P Agustino, biaya tersebut untuk upaya penanggulangan semburan lumpur, penanganan lumpur permukaan dan penanganan sosial.

Khusus penanganan masalah sosial, hingga 12 Desember 2008 Lapindo Brantas telah merealisasikan pembayaran/pembelian tanah warga, dengan rincian pembayaran 20 persen telah selesai semuanya, yakni sebanyak 12.865 berkas dengan nilai Rp 718,28 miliar. Sedangkan pembayaran 80 persen telah dilakukan pada 2.356 berkas dengan nilai Rp 419,404 miliar.

Imam Agustino menambahkan, sesuai dengan Perpres 14/2007 khususnya pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Lapindo Brantas membeli tanah & bangunan warga korban terdampak lumpur dengan pembayaran secara bertahap melalui akta jual beli (AJB) dengan menyertakan bukti kepemilikan tanah yang mencantumkan luas tanah yang disahkan oleh pemerintah.

Dengan dasar tersebut, Lapindo Brantas melaksanakan transaksi Akta Jual beli untuk berkas yang bisa ditransaksikan sebanyak 8.157 berkas, dengan rincian warga yg melakukan pembelian rumah di KNV sebanyak 2.303 berkas. Sedangkan 5.813 berkas menyetujui dengan mekanisme cash bertahap yang ditandatangani melalui kesepakatan 3 Desember 2008, dengan ketentuan diangsur Rp 30 juta/bulan/berkas , ditambah bantuan uang kontrak sebesar Rp. 2,5 juta/KK.

Di sisi lain, berkas warga yang tidak dapat dilakukan AJB sebanyak 4.729 berkas. Untuk berkas ini, Lapindo Brantas/PT Minarak Lapindo Jaya telah melakukan kesepakatan mekanisne cash & resettlement dengan warga pada 25 Juni 2008.

”Kami juga mengacu pada rekomendasi rapat paripurna DPR RI pada 19 Februari 2008. Dimana Lapindo menyiapkan pemukiman kembali/resettlement di kawasan Kahuripan Nirwana Village (KNV) berikut fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk warga tersebut,” kata Imam Agustino.

Hingga saat ini, kelompok warga yang telah menyatakan keinginannya untuk mengambil skema cash & resettlement dengan melakukan penandatanganan perjanjian sebanyak 1.835 berkas. Di samping itu, sebanyak 2.832 berkas lainnya juga menyatakan berminat mengikuti skema tersebut, meski belum melakukan penandatanganan. (*)

Cash and Resetllement Solusi Non-Sertifikat

Cash and Resetllement Solusi Non-Sertifikat
Ditulis Oleh dad
Selasa, 16 Desember 2008

Sidoarjo- PT. Minarak Lapindo Jaya (MLJ) tetap berpegang tidak bisa melakukan pembayaran secara cash and carry bagi aset non sertifikat, Jalan tengahnya adalah pembayaran dengan skema cash and resettlement.

Alasan MLJ tidak dapat merealisasikan pembayaran secara cash and carry berkas non sertifikat yakni letter C dan pethok D dikarenakan tidak bisa di AJB kan (Akta Jual Beli) sesuai yang sudah tertuang dalam perpres 14/2007.

“Kita bisa membayar secara cash and carry bagi berkas yang bisa di AJB kan,” pungkas Andi Darussalam Tabusalla, Vice President Minarak MLJ.(16-12-2008)

Meski demikian MLJ tetap membuka bagi warga yang memiliki aset non sertifikat untuk menerima skema pembayaran secara cash and resettlement. Luas tanah warga akan diganti dengan luas tanah dilahan yang baru sedangkan jika ada sisa maka akan dikembalikan secara tunai.

“Cash and Resetllement merupakan jalan tengah antara cash and carry dan Resetlllement, dan ini adalah solusi untuk berkas non-sertifikat,” terangnya.

Sampai saat ini warga yang sudah menerima pembayaran dengan cash and resettlement sebanyak 1.381 dengan nilai 573.617.523.000. Sedangkan pembayaran secara cash and carry, sampai 15 Desember 2008 mencapai 2495 bidang.

Hari ini (Selasa, 16-12-2008) tengah dilakukan pembayaran secra cash and carry bagi warga yang bukti kepemlikannya sertifikat di gedung ex BTPN Sidoarjo sebanyak 82 bidang dengan nilai Rp. 9.567.200.000.

“Kita tetap pegang komitmen untuk menyelesaikan permasalahan sosial sesuai dengan arahan perpres 14-2007,” Ujar Andi.

05 Desember 2008

Tiga Ribu Korban Lapindo akan Datangi Jakarta Pasca Idul Adha

Tiga Ribu Korban Lapindo akan Datangi Jakarta Pasca Idul Adha
Nograhany Widhi K - detikNews

Jakarta - Jika ganti rugi 80 persen tunai tak dikabulkan pemerintah, warga korban lumpur Lapindo akan membawa massa yang lebih besar. Setidaknya 3 ribu warga akan datang ke Jakarta setelah Idul Adha.

"Kita akan mendatangkan massa 3 ribu lagi dari Sidoarjo setelah Lebaran," ujar salah satu koordinator yang juga warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) I, Sumitro, kepada detikcom, Jumat (5/12/2008).

Cara itu, imbuh dia, akan dilakukan jika permintaan mereka untuk pembayaran ganti rugi 80 persen tidak dilakukan secara tunai.

"Kita menolak dicicil Rp 30 juta per bulan yang kemarin telah disepakati. Kita minta pemerintah mencari cara lain yang bijaksana," pinta dia.

Hari ini selain istighotsah di depan Istana Negara, imbuh dia, para korban akan melakukan salat Jumat berjaamaah di Masjid Istiqlal. Jumlah massa 80 orang.

"Sebagian juga mulai pulang untuk koordinasi lagi setelah Lebaran," kata dia.

Sumitro dkk merupakan salah satu faksi korban lumpur Lapindo. Mereka menolak kesepakatan terakhir antara Lapindo dan korban yang digelar di gedung Setneg pada Rabu malam. Sedangkan faksi lainnya setuju pada negosiasi baru itu. Selama di Jakarta, Sumitro dkk menginap di kantor Kontras, tak jauh dari Jl Diponegoro.(nwk/nrl)

Korban Lumpur Lapindo Zikir di Depan Istana

Korban Lumpur Lapindo Zikir di Depan Istana

Jakarta - Puluhan warga korban lumpur Lapindo, yang menuntut pembayaran sisa ganti rugi sebesar 80 persen dibayar tunai, menyambangi Istana Negara. Dengan dipimpin oleh seorang kiai, mereka menggelar zikir dan tahlil.

Warga yang menamakan diri Gerakan Pendukung Keputusan Presiden No 14/2007 (Gepres) tersebut tiba di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2008), sekitar pukul 09.30 WIB.

Mereka merupakan perwakilan dari lima desa di Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim), yang menjadi korban lumpur Lapindo yakni Kedung Bendo, Ketapang, Siring, Jati Rejo, Reno Kenongo.

KH Abdul Fatah selaku koordinator Gerpres mengatakan, warga lima desa itu mendesak sisa ganti rugi diberikan sesuai dengan Keppres, yakni secara tunai. Mereka takut terjadi ingkar janji apabila ganti rugi tersebut dicicil, seperti yang sudah disepakati oleh PT Minarak Lapindo Jaya dengan Tim 16.

"Kalau SBY tidak menjadi presiden lagi, siapa yang bertanggung jawab? Mengingat warga kami ini ada yang bersertifikat ada yang tidak," kata Fatah.

Fatah mencium adanya permainan dalam kesepakatan antara Tim 16 dan Minarak. Sebab, saat negosiasi keduanya berlangsung, pihaknya tidak diikutkan.

"Waktu pertemuan, kami tidak dihubungi oleh Menteri PU, padahal Menteri PU tahu kami ada di sini," jelasnya.

Menurut Fatah, bila dalam seminggu ini tuntutan mereka tidak dipenuhi, maka pihaknya akan mendatangkan sekitar 3.000 orang ke Jakarta.

Aksi warga ini berjalan sekitar 1 jam. Mereka meninggalkan jalan di depan Istana pukul 10.30 WIB.(irw/nrl)

Korban Lapindo Diimbau Terima Ganti Rugi Dibayar Bertahap

Korban Lapindo Diimbau Terima Ganti Rugi Dibayar Bertahap

Jakarta - Ganti rugi yang dicicil Rp 30 juta per bulan menjadi kesepakatan PT Minarak Lapindo Jaya dengan warga Perumtas Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim). Namun, pemerintah akan memberlakukan hasil kesepakatan itu kepada semua warga korban lumpur Lapindo.

"Semuanya akan diberlakukan sama. Dan kita imbau agar masyarakat tidak menolak," ujar Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto.

Hal itu disampaikan dia usai mengikuti peringatan Hari Penyandang Cacat Internasional di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (5/12/2008).

Menurut Djoko, tidak ada lagi negosiasi baik dengan pemerintah maupun Minarak untuk menentukan besaran cicilan yang diberikan.

"Itulah maksimalnya. Tidak ada lagi negosiasi. Ini sudah habis-habisan," jelasnya.

Djoko menambahkan, pihak Lapindo mengakui bahwa kondisi keuangan mereka saat ini memang sedang krisis.

"Memang mereka sudah buka kartu dan inilah kemampuan mereka," pungkasnya.

Seperti diketahui, perwakilan warga Perumtas (Tim 16) sepakat dengan pembayaran sisa 80 persen ganti rugi dengan Minarak. Minarak akan mencicil ganti rugi itu Rp 30 juta per bulan dan memberikan uang kontrak rumah Rp 2,5 kepada warga. Kesepatakan ini ditolak oleh korban lumpur Lapindo di luar warga Perumtas. Mereka menuntut ganti rugi itu dibayar tunai sesuai denan Keputusan Presiden No 14/2007.(irw/nrl)

Tidak Puas, Korban Lapindo 'Faksi' GPPP Akan Datangi Istana

Tidak Puas, Korban Lapindo 'Faksi' GPPP Akan Datangi Istana

Jakarta - Korban Lapindo yang beraksi di Jakarta terpecah menjadi dua faksi. Faksi pertama adalah Tim 16 yang menyetujui negosiasi baru di gedung Setneg semalam. Sedang faksi kedua dikenal sebagai Gerakan Pendukung Peraturan Presiden (GPPP), yang meminta suaka ke Kedubes Belanda.

Faksi GPPP yang tersisa 85 orang mengaku tidak menyetujui kesepakatan baru yang dilansir semalam. Mereka akan melanjutkan aksi demo di depan Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, hari ini.

"Kami tidak puas dengan hasil pertemuan kemarin. Oleh karenanya kami akan melanjutkan perjuangan kami dengan berdemonstrasi di depan Istana," ujar salah satu korban Lapindo dari GPPP, Sumitro, pada detikcom, Kamis (4/12/2008).

Sumitro dkk merupakan warga dari empat desa yakni Desa Jatirejo, Siring, Reno Kenongo dan Kedung Bendo, Sidoarjo, Jatim. Mereka tidak menyetujui keputusan PT Minarak Lapindo Jaya yang membayar mereka dengan cara mencicil sebesar Rp 30 juta per bulan dan uang sewa rumah Rp 2,5 juta/tahun.

Sumitro mengatakan, jika PT Minarak Lapindo memutuskan cara tersebut, maka pemerintah harus membayar lunas sisa 80 persen pembayaran ganti rugi tersebut.

"Pemerintah yang harus bayar lunas. Dan sebagai gantinya, PT Minarak Lapindo Jaya yang harus mencicil kepada pemerintah," katanya.

Pembayaran sisa 80 persen ganti rugi dengan cara diangsur, dikhawatirkan Sumitro, uang tidak akan diterima secara utuh oleh korban Lapindo, sehingga warga tidak akan mampu membangun kembali rumahnya yang telah tenggelam.

Sumitro menuturkan, meskipun pemerintah sudah menetapkan sanksi yang tegas apabila PT Minarak Lapindo Jaya tidak menepati janjinya namun pada kenyataannya janji itu hanya teori semata.

"Dulu juga dikenakan sanksi denda sebesar Rp 10.000 per hari jika telat bayar. Namun hingga berbulan-bulan mereka tidak bayar, denda itu tidak ada implementasinya. Ini dipastikan akan menimbulkan gejolak," ujarnya.

Selama di Jakarta, Sumitro dkk menginap di kantor Kontras, tak jauh dari Jl Diponegoro, Jakarta Pusat. Sedangkan massa Tim 16 yang jumlahnya lebih 1.000 orang menginap di Masjid Istiqlal dan selama 2 hari berdemo di depan Istana Presiden. (mei/nrl)

Kejagung Tetapkan Kasus Lapindo Masih P19

Kejagung Tetapkan Kasus Lapindo Masih P19
Novia Chandra Dewi - detikNews

Jakarta - Kejaksaan Agung tetapkan kasus Lapindo masih dalam tahap P19. Sehingga kasus tersebut masih berada di tingkat kepolisian.

"Mengenai Lapindo, kami sudah menjelaskan sekarang perkaranya masih dalam tahap P19. Berarti ada di tingkat kepolisian," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di SMAN 3 Jakarta, Jl Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Ritonga menjelaskan, mengenai tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak lumpur lapindo merupakan sisi lain dari penyelesaian perkara pidana lapindo.

"Secara umum terbuka pun sudah saya katakan kelemahannya disini, kita akan lengkapi," jelas Ritonga.

Kelemahannya itu menurut Ritonga belum adanya penjelasan rinci mengenai penyelesaian kasus Lapindo.

"Kelemahan itulah yang pada waktu rapat kerja kejaksaan nanti akan dibahas. Ke depan akan kita pecahkan," imbuhnya.

Apakah ini berarti tugas polisi untuk mencari pendapat ahli dan hal lainnya? "Iya dong" pungkasnya.

Jakarta - Kejaksaan Agung tetapkan kasus Lapindo masih dalam tahap P19. Sehingga kasus tersebut masih berada di tingkat kepolisian.

"Mengenai Lapindo, kami sudah menjelaskan sekarang perkaranya masih dalam tahap P19. Berarti ada di tingkat kepolisian," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di SMAN 3 Jakarta, Jl Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Ritonga menjelaskan, mengenai tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak lumpur lapindo merupakan sisi lain dari penyelesaian perkara pidana lapindo.

"Secara umum terbuka pun sudah saya katakan kelemahannya disini, kita akan lengkapi," jelas Ritonga.

Kelemahannya itu menurut Ritonga belum adanya penjelasan rinci mengenai penyelesaian kasus Lapindo.

"Kelemahan itulah yang pada waktu rapat kerja kejaksaan nanti akan dibahas. Ke depan akan kita pecahkan," imbuhnya.

Apakah ini berarti tugas polisi untuk mencari pendapat ahli dan hal lainnya? "Iya dong" pungkasnya.

Jakarta - Kejaksaan Agung tetapkan kasus Lapindo masih dalam tahap P19. Sehingga kasus tersebut masih berada di tingkat kepolisian.

"Mengenai Lapindo, kami sudah menjelaskan sekarang perkaranya masih dalam tahap P19. Berarti ada di tingkat kepolisian," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di SMAN 3 Jakarta, Jl Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (4/12/2008).

Ritonga menjelaskan, mengenai tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampak lumpur lapindo merupakan sisi lain dari penyelesaian perkara pidana lapindo.

"Secara umum terbuka pun sudah saya katakan kelemahannya disini, kita akan lengkapi," jelas Ritonga.

Kelemahannya itu menurut Ritonga belum adanya penjelasan rinci mengenai penyelesaian kasus Lapindo.

"Kelemahan itulah yang pada waktu rapat kerja kejaksaan nanti akan dibahas. Ke depan akan kita pecahkan," imbuhnya.

Apakah ini berarti tugas polisi untuk mencari pendapat ahli dan hal lainnya? "Iya dong" pungkasnya.

Korban Lapindo Sepakat Ganti Rugi Dibayar Nyicil

Korban Lapindo Sepakat Ganti Rugi Dibayar Nyicil

Jakarta - Akhirnya PT Minarak Lapindo Jaya mencapai kesepakatan dengan warga korban luapan lumpur Lapindo, khususnya warga Perumtas Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim) untuk membayar kekurangan 80 persen ganti rugi secara bertahap. Mereka dibayar Rp 30 juta setiap tahapnya dan disesuaikan dengan jatuh tempo masing-masing.

"80 persen disepakati pembayaran secara bertahap. Begitu jatuh tempo pembayaran pertama 30 juta sampai selesai," ujar Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto.

Hal tersebut disampaikan Djoko saat jumpa pers usai menggelar pertemuan dengan korban Lapindo, PT Minarak Lapindo Jaya dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)di Istana Negara, Jl. Medan Merdeka Barat, Rabu (3/12/2008).

Menurut Djoko, kesepakatan membayar dengan cara menyicil ini lantaran pihak Lapindo Brantas tidak bisa bayar sepenuhnya akibat goncangan krisis yang juga berimbas pada keuangan PT Minarak Lapindo Jaya. Dia menambahkan, jatuh tempo dari masing-masing korban Lapindo berbeda-beda, ada yang jatuh temponya pada Desember 2008, Januari 2009, Maret 2009, dan April 2009.

Dia menambahkan setelah disepakatinya pembayaran secara bertahap ini semua pihak harus menyepakatinya termasuk korban lapindo. Sementara itu, pihak korban lapindo dan ketua Tim 16 yang membawahi 4.000 Kepala Keluarga, Koes Sulassono mengatakan pihaknya menerima usulan tersebut setelah melalui proses negosiasi yang sangat alot.

"Kami sudah komunikasi dengan baik dan kami memaklumi karena saat ini kondisi krisis, jadi tidak bisa dibayar secara tunai," ujarnya. (anw/mei)

Jika Ingkari Janji, PT Lapindo Akan Dikenai Sanksi

Jika Ingkari Janji, PT Lapindo Akan Dikenai Sanksi

Jakarta - Korban luapan lumpur Lapindo dari Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera
(Perumtas) Sidoarjo akhirnya menyetujui pembayaran ganti rugi dilakukan secara nyicil perbulan Rp 30 juta. Jika PT Lapindo Brantas tidak menepati janji, sanksi siap diberikan.

"Itu kan sudah ada perjanjian di atas materai, jadi kita semua harus disiplin" ujar Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (3/12/2008).

Namun Djoko tidak menjelaskan secara rinci sanksi yang diberikan. "Di
situ ada sanksi, harus mau diproses secara hukum, itu bunyinya," ujarnya.

Sekitar 5 orang korban lumpur Lapindo dari Tim 16 telah melakukan negosiasi
dengan BPLS dan PT Lapindo Barantas. Setelah melalui proses alot, akhirnya disepakati pembayaran dilakukan secara bertahap Rp 30 juta tiap bulannya.

Ketua TIM 16, Koes Sulassono yakin, warga Perumtas Sidoarjo sepakat dengan hasil negosiasi tersebut. Namun dirinya tidak menjamin, korban lumpur Lapindo lainnya tidak akan kembali ke Jakarta.

"Kami tidak bisa menjamin mereka tidak akan lagi ke Jakarta, ujar Koes saat
dihubungi via telepon.(anw/irw)

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Rabu, 03/12/2008 17:05 WIB
Jakarta - Kemarahan warga korban lumpur Lapindo tampaknya sudah mencapai puncaknya. Karena berbagai upaya mereka tidak mempan, mereka mengancam menduduki Bandara Juanda, Surabaya, dan menutup jalur Porong.

"Rencananya akan kita gerakkan ke Bandara Juanda dan penutupan jalur Porong. Massa kita dari empat desa berjumlah ribuan," ujar Sumitro, salah seorang koordinator warga korban Lapindo yang menduduki Kedubes Kerajaan Belanda di JL HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (3/12/2008).

Menurut Sumitro, hal itu mereka lakukan untuk mendesak pemerintah agar bersungguh-sungguh menangani persoalan korban lumpur Lapindo. "Karena kalau nggak gitu pemerintah nggak sungguh-sugguh, harus menunggu marahnya korban Lapindo yang sudah menderita ini," katanya.

Sumitro mengungkapkan, saat ini massa di Porong, Sidoarjo, sudah diorganisir. Pihaknya telah mengirim pulang 5 orang koordinator lapangan yang kemarin ikut ke Jakarta. "Korlap di Porong sudah siap," tandasnya.

Jalur Porong merupakan salah satu jalur transportasi utama di Jawa Timur. Jika jalur ini ditutup, maka aktivitas perekonomian di Jatim akan terganggu.

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Korban Lapindo Ancam Duduki Bandara Juanda

Rabu, 03/12/2008 17:05 WIB
Jakarta - Kemarahan warga korban lumpur Lapindo tampaknya sudah mencapai puncaknya. Karena berbagai upaya mereka tidak mempan, mereka mengancam menduduki Bandara Juanda, Surabaya, dan menutup jalur Porong.

"Rencananya akan kita gerakkan ke Bandara Juanda dan penutupan jalur Porong. Massa kita dari empat desa berjumlah ribuan," ujar Sumitro, salah seorang koordinator warga korban Lapindo yang menduduki Kedubes Kerajaan Belanda di JL HR Rasuna Said, Jakarta, Rabu (3/12/2008).

Menurut Sumitro, hal itu mereka lakukan untuk mendesak pemerintah agar bersungguh-sungguh menangani persoalan korban lumpur Lapindo. "Karena kalau nggak gitu pemerintah nggak sungguh-sugguh, harus menunggu marahnya korban Lapindo yang sudah menderita ini," katanya.

Sumitro mengungkapkan, saat ini massa di Porong, Sidoarjo, sudah diorganisir. Pihaknya telah mengirim pulang 5 orang koordinator lapangan yang kemarin ikut ke Jakarta. "Korlap di Porong sudah siap," tandasnya.

Jalur Porong merupakan salah satu jalur transportasi utama di Jawa Timur. Jika jalur ini ditutup, maka aktivitas perekonomian di Jatim akan terganggu.