16 Maret 2008

Bangun optimisme bisnis properti 2008

Bangun optimisme bisnis properti 2008

Melonjaknya harga minyak mentah dunia hingga melewati angka psikologis US$100 per barel dan 'kepastian' melambatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat memicu kekhawatiran merosotnya kinerja bisnis properti di Indonesia.

Keresahan ini beralasan, karena kenaikan harga minyak dunia turut merangsang kenaikan harga barang dan jasa. Sementara itu, ekonomi AS yang pada 2008 ini diperkirakan slow down, akan berdampak terhadap penurunan jumlah ekspor Indonesia ke negara adidaya itu.

Satu faktor lagi yang mungkin membuat pebisnis properti belum dapat tidur nyenyak adalah eskalasi persiapan Pemilu 2009. Hajatan lima tahun ini sedikit banyak akan menimbulkan gejolak sosial politik, bahkan yang ditakutkan adalah gangguan keamanan yang mengarah kepada kerusuhan.

Atas dasar itu, beberapa pengamat memperkirakan transaksi bisnis properti 2008 turun, meski tak secara tegas menyatakan berapa penurunannya.

Namun, dari sudut pandang pelaku bisnis properti yang bersentuhan langsung dengan pasar, saya menganggap kekhawatiran melambatnya kinerja bisnis properti 2008 sebagai dampak kenaikan harga minyak mentah dunia, melambatnya ekonomi AS, dan Pemilu 2009, adalah hal yang berlebihan.

Tetap bekerja

Pengalaman membuktikan di saat sektor bisnis lain terkapar akibat krisis dan gejolak ekonomi, 'mesin' bisnis properti tetap bekerja.

Malah di titik nadir terendah ketika 1998 puncak krisis moneter, di mana pasar primer sektor properti kolaps, sayap bisnis pasar sekunder dari aset-aset properti bank bermasalah dipasok oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) secara berlimpah.

Pada 1998 BPPN menguasai aset negara senilai lebih Rp600 triliun, sekitar 75%-nya berupa tanah dan bangunan semua jenis properti.

Lewat lelang terbuka 1999 sampai 2002, BPPN menggairahkan pasar properti, pada saat para pengembang tiarap. Baru pada 2001 hingga sekarang, pasar primer di semua subsektor properti terus menunjukkan peningkatan pertumbuhan positif.

Bukankah ini membuktikan bahwa dalam kondisi apapun, bisnis sektor properti selalu menjanjikan? Apalagi seiring dengan kian stabilnya kondisi sosial, politik, dan keamanan yang mengindikasikan demokrasi dan keterbukaan atas informasi di Indonesia makin lebih baik. Jadi, tak alasan para pelaku bisnis properti pesimis.

Malah sebaliknya, bisa saja pesta demokrasi 2009 ini berdampak positif terhadap ekonomi. Sebab partai politik yang jumlahnya semakin banyak akan menggelontorkan dana yang diperkirakan puluhan triliun rupiah. Dengan begitu, banyak uang yang beredar di masyarakat. Untuk sewa gedung, buat koas, spanduk, iklan dan lain-lain.

Berdasarkan asumsi pemerintah, momentum perbaikan ekonomi diperkirakan terus berlanjut pada 2008 dengan proyeksi pertumbuhan 6,3%. Optimisme pemerintah ini yang dicapai pada 2007.

Optimisme ini didukung oleh faktor-faktor fundamental ekonomi yang relatif terkendali.

Perbaikan iklim usaha dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan kemajuan signifikan. Kondisi makro ekonomi membaik. Nilai tukar rupiah stabil, suku bunga bank turun, inflasi terkendali, pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun sejak 2002 di atas 5%.

Optimisme itu juga ditopang oleh rencana pemerintah yang 'habis-habisan' akan merealisasi Rp42 triliun proyek infrastruktur.

Realisasi program-program itu kemungkinan tak lama lagi, sehubungan dengan tinggal dua tahun lagi masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla.

Kalau Rp42 triliun ini benar-benar digelontorkan 2008, bisa menjadi 'darah segar' bagi perekonomian Indonesia, yang imbasnya juga dinikmati oleh industri properti.

Peningkatan kinerja bisnis properti 2008 juga akan didongkrak oleh maraknya pembangunan rusunami (rumah susun sederhana milik) bersubsidi.

Pemerintah banyak memberi insentif bagi pengembang rusunami. Hasilnya, mulai akhir 2007 dan berlanjutan hingga kuartal ketiga 2008, transaksi unit rusunami akan mendominasi pasar properti.

Ramainya pembangunan rusunami ini berdampak positif terhadap sektor lain, terutama akan menggerakkan industri terkait, dan menyerap banyak tenaga kerja.

Jadi, meski ada kekhawatiran efek kenaikan harga minyak mentah dunia, skandal subprime mortgage di AS, dan Pemilu 2009, tapi alangkah baiknya kita para pelaku bisnis properti lebih memfokuskan kepada hal-hal positif.

Momen tepat

Bukan mustahil-ini yang kita kehendaki-tahun ini menjadi momen tepat bagi pebisnis properti melakukan ekspansi, investor 'memburu' properti yang prospektif, dan end user membeli pada saat harga properti belum naik.

Jangan tunggu 2009, karena akan terlambat. Dalam keadaan stabil-setelah pemilu berjalan mulus-harga properti akan melambung.

Kalau kita arif membaca situasi, properti 2008 akan mengalami stagnasi harga, terutama pada proyek-proyek primer. Walau ada kenaikan, itu tak banyak. Pengembang akan hati-hati menaikkan harga, di saat orang masih was-was terjadi apa-apa, terkait dengan Pemilu.

Dalam kondisi pasar seperti itu kenaikan harga tipis. Dalam kondisi pasar seperti itu, justru ini saatnya membeli properti. Pemilu 2009 berjalan stabil, ke depan kita bisa mereguk untung.

Dengan demikian bisa diprediksi transaksi properti 2008 akan naik sekitar 20%-30% dibandingkan dengan 2007.

Transaksi properti yang direkomendasi pada 2008, pertama adalah tanah sebagai bahan baku akan dikembangkan.

Namun perlu dipertimbangkan masalah akses, rencana tata kota, dan demografi tanah terkait dengan banjir yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia akhir-akhir ini.

Kedua, untuk investasi rumah bandar (townhouse) adalah pilihan paling menjanjikan, menyusul ruko, apartemen, serta pergudangan. Terakhir adalah mal dan trade center.

Semoga 2008 berjalan sesuai dengan skenario yang kita harapkan!

Tidak ada komentar: