05 Mei 2008

Seandainya Jatah Makan Dihentikan, Jangan Salahkan Bila Bocah Makan Batu Kerikil

Seandainya Jatah Makan Dihentikan, Jangan Salahkan Bila Bocah Makan Batu Kerikil

Tuesday, 29 April 2008
Sidoarjo-Apa yang akan terjadi, jika Lapindo benar-benar menghentikan jatah makan para pengungsi yang berada di Pasar Porong Baru? Padahal, sebagian besar pengungsi adalah pengangguran. Harta bendanya semua sudah ditenggelamkan lumpur Lapindo. Maka jangan heran, jika kelak, anak-anak pengungsi itu akan makan batu dengan daun pepaya sebagai sayur mayurnya.
Masih mengenakan seragam sekolahnya, TK Muhajirin Porong, sejumlah bocah langsung 'diusung' orang tuanya menuju lokasi demo yang dilakukan ayah mereka. Padahal biasanya, setelah pulang sekolah, mereka sudah harus berada di los-los Pasar Porong Baru, yang selama 17 bulan menjadi rumah tinggal mereka.

Tidak hanya itu, para orang tua juga membawa perlengkapan makan. Seperti piring dan sendok. Rencananya, para bocah TK itu akan menampilkan teatrikal sosial. Pergelaran teatrikalnya adalah, para bocah digambarkan terpaksa makan nasi dari batu dan sayur dari daun pepaya. Pesan teatrikal itu adalah, kondisi seperti ini pasti akan terjadi terhadap anak-anak korban lumpur jika jatah makan untuk mereka benar-benar dihentikan Lapindo mulai 1 Mei mendatang.

“Inilah kondisi kami bila jatah makan dihentikan, kami mau makan apa, makan batu? Bagaimana nasib masa depan anak-anak kami,” kata salah satu orangtua, yang ikut mendampingi anaknya.
Seperti pemain teater kawakan, meski di tengah sorotan sinar matahari yang semakin terik, para bocah itu dengan cueknya memainkan lakon, yang mungkin saja bisa menjadi nyata, kelak dikemudian hari.

Di tengah lingkaran penonton, mereka membentuk lingkaran. Para bocah lalu jongkok, dengan tangan kiri memegang piring tangan lainnya memainkan sendok di atas piring. Dengan wajah lelah, mereka seakan-akan hendak makan siang. Namun karena yang ada di piring hanya batu, mereka tampak pasrah.

“Anak-anak ini adalah masa depan kami, tapi sekarang mereka terancam punah, jika jatah makannya dihentikan,” kata seorang ibu antusias.
Setelah 15 menit tampil, aksi teatrikal spontan itu mendapat aplaus dari pengunjuk rasa. Namun harapan dan masa depan bocah ini juga belum jelas, seperti halnya teatrikal yang baru saja mereka mainkan./wiwit purwanto

Tidak ada komentar: