28 Desember 2008

Pemerintah Siapkan Rp 82 Miliar, Untuk Warga di Luar Peta Terdampak Lumpur

Pemerintah Siapkan Rp 82 Miliar, Untuk Warga di Luar Peta Terdampak Lumpur

Pemerintah pusat telah mengalokasikan dana sedikitnya Rp 82 miliar bagi warga di luar peta terdampak lumpur Sidoarjo. Dana itu khusus empat desa, yakni Siring Barat, Jatirejo Barat dan Mindi Kecamatan Porong, serta Desa Besuki bagian Timur Kecamatan Jabon.

Menurut Ketua Tim Pelaksana Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Priyo Budi Santoso, dana yang disiapkan itu bersumber dari APBN. Dana itu bisa dicairkan jika pemerintah pusat memasukkan keempat desa itu dalam peta terdampak baru, atau dimasukkan dalam daftar desa yang ganti ruginya dibayar melalui APBN.

“Kami sangat menghargai upaya pemerintah dalam mengambil langkah tersebut. Tapi secepatnya keempat desa itu dimasukkan dalam peta terdampak, sehingga dana bisa dicairkan. Itu kan sudah keputusan bersama pada 11 November lalu,” kata Priyo saat berada di Surabaya, Sabtu (20/12/2008) malam.

Priyo menambahkan, kondisi empat desa itu sudah sangat kritis. Banyak bubble baru keluar dengan mengeluarkan bau gas sangat menyengat. “Secepatnya lah mereka direlokasi. Kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk ditempati. Saya tahu karena saya meninjau langsung ke sana,” beber ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu.

Tentang pembayaran transaksi jual beli atas warga di dalam peta terdampak, untuk proses pembayaran sisa 80 persen ada beberapa mekanisme yang telah disepakati antara warga, pemerintah dan Lapindo.

Mekanisme pertama, warga menyetujui pembayaran sisa ganti rugi dengan cara resettlement plus pengembalian uang (susuk). “Warga dapat rumah, kalau uangnya masih lebih ya dikembalikan dalam bentuk susuk,” jelasnya.

Mekanisme kedua, dibayar cash secara bertahap. Di mana setiap bulan Lapindo diwajiibkan membayar Rp 30 juta/berkas ditambah Rp 2,5 juta bagi warga yang masa kontrak rumahnya sudah habis. “Mekanisme ini telah disetujui tim 16. Ribuan warga yang sepakat dengan mekanisme pembayaran ini,” tukasnya.

Mekanisme ketiga, sambung Priyo, ada 41 berkas yang tidak ingin melaksanakan dua mekanisme tersebut. Mereka masih ngotot ingin pembayaran sisa ganti rugi secara cash and carry. “Tapi yang jelas, semua mekanisme yang mereka sepakati harus dilindungi dan dicarikan jalan keluar,” urainya.

Politisi asal Trenggalek itu mengakui, ada kesulitan cash flow yang dihadapi Lapindo Brantas. Inc sebagai imbas dari krisis ekonomi global. Sehingga Lapindo keberatan membayar jual beli dengan mekanisme dicicil Rp 30 juta/berkas/bulan. Karena itu, dia berharap pemerintah bisa membantu memberikan dana talangan untuk mempercepat proses pembayaran tersebut.

“Lapindo mengaku tersengal-sengal membayar ganti rugi itu, meski dengan cara dicicil. Mestinya pemerintah bisa nalangi dulu, kemudian baru itung-itungan dengan Lapindo. Yang penting jangan sampai warga disia-siakan,” paparnya. (*)

Tidak ada komentar: