04 Februari 2009

Saya Tak Mau Lagi Jadi Pejabat

Saya Tak Mau Lagi Jadi Pejabat

Menko Kesra Aburizal Bakrie punya konsep yang sedang getol dia wujudkan untuk mengatasi problem kemiskinan. Dia juga sudah punya sejumlah rencana setelah masa baktinya sebagai menteri berakhir. Apa yang akan dia kerjakan? Masihkah terus di jalur politik? Berikut petikan wawancaranya dengan Jawa Pos di sela bermain tenis dengan Rizal Mallarangeng.

Bagaimana Anda menangani problem kemiskinan di tanah air?

Pada 2006, ketika saya menjabat, penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan cara yang kurang terstruktur. Saya berpendapat, kalau orang miskin diberi bantuan terus, mereka menjadi malas dan menjadi tidak berdaya. Karena itu, kami mesti membagi upaya penanggulangan kemiskinan dalam beberapa step yang disebut kluster.

Saya dasarnya dari pengusaha. Jadi, saya berpendapat bahwa semua orang harus bisa menolong dirinya sendiri, dan (kemudian) baru bisa memberikan pekerjaan kepada orang lain. Karena itu, kami membagi program pengentasan kemiskinan menjadi tiga kluster.

Apa saja itu?

Kluster pertama, untuk orang-orang yang sedang susah sekali. Mereka diberi bantuan sosial. Di antaranya, bantuan operasional sekolah (BOS), beras miskin (Raskin), dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kluster kedua adalah orang-orang yang bisa bekerja. Untuk mereka, diberi bantuan berupa Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Jadi, mereka harus bekerja dengan uang dari pemerintah. Misalnya, apa yang dibutuhkan desa-desa, misalnya jalan desa, listrik, dan pengairan. Agar meningkatkan taraf hidup, mereka harus bekerja, tapi mereka digaji. Tahun 2008, dari PNPM, lapangan kerja disediakan 14 juta.

Kluster ketiga, mereka mesti bekerja dan berusaha. Pemerintah mengeluarkan uang? Ya. Tapi, hanya untuk jaminan. Pemerintah mengeluarkan uang jaminan kepada Askrindo dan Sarana Pengembangan Usaha (SPU) itu Rp 1,4 triliun pada 2008. Dengan uang itu, perusahaan tersebut menjamin kepada bank 10 kali lipat, yakni Rp 14 triliun. Jadi, mereka bisa mulai bekerja dengan jaminan tersebut.

Apa kendala yang selama ini mengganjal kinerja pengentasan kemiskinan?

(tersenyum) Kendalanya yang paling awal adalah pemerintah daerah (pemda). Ada yang tidak mampu dan ada yang tidak mau. Pertama, yang tidak mampu hanya bisa menyediakan dana padanan sekitar 20 persen. Karena waktu itu mereka belum yakin, maka akan dijanjikan pada 2009. Ada yang tidak mau, alasannya sangat politis. Mereka bilang ini terlalu memperkuat posisi SBY-JK. Ada sejumlah pemda yang berpikir, kami bekerja, lalu kami dapat apa? Nah, ini juga pola berpikir yang salah dan harus dihilangkan. Cara berpikir harus untuk rakyat.

Bagaimana dengan program Anda pada tahun terakhir menjabat ini? Apakah ada misi atau pencapaian tertentu yang ingin Anda torehkan?

Ke depan, saya menargetkan untuk mengurangi kemiskinan di perkotaan. Kemiskinan di desa paling bagus sejak 1994, tapi pada perkotaan tidak paling bagus. Masih ada (data) tahun 2003 yang lebih bagus. Karena itu, kami fokus pada kemiskinan kota, pesisir, dan desa tertinggal. Karena itu, bagi orang-orang miskin di perkotaan ini, saya rancang program PNPM dengan konsep infrastruktur perkotaan dan mereka dipekerjakan. Pada 2015 nanti, semua PNPM Mandiri di pedesaan harus sudah ditangani pemda dengan target pengembangan kluster ketiga.

Bagaimana dengan karir politik Anda? Apakah ada target khusus menjelang pemilu?

Saya memang sudah berencana menghentikan rutinitas sebagai pejabat. Saya ingin stop bekerja di birokrasi. Lebih baik saya menimang cucu. Saya pastikan akan menolak tawaran apa saja yang datang dari kabinet mana pun. Nggak ada rencana lagi. Saya ingin pensiun.

Nama Anda termasuk dalam tujuh nama capres Partai Golkar hasil aspirasi DPD-DPD pada Oktober lalu. Komentar Anda?

Kalau karir politik tetap eksis. Saya pastikan akan tetap berada di partai yang membesarkan saya. Untuk capres, saya sudah bilang saya tidak mau berada di pemerintahan. Orang lain sajalah, udah bagus kalau SBY-JK diteruskan untuk 2009 (tertawa).

Anda sempat masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Komentar Anda?

Mereka nggak tahu apa-apa, tapi ngurusin kantong orang. Jadi, kelemahan bangsa-bangsa di dunia selalu memikir uang di kantong orang itu berapa. Kalau kantong orang seratus, kantong dia satu, iri. Kalau join usaha yang modal besar dapat untung besar, yang modal sedikit marah. Jadi, itu sudah biasa bagi saya. Kalau ada usaha, kok dia lebih besar, terus marah. Kantong masing-masing itu beda karena ada rezeki masing-msaing. Tuhan kasih rezeki masing-masing. Jadi, kita tidak usah iri, bahkan saya tidak ada masalah.

Apa pesan Anda kepada para pengusaha Indonesia?

Kalau saya simple saja, jangan pernah menyerah karena jatuh bangun itu biasa. Kalau sedang susah, jangan mengurung diri. Karena kalau terbiasa di tempat gelap, sahabat yang paling setia saja, yakni bayangan, akan lari. Nah, apalagi kawan. Jadi, pengusaha Indonesia saya harap bisa selalu menjadi lampu. Kalau lampunya terang, laron dating; kalau gelap, laronnya lari. Bisnis itu networking, dan jangan saling iri. Harus saling mendukung semua demi masa depan bangsa.

Ketiga, coba berpikir bahwa uang perusahaan bukan uang saya meskipun perusahaan itu milik saya. Nggak ada begitu, perusahaan itu milik karyawan, milik Negara, yakni pajak. Saya sarankan bagi orang yang mulai bekerja, kalau misalnya mengambil keuntungan, digunakan 10 sampai 20 persen saja, sisanya di-invest lagi pada bisnis itu. Jangan baru untung Rp 10 miliar terus beli Jaguar Rp 1-2 miliar. Beli rumah di Pondok Indah Rp 3 miliar nah kalau ternyata tahun depan bisnisnya macet, kan repot itu.(zulham mubarak/kum)

Tidak ada komentar: