24 Mei 2010

Korban Lumpur Lapindo Tuntut Sertifikat

Korban Lumpur Lapindo Tuntut Sertifikat

Liputan6.com, Sidoarjo:
04/04/2010
Sedikitnya 200 korban lumpur Lapindo yang tinggal di Perumahan Kahuripan Nirwana Village, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (3/3). berunjukrasa menuntut segera diberikannya sertifikat rumah. Mereka bermaksud meminta Bupati Win Hendrarso memperjuangkan tuntutan warga memperoleh sertifikat rumah.

Karena tak ditemui Bupati, warga menuju Gedung DPRD Sidoarjo. Warga sudah 1,5 tahun menempati rumah mereka tapi proses akad jual beli rumah tersendat dan berdampak pada tidak kunjung keluarnya sertifikat.(JUM)

30 September 2009

Duuuh... DPR Bilang Lumpur Lapindo Fenomena Alam

Duuuh... DPR Bilang Lumpur Lapindo Fenomena Alam

JAKARTA, KOMPAS.com- Ketua Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) Priyo Budi Santoso, yang juga kader Partai Golkar, kembali menegaskan, lumpur Sidoarjo adalah fenomena alam, bukan kesalahan perusahaan.

Dengan demikian, TP2LS meminta pemerintah mengganggarkan dana khusus untuk kembali membangun infrastruktur Sidoarjo.

Sebelumnya, lumpur ini bermula dari perusahaan Lapindo Brantas. Salah satu pemegang saham Lapindo Brantas adalah keluarga Aburizal "Ical" Bakrie, yang diketahui sebagai salah satu elit Golkar.

Priyo mengatakan, kesimpulan bahwa lumpur Sidoarjo adalah fenomena alam didasarkan pada pendapat berbagai pihak, termasuk ahli dan akademisi. Kendati demikian, lanjut Priyo, DPR akan tetap meminta Lapindo Brantas menyelesaikan janji-janjinya, seperti ganti rugi aset warga.

"Ini termasuk kewajiban sosial," ujar Priyo kepada wartawan, Selasa (29/9) di luar Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta.

Priyo menambahkan, hingga saat ini Lapindo Brantas telah mengeluarkan uang Rp 6,1 triliun untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial di Sidoarjo.

29 September 2009

Menkeu Setujui Revisi Perpres Lapindo

Menkeu Setujui Revisi Perpres Lapindo

Rabu, 9 September 2009 | 20:20 WIB
Laporan wartawan Persda Network Ade Mayasanto

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyetujui revisi Peraturan Presiden baru untuk menggantikan rancangan Perpres Nomor 14/2007 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Selanjutnya, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, di Stasiun Jakarta Kota, Rabu (9/9), menyatakan, setelah itu revisi Perpres itu tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Persetujuan Menteri Keuangan tersebut tidak langsung ditujukan kepada Kepala Negara, tetapi terlebih dahulu masuk ke Kantor Sekretariat Kabinet yang dibawahi Sudi Silalahi.

"Ibu Menteri Keuangan mengaku sudah mengirim ke Kantor Sekretariat Kabinet," paparnya.

Perpres baru tersebut sebagai konsekuensi dari Keputusan Mahkamah Agung (MA) pada tingkat kasasi yang menyatakan semburan lumpur panas Lapindo adalah akibat bencana alam. Surat MA ini juga dikuatkan oleh Ketua DPR Agung Laksono. Agung mengirim surat yang meminta pemerintah menindaklanjuti putusan MA tersebut.

Menyangkut perubahan perpres, Djoko Kirmanto menyebut, pemerintah akan menanggung kegiatan fisik penanganan lumpur panas Lapindo. Tanggung jawab pemerintah sepenuhnya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kegiatan fisik ini misalnya membuang lumpur dan sebagainya," ungkapnya.

Sementara untuk masalah-masalah sosial yang diakibatkan luapan lumpur panas Lapindo, lanjut Djoko Kirmanto, sepenuhnya dilakukan pihak PT Lapindo Brantas. "Masalah-masalah sosial ini seperti pembayaran tanah kepada rakyat," jelasnya.

Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengamini pernyataan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. "Tapi masih ada menteri yang kita tunggu parafnya," kata Sudi tanpa menyebut sosok menteri yang dinanti ini.

Dia mengemukakan, revisi Perpres 14 ini salah satu pasalnya akan mengakomodasi kepentingan semua pihak supaya bisa berjalan dengan baik.

DPR Memuji Lapindo

DPR Memuji Lapindo

Selasa, 29 September 2009 | 15:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tanggapan terhadap peristiwa lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jatim, memang beraneka ragam. Berkali-kali pula publik disuguhi kabar bahwa sebagian korban justru berterima kasih kepada PT Lapindo Brantas. Dalam laporan Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) yang dibacakan Wakil Ketua tim Priyo Budi Santoso, pujian itu kembali dilontarkan.

Pada awalnya, Priyo menyampaikan penghargaan kepada pemerintah, pemerintah provinsi Jawa Timur dan pemerintah kabupaten Sidoarjo atas dukungan yang diberikan untuk penanggulangan peristiwa ini. "Demikian pula dengan Lapindo dan Minarak Lapindo Jaya yang telah melakukan komitmennya untuk melakukan resettlement atau pembangunan rumah korban," tutur Priyo di depan 357 anggota dewan yang hadir dalam paripurna ke-11, Selasa (29/9).

Semua anggota menyambut laporan Priyo tanpa interupsi terhadap poin ini. Interupsi Anggota DPR dari Fraksi PDI-P Eva Kusuma Sundari cuma mempertanyakan hubungan peristiwa lumpur dan gempa berkekuatan sekitar 6 SR yang mendahuluinya.

Dalam laporannya pula, tim justru mendesak pemerintah segera menetapkan status bencana pada lumpur Sidoarjo sesuai dengan UU yang berlaku dan merekomendasikan agar lokasi peristiwa dijadikan situs geologi yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat studi. "Kami meminta pemerintah untuk meminimalisir risiko semburan yang diperkirakan akan berlanjut dalam waktu yang belum dapat diketahui untuk memonitoring terus-menerus," cetusnya.

Korban Lumpur Lapindo Tolak Skema Jual Beli

Korban Lumpur Lapindo Tolak Skema Jual Beli

Jumat, 11 September 2009 | 18:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Paguyuban Warga Jatirejo yang merupakan korban lumpur Lapindo menolak skema ganti rugi jual beli yang ditawarkan oleh Lapindo. Mereka hanya menginginkan relokasi dan ganti rugi bangunan, namun tetap memiliki hak atas tanah.

"Kita tidak berani melepas tanah karena itu warisan leluhur," ucap Ipung M Nizar koordinator aksi saat unjuk rasa di depan Kantor DPP Golkar Jakarta, Jumat (11/9).

Ia bersama 50 orang dari Paguyuban Warga Jatirejo berunjuk rasa menolak pencalonan Aburizal Bakrie sebagai calon Ketum Golkar. Selain itu, mereka meminta agar DPP dan DPD Golkar membantu dalam penyelesaian kasus lumpur Lapindo yang meluap sejak 27 Mei 2006 .

Ipung menjelaskan, awalnya seluruh warga di Kelurahan Jatirejo berjumlah sekitar 11 ribu orang menolak skema jual beli tanah. Namun, kekuatan itu terpecah dan kini hanya tinggal 59 keluarga yang tetap bertahan menolak menjual tanah kepada Lapindo.
Akibat menolak menjual tanah, kata dia, warga Paguyuban hingga kini belum mendapat ganti rugi materiil dari Lapindo. Bahkan, warga Jatirejo yang menerima skema jual beli baru mendapat ganti rugi 20 persen atas tanah dan rumah mereka.

"Selain 59 keluarga, ada dua pondok pesantren yang juga menolak menjual tanah. Dalam pesantren ini ada 300 santri yang sekarang terpaksa hidup dan belajar di tempat kontrakan," ungkap dia.

Sampai kapan pun, kata dia, warga Paguyuban tetap menolak menjual tanah dan akan terus melakukan aksi protes kepada Lapindo dan pemerintah. "Kami tetap ingin memiliki tanah," tegasnya.