15 September 2008

BPLS Harus Normalisasi Kali Porong, Pendangkalan Kian Resahkan Warga

BPLS Harus Normalisasi Kali Porong, Pendangkalan Kian Resahkan Warga

Saturday, 13 September 2008
Sidoarjo - Surya-Berlarutnya unjuk rasa warga yang menolak pengaliran lumpur ke Kali Porong dan penghadangan truk sirtu untuk penanggulan kolam lumpur, memaksa PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) angkat bicara. Menurut anak perusahaan Lapindo Brantas Inc itu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) harus segera menormalisasi Kali Porong yang kini mulai dangkal.

“Yang terjadi sekarang BPLS seperti tidak berupaya apa-apa, padahal jelas pengaliran lumpur di Kali Porong menjadi tanggung jawab mereka,” jelas Sunaryo Suradi, juru bicara PT MLJ bidang Engineering kepada Surya, Jumat (12/9).

Kondisi Kali Porong sekarang nyaris penuh dengan lumpur, karena lumpur tidak mampu terbawa sampai ke muara sebagai akibat debit air sungai mengecil. Juru bicara BPLS, Akhmad Zulkarnain mengatakan, pengaliran lumpur ke laut lewat Kali Porong hanya bisa dilakukan sata musim hujan.

Saat ini, BPLS merencanakan menampung lumpur di kolam penampungan (pond) baru yang bakal dibangun di Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin. Namun upaya ini terkendala, karena dihalangi warga yang meminta pencairan pembayaran uang muka 20 persen.

Sunaryo mengatakan, pihaknya sudah mencairkan uang muka beberapa bidang tanah dimaksud. Keterlambatan pencairan terjadi karena berbagai sebab seperti berkas belum lengkap, tanah bermasalah, atau warga belum memasukkan berkasnya ke tim verifikasi. “Tetapi kami berharap BPLS tetap berupaya mengalirkan lumpur lewat Kali Porong. Jika tidak, wilayah terdampak lumpur akan makin meluas,” tambahnya.

Hal tersebut, lanjutnya, juga disinggung Menteri PU Djoko Kirmanto selaku Ketua Dewan Pengarah BPLS dalam pertemuan di Jakarta pekan lalu. Menteri PU bahkan meminta BPLS lebih banyak melakukan sosialisasi kepada warga.

Sekretaris Pansus Lumpur DPRD Sidoarjo, Sulkan Wariyono yang pekan lalu mendampingi warga korban lumpur ke Jakarta guna bertemu TP2LS (Tim Pemantau Penanganan Lumpur Sidoarjo) DPR RI juga meminta BPLS segera mengambil langkah-langkah konkret. “Kali Porong sudah mencemaskan warga, terutama yang berdiam di selatan sungai. Kalau tidak segera ditangani, saat hujan akan terjadi banjir,” ujar politikus Partai Demokrat asal Jabon ini.

Kemarin aksi demo warga terus berlanjut. Puluhan warga dari Desa Besuki, Kedungcangkring dan Pajarakan ini melakukan aksi di bekas jalan tol Surabaya-Gempol.

Mereka menghalang-halangi truk pembawa sirtu dengan menutup jalan tol dengan gundukan pasir dan batu. Akibatnya, empat truk yang akan memperbaiki tanggul penahan lumpur tertahan.
Sementara itu, normalisasi Kali Porong menjelang datangnya musim hujan mendesak untuk dilakukan. Mengingat endapan lumpur di kali Porong sudah sangat tinggi

Juru bicara bidang enginering PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), Sunaryo Suradi, mengatakan, pihaknya semaksimal mungkin untuk terus mengalirkan lumpur dari pusat semburan ke Kali Porong. Menurutnya ini dilakukan agar kawasan yang terdampak lumpur tidak semakin meluas. “Sesuai perpres mengalirkan lumpur dari pusat semburan ke Kali Porong adalah tugas Lapindo,” ujarnya, Jumat (12/9).

Hanya saja untuk mengalirkan lumpur ke Kali Porong adalah beberapa minggu terakhir terhambat karena endapan lumpur di Kali Porong. “Normalisasi Kali Porong harus terus dilakukan agar pembuangan lumpur dari pusat semburan berjalan lancar,” tambahnya.

Ia mengkhawatirkan jika pembuangan lumpur tidak maksimal gara-gara endapan di Kali Porong maka imbasnya dikhawatirkan akan makin meluas, karena daya tampung dari kolam penampungan juga sangat terbatas. Ia menyebutkan dalam risalah rapat Menteri PU dan Mendagri serta Lapindo dan BPLS, beberapa hari lalu juga menyebutkan salah satu item jika Lapindo harus membuang lumpur ke Kali Porong sebanyak mungkin. “Tapi kalau kondisinya seperti ini lumpur tidak dapat dibuang ke Kali Porong karena ada endapan lumpur, “ ujarnya.

Menurutnya, jika lumpur mengalir ke laut, pembuangan lumpur ke Kali Porong juga lancar. “Normalisasi Kali Porong harus terus dilakukan dan dipercepat,” tegasnya.
Sementara itu sekitar 100 warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, kemarin memblokade jalur alternatif dengan tumpukan sirtu. Aksi ini dilakukan agar pemerintah melalui BPLS segera memberikan bantuan sosial kepada warga.

Empat truk sirtu yang dicegat warga pagi kemarin, langsung menumpahkannya di jalur alternatif bekas Tol Porong - Gempol. Hal ini mengakibatkan aktivitas penanggulan terhenti.
Ali Mursyid, Koordinator warga Desa Besuki mengatakan ada 3 tuntutan yang diajukan warga. Yakni pemberian uang bantuan sosial yang terdiri uang kontrak setahun Rp 2,5 juta, uang transportasi evakuasi Rp 500.000, serta uang jatah hidup selama enam bulan Rp 300.000 per bulan untuk setiap jiwa.

Aksi warga ini diakhiri sekitar pukul 13.00, setelah petugas dan warga sepakat untuk mengajukan tuntutan tersebut. “Kami berharap bantuan sosial ini turun seminggu sebelum lebaran, karena warga sangat membutuhkan untuk lebaran,” tambah Ali Mursyid.

Disisi lain, tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya tidak akan menyerah dalam upaya mengatasi masalah luapan lumpur Lapindo. Lembaga pendidikan ini akan terus berjuang mempromosikan hasil temuannya untuk mengatasi bencana yang telah menyengsarakan banyak orang tersebut.

Pernyataan ITS yang disampaikan Prof Dr Ir Sutantra, ketua LPPM ITS. Ir Djaja Laksana dan Amin Widodo itu disampaikan untuk menanggapi pernyataan pemerintah pusat yang akan menyerah terhadap masalah luapan lumpur Lapindo. Karena hingga sekarang luapan lumpur itu belum berhasil dihentikan.

“Secara teknis ITS tidak akan menyerah untuk mengatasi luapan lumpur Lapindo tersebut,” tegas Ir Djaja Laksana yang dibenarkan oleh Prof Sutantra, Jumat (12/9).
Menurut Sutantra, tim ITS telah memiliki dua cara untuk mengatasi luapan lumpur tersebut. Pertama, cara untuk menghentikan luapan lumpur dengan menggunakan Hukum Bernoulli. Kedua, mengalirkan lumpur dengan menggunakan Star Pump.
Menurut Djaja Laksana, kedua penemuan ITS ini sudah disampaikan kepada pemerintah melalui wakil presiden, Jusuf Kalla. Namun sampai sekarang pemerintah belum mau melirik dan menggunakan penemuan ini.
“Padahal kedua penemuan ini, sangat efektif baik untuk menghentikan maupun mengalirkan lumpur,” ujar Djaja Laksana.
Ditambahkannya, untuk menghentikan luapan lumpur, Djaja sangat yakin Hukum Bernoulli mampu. Caranya dengan membuat bendungan raksana di seluruh daerah yang tanahnya saat ini ambles. Dan dikhabarkan areal tanah yang turun itu meliputi diameter 3 Km.
Tetapi untuk membuat bendungan raksasa itu, perlu diketahui lebih dahulu tekanan lumpur tersebut. Kalau sudah dapat diketahui total head, baru bisa ditentukan tinggi bendungan.
Perkiraan Djaja, bendungan yang dibangun itu diperkirakan setinggi 30 - 35 meter dan kalau setinggi itu, maka luapan lumpur itu pasti berhenti.
Namun untuk membuat bendungan raksasa seperti itu, memang membutuhkan dana besar sekitar Rp 30 triliun. Namun dana sebesar itu, tidak ada artinya dibandingkan penderitaan yang dialami rakyat di Porong selama dua tahun ini. Selain menggunakan Hukum Bernoulli, tim ITS juga bisa menggunakan star pump untuk mengalirkan lumpur langsung ke laut.
Menurut Sutantra, tim ITS menyerahkan kebijaksanaan kepada pemerintah untuk memilih salah satu dari kedua cara tersebut. Tetapi kalau pemerintah tidak segera memutuskan maka masalah ini akan berkelanjutan dan malah nanti bisa bertambah parah.
Menurut Sutantra, saat ini pemerintah lebih memfokuskan diri pada masalah sosial. Tetapi masalah sosial ini akan bertambah parah kalau masalah luapan lumpur tidak segera di atasi. Karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengatasi masalah sosial, kecuali terlebih dahulu mengatasi luapan lumpurnya baik dengan menghentikan maupun dengan cara mengalirkan lumpur tersebut. iit/sda/tug/jos

Tidak ada komentar: