24 Januari 2008

Anugerah Agung bagi Korban Lumpur

Anugerah Agung bagi Korban Lumpur

Saturday, 23 December 2007
Pebruari nanti Sidoardjo akan berulang tahun dengan pencanangan “Sidoardjo Bangkit”. Dan kelihatannya Tuhan sangat mensupport dan turut mempersiapkan segala sesuatunya secara effektif. Berbagai macam formula kegiatan “Sidoardjo Bangkit” sedang dipersiapkan, semaksimal mungkin semua segmen, kelompok, lingkaran, lapisan dan komunitas Sidoardjo akan dilibatkan.

Tetapi itu memerlukan atmosfir yang mendukung serta harapan ke depan yang prospektif. Harapan yang prospektif ke depan itulah yang coba saya paparkan dalam tulisan ini. Sampai hampir 1,2 tahun sesudah 29 Mei 2006 lumpur bumi nyemprot menenggelamkan desa-desa dan peradaban penduduknya – para korban lumpur hampir 50.000 orang atau sekitar 11.500an KK hanya mengalami kesengsaraan dan kegelapan.

Padahal Presiden sudah memerintahkan Lapindo untuk menangani banyak akibat-akibatnya. Para korban sudah menerima jatah hidup tiap hari, uang kontrak dll, tetapi belum memperoleh kejelasan tentang mau dihitung bagaimana tanah, rumah dan bangunan mereka. Mulai Juni 2007 Bangbang Wetan mulai semburat.

Tiba-tiba saja tanpa hujan tanpa angin, hanya dengan keajabaikan Tuhan “kalahmin bilbashar” sekejapan mata. Dari 94% korban meningkat menjadi 98% korban mengajukan verifikasi untuk memperoleh pembayaran DP 20%. Dan sampai hari ini yang sudah terbayar hampir 11.400 KK. Dengan harga tanah yang melambung sekitar 700% dari sekitar 150 ribu permeter menjadi satu juta, serta 1,5 juta untuk bangunan.

Bahkan sekitar 4.400 KK yang tidak punya surat hukum apapun yang bisa menjadi kesaksian yuridis bahwa mereka benar-benar memiliki tanah dan bangunan: juga dibayar, cukup dengan mengisi formulir dan bersumpah kepada Tuhan. Akan tetapi itu semua belum separo, bahkan masih sangat jauh, dari ujung atau puncak perjuangan. Masih ada teman-teman di Pasar Porong terakhir sekitar 290 KK belum jelas nasibnya, padahal permintaan mereka awalnya dulu sangat masuk akal: yakni minta pembayaran 100%.

Kemudian ada klausul 50%-50%. Kemudian terakhir kabarnya OK dengan 20%-80% tapi dengan bonus tanah. Semula pengungsi di Pasar kabarnya ada 766 KK, kemudian karena mereka rakyat yang mengerti demokrasi – muncul perbedaan pendapat, sehingga terbagi menjadi sekian faksi dengan tuntutan-tuntutan rasionalnya masing-masing. Belum lagi para pengusaha yang tergabung dalam GPKL yang juga belum jelas nasibnya sampai hari ini. Ditambah harapan tentang pembayaran 80% mulai bulan Mei 2007 nanti yang di belakang dan di sekitarnya terdapat berbagai wacana, isu dan probabilitas. Konstelasi di sekitar lumpur sangat dinamis, termasuk konstelasi di dalam tubuh Lapindo sendiri.

Itu semua memerlukan daya juang berlipat-lipat, para korban memerlukan pendamping yang canggih, tokoh-tokoh yang mumpuni. Saya sendiri sejak bulan Mei 2007 silam tatkala dijawil oleh korban: sadar diri bahwa saya bukan siapa-siapa dan tidak punya kekuatan atau akses apapun untuk mampu menolong mereka sampai tingkat yang memadai.

Maka rasanya saya adalah “pungguk merindukan rembulan” atau “katak hendak menjadi lembu” kalau saya berani-berani menggagas diri saya sebagai orang yang akan mampu ikut menolong para korban lumpur. Dalam konteks inilah maka saya tulis “Anugerah Agung buat Korban Lumpur” ini. Saya menemukan harapan cerah bagi korban lumpur dari minimal seorang tokoh nasional yang sangat dihormati sebagai panutan, sebagai intelektual, tokoh Agama, dan sesepuh bangsa. Bahasa gaulnya: beliau idola ummat, bahkan idola bangsa. Kredibilitas beliau sebagai ilmuwan tak mungkin diragukan lagi.

Integritas moral dan konsistensi kejuangan beliau hingga usia sepuhnya sangat bisa dipertanggungjawabkan dan menciptakan rasa aman bagi siapa saja. Beliau adalah Buya Prof. Dr. M. Syafii Maarif, tokoh puncak Muhammadiyah organisasi Islam terbesar kedua sesudah Nahdlatul Ulama. Di harian Republika 18 Desember 2007 beliau menulis esei sangat indah berjudul “O Lumpur, O Lapindo”. Saya kutipkan inti kearifan beliau di tulisan itu: “Sudah lebih setahun, kita dihadapkan pada bencana Lapindo yang tak kunjung selesai, sementara penderitaan korbannya sudah sampai di batas toleransi. Pemerintah Jatim dan organisasi kemasyarakatan seperti tidak punya nyali untuk turut mencarikan jalan keluar dari bencana ini.

Ada seniman yang jual tampang ke sana, tetapi hanya untuk menambah heboh. Penderitaan tidak semakin berkurang. Presiden pun pernah datang ke lokasi, tetapi hasilnya sami mawon. Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab untuk bencana Lapindo itu? Perusahaan, pemerintah, atau tidak seorang pun?” Ungkapan beliau mencerminkan tingkat kejuangan yang sangat tinggi. Ibarat shalat, kalau rata-rata kita ini shalat sekadarnya, maka bagi beliau shalat harus prima tingkat pencapaian kekhusyukannya.

Etos ini sangat tepat untuk tingkat problem korban lumpur yang sungguh-sungguh membutuhkan enerji kejuangan yang setinggi-tingginya, target yang tidak ala kadarnya, pemahaman masalah yang hati-hati, mapping persoalan yang sesempurna mungkin dan menyeluruh, analisis yang adil dan pengambilan keputusan yang searif-arifnya. Saya sangat yakin kaliber Buya Syafii Maarif sangat memadai untuk memperjuangan nasib para korban lumpur mulai hari ini sampai kelak tuntas masalahnya. Kita mensyukuri anugerah agung dengan konsen beliau ini atas penderitaan para korban lumpur. Beliau bukan penonton, beliau bukan jenis orang yang hanya berkomentar. Kalau beliau ucapkan satu kata tentang sesuatu hal, bisa dipastikan itu berarti beliau juga memperjuangkan satu kata itu sampai khatam.

Alangkah indahnya Sidoardjo di masa depan. Para korban dan Pak Bupati Sidoardjo tinggal merancang kapan berombongan ramai-ramai menuju Yogya dengan wajah berbinar-binar bertamu ke rumah Buya Syafii Maarif untuk memohon beliau memimpin perjuangan, mewujudkan kegelisahan dan komitmen beliau dalam tulisan di koran nasional itu. Kita komunitas Bangbang Wetan dan Jamiyah Maiyah Jawa Timur mendukung dan mendoakan dari garis belakang. Bahkan Kelompok Wirid Kalimosodo di Sidoardjo, juga kelompok-kelompok wirid JM lain di Tuban, Bojonegoro, Yogya dll siap mem-backup secara spiritual. Insyaallah para Malaikatpun diperintahkan oleh Allah untuk memperkuat perjuangan Buya Syafii Maarif.
Bangbang Wetan | Emha Ainun Nadjib

Tidak ada komentar: