23 Januari 2008

Jika Ganti Rugi Tuntas Penyidikan Lapindo Bakal SP3

Jika Ganti Rugi Tuntas Penyidikan Lapindo Bakal SP3

Wednesday, 23 January 2008
Krian - Surya, Proses pemidanaan Lapindo Brantas Inc terkait semburan lumpur di Porong kemungkinan besar tidak sampai ke ruang sidang pengadilan, karena Polda Jatim bakal menghentikan penyidikan perkara. Kapolda Irjen Pol Herman S. Sumawiredja mengatakan, surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dikeluarkan setelah proses pembayaran sisa ganti rugi 80 persen kepada warga korban lumpur tuntas.
Pengeluaran SP3 itu, menurut kapolda, karena sampai saat ini polisi kesulitan menemukan factual proving (bukti riil) yang menguatkan kesalahan Lapindo. Kesulitan ini lebih disebabkan posisi sumber semburan lumpur yang berada jauh di bawah permukaan bumi.

“Kalau memeriksa mayat, kita mudah untuk melakukan dan mencari penyebab kematiannya. Tapi mencari penyebab semburan lumpur ini, kita sangat kesulitan, karena sumbernya ada di bawah. Mencari hubungan dengan penyebab sumber itu yang sulit,” tegas kapolda usai meresmikan kompleks makam untuk anggota Polri, Taman Makam Bahagia di Desa Kraton, Kecamatan Krian, Selasa (22/1).

Upaya pembuktian dengan mendatangkan beberapa saksi ahli dalam sidang di Jakarta, ternyata tak banyak membantu. Ini terlihat saat dimintai keterangan, sebagian besar penjelasan saksi ahli justru meringankan posisi Lapindo. Dari berbagai fakta hukum yang didapat, polisi akhirnya tak berani melimpahkan berkas perkara tersebut ke pihak kejaksaan. “Tapi kita tetap meminta Lapindo untuk menyiapkan jaminan pembayaran 80 persen. Yang penting, kekurangan pembayaran 80 persen ini harus tetap dilunasi Lapindo,” tandasnya.

Sikap kapolda yang akan menurunkan SP3 terhadap kasus Lapindo membuat para tokoh warga korban lumpur kecewa. “Jika penyidikan dihentikan, lalu bagaimana status hukum Lapindo?” ujar Pitanto, Wakil Ketua Pagar Rekontrak (Paguyuban Warga Renokenongo Menolak Kontrak) kepada Surya. Menurutnya, penghentian penyidikan tersebut membuat semakin kabur siapa sesungguhnya yang harus bertanggung jawab dalam soal semburan lumpur.

Paring Waluyo, aktivis yang mendampingi warga korban lumpur dalam mengupayakan ganti rugi berkomentar bahwa di sinilah profesionalisme polisi dipertaruhkan. “Namun tampaknya pemerintah ingin menempuh penyelesaian politis daripada hukum,” kata Paring. Terbukti dengan terbitnya perpres nomor 14/2007 yang mengatur penyelesaian lumpur, sementara kasus hukumnya belum diproses.

Tidak ada komentar: