17 September 2008

Semburan Lumpur Harus Dimatikan

Semburan Lumpur Harus Dimatikan

Tuesday, 16 September 2008
JAKARTA- Upaya penanggulangan lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dengan mengalirkan ke laut tidak akan efektif jika titik semburan lumpur yang menjadi pangkal persoalan tidak dimatikan. Secara teknis dan akademis, menutup semburan lumpur tersebut masih sangat mungkin.
Demikian tanggapan sejumlah kalangan, Senin (15/9), mengenai rencana pemerintah yang mengambil opsi tidak akan menutup semburan lumpur. Dalam rapat kerja dengan DPR, Kamis (11/9), pemerintah memilih untuk memprioritaskan pengendalian lumpur di permukaan dengan mengalirkannya ke laut.

Dari Surabaya, tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menegaskan, masih ada langkah menghentikan semburan lumpur. Fokus pada masalah sosial dinilai percuma selama semburan terus menyembur.

"Kami punya caranya, tinggal pemerintah mau atau tidak," ujar Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) ITS I Nyoman Sutantra di Surabaya. Mereka sudah berkirim surat ke Presiden, tetapi hingga kini belum ada jawaban.

Bupati Sidoarjo Win Hendrarso secara terpisah meminta agar semburan lumpur dihentikan dan masuk dalam program jangka panjang. "Persoalan biaya yang selalu menjadi kendala bisa dicarikan solusinya. Misalnya, dengan menganggarkan dalam APBN atau APBD Jawa Timur," kata Bupati.

Mantan Ketua Tim Supervisi Penghentian Semburan (lumpur) dari Departemen Energi Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini, yang juga ahli perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan, persoalan dana mungkin jadi kendala dalam penghentian semburan lumpur. ”Namun, secara akademik dan teknologi, penghentian semburan lumpur masih sangat dimungkinkan,” ujar Rudi.

Opsi yang dilakukan pemerintah untuk tidak menghentikan semburan lumpur, lanjut Rudi, mestinya disertai alasan. Namun, alasan itu tentu bukan karena alasan akademik atau teknis.

Sumur penyelamat

Gerakan Menutup Lumpur Lapindo (GMLL), yang beranggotakan 23 organisasi dan individu, menegaskan, berdasarkan kajian ahli-ahli GMLL, penutup semburan lumpur masih dimungkinkan. Alternatif yang paling mungkin adalah dengan membangun relief well atau sumur penyelamat di sekitar titik semburan.

"Sekarang tinggal kembali pada pemerintah, mau atau tidak menutup semburan lumpur," kata juru bicara GMLL, Letjen Mar (Purn), Suharto.

Sumur penyelamat ini, secara teknis, adalah dengan membangun setidaknya tiga lubang baru di sekitar titik semburan. Lubang ini terhubung ke sumber semburan yang berada sekitar 3.000 meter di bawah permukaan tanah sehingga tekanan dari perut bumi berkurang dan semburan bisa terhenti.

"Teknik seperti ini sudah biasa dilakukan di dunia pengeboran dan selalu berhasil," kata ahli pemboran pensiunan PT Pertamina, Robin Lubron. Beberapa kali ia terlibat langsung mematikan semburan liar, seperti di Pulau Bunyu, Indramayu, dan Prabumulih. Semua pada kedalaman lebih dari 2.000 meter.

Ahli pemboran lain, Harry Eddyarso dari Drilling Engineering Club (DEC), mengatakan, mematikan sumber semburan lumpur dengan relief well bukan tidak mungkin. ”Kenapa relief well, karena kami punya data, bukti, dan perhitungannya,” katanya.

Masalah baru

Pendapat berbeda disampaikan anggota Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Djaja Laksana. Dia mengatakan, pihaknya tetap mengusulkan penggunaan bendungan sebagai penerapan hukum Bernoulli untuk penghentian semburan. Uji coba di lapangan membuktikan teknik itu berhasil.

Sementara itu, untuk mengalirkan lumpur, tim sudah membuat pompa yang dirancang khusus untuk menyedot material lumpur.

"Kami sudah uji pompa bernama star pump ini dan berhasil. Pompa ini sudah dipatenkan," ujar Djaja.

Anggota tim lainnya, Amien Widodo, mengatakan, tim tidak menganjurkan pengaliran ke Sungai Porong. Pengaliran ke Sungai Porong akan menyebabkan sedimentasi pada dasar kali. Akibatnya, fungsi utama Sungai Porong sebagai pengendali banjir tidak bisa dimanfaatkan.

"Kalau Sungai Porong terus mendangkal, akan ada banjir di wilayah yang dilewatinya. Ini menimbulkan masalah sosial baru," ujarnya.

Tidak ada komentar: